Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Tiongkok Protes Atas Ancaman Kenaikan Tarif Baja dan Alumunium Oleh AS

Foto : ANTARA/Desca Lidya Natalia

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Lin Jian.

A   A   A   Pengaturan Font

Beijing - Pemerintah Tiongkok mengkritik pernyataan Presiden Amerika Serikat Joe Biden yang menyebut akan menaikkan tarif hingga tiga kali lipat untuk baja dan aluminium Tiongkok jika Beijing terkonfirmasi menggunakan praktik anti-persaingan.

"Pernyataan tersebut tidak masuk akal. Hal ini merugikan hubungan perdagangan Tiongkok-AS dan menyimpang dari pemahaman bersama antara kedua presiden di San Francisco, Tiongkok sangat prihatin dan tidak puas atas pernyataan tersebut," Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Lin Jian dalam konferensi pers rutin di Beijing pada Jumat.

Pernyataan itu disampaikan menanggapi ucapan Presiden AS Joe Biden di hadapan para pemilih dari kalangan pekerja "United Steelworkers" dalam kampanye di negara bagian Pennsylvania pada Rabu (17/4). Artinya, tarif impor baja dan aluminium dari Tiongkok dapat menjadi 7,5 persen.

"Pertama, sektor baja Tiongkok terutama ditujukan untuk memenuhi permintaan domestik dan tidak menerima subsidi yang berorientasi ekspor. Hanya 5 persen baja kami yang diekspor, jauh lebih rendah dibandingkan Jepang, Korea Selatan, dan produsen baja lainnya, yang berarti pengaruh ekspor baja kami di pasar internasional sangat terbatas," ungkap Lin Jian.

Sebaliknya, AS, menurut Lin Jian, menghabiskan ratusan miliar dolar AS untuk subsidi dalam negeri yang diskriminatif dan menyalahgunakan kontrol ekspor dengan alasan "keamanan nasional", yang menghambat perdagangan normal cip komputer dan produk lainnya secara internasional.

"AS benar-benar menerapkan standar ganda untuk menuduh Tiongkok melakukan 'praktik non-pasar'," tambah Lin Jiang.

Alasan kedua, Lin Jian mengatakan berbagai penelitian di AS menunjukkan bahwa industri pembuatan kapal AS kehilangan keunggulan kompetitifnya sejak beberapa tahun yang lalu karena proteksi yang berlebihan.

"Pertumbuhan industri terkait di Tiongkok merupakan hasil dari inovasi teknologi dan partisipasi perusahaan dalam persaingan pasar. Hal ini juga berasal dari sistem manufaktur industri Tiongkok yang lengkap dan pasar domestik yang luas," ungkap Lin Jian.

Menyalahkan Tiongkok atas permasalahan industri yang terjadi di AS, ungkap Lin Jian, tidak mempunyai dasar faktual dan akal sehat ekonomi.

Alasan ketiga, kata Lin Jian, menurut keputusan WTO, pemerintahan AS sebelumnya salah dengan mengenakan tarif tambahan untuk baja dan aluminium atas anggota WTO tertentu dan melakukan penyelidikan pasal 301 serta menaikkan tarif terhadap Tiongkok.

"Alih-alih memperbaiki kesalahannya, AS memilih untuk menggandakannya dengan mengancam akan menaikkan tarif baru dan mengumumkan penyelidikan baru Pasal 301," kata Lin Jian.

Tiongkok tetap akan mengikuti dengan cermat bagaimana penyelidikan tersebut namun mendesak AS untuk berhati-hati dalam perkataan dan perbuatannya, berhenti memanipulasi masalah terhadap Tiongkok pada tahun pemilu AS, berhenti mengubah masalah ekonomi dan perdagangan menjadi masalah keamanan, mencabut tarif tambahan terhadap Tiongkok dan berhenti menerapkan tarif baru.

Beijing juga menegaskan tidak membuat masalah "kelebihan kapasitas" atas produk mobil elektrik dan mengatakan hal itu hanya pengulangan tuduhan AS yang pernah menuduh Tiongkok "kelebihan kapasitas" karena mengekspor banyak produk berkualitas tinggi dan berbiaya rendah.

"Kini mereka memberi label 'kelebihan kapasitas' pada ekspor produk energi baru Tiongkok. AS mengekspor 80 persen cip komputernya terutama cip canggih dan menjadi pengekspor daging babi dan produk pertanian. Apakah 'kelebihan kapasitas' itu menurut logika AS?" kata Lin Jian.

Lin Jian mengatakan faktanya, rasio ekspor terhadap produksi kendaraan energi terbarukan jauh lebih rendah dibandingkan Jerman, Jepang, dan Korea Selatan ,artinya AS hanya menggunakan alasan "kelebihan kapasitas" untuk memukul industri Tiongkok dan memberikan AS keuntungan yang tidak adil dalam persaingan pasar.

"Ini adalah contoh lain dari pemaksaan dan intimidasi ekonomi AS. Di dunia saat ini, penawaran dan permintaan bersifat global, dan kapasitas masing-masing negara ditentukan oleh keunggulan komparatif," ungkap Lin Jian.

Keunggulan Tiongkok dalam bidang energi baru dan terbarukan, ungkap Lin Jian diperoleh melalui kinerja yang kuat, inovasi teknologi dan persaingan pasar yang efektif.

"Orang yang sakit tidak akan sembuh jika memaksa orang lain meminum obatnya. Pihak-pihak yang menggunakan kelebihan kapasitas untuk membenarkan proteksionisme tidak akan mendapatkan keuntungan apa pun dan hanya akan mengganggu stabilitas rantai industri dan pasokan global," jelas Lin Jian.

Sebelumnya Menteri Keuangan AS Janet Yellen saat melakukan lawatan ke Guangzhou dan Beijing, Tiongkok mengungkapkan kekhawatirannya mengenai produk-produk Tiongkok yang sangat murah dan mengancam perusahaan-perusahaan asing.

Ia menyebut selama satu dekade terakhir, dukungan besar-besaran pemerintah Tiongkok menyebabkan baja murah Tiongkok membanjiri pasar global dan menghancurkan industri di seluruh dunia, termasuk di AS.

Sedangkan Uni Eropa (UE) pada Oktober 2023 melakukan penyelidikan antisubsidi terhadap perusahaan-perusahaan kendaraan listrik (electric vehicle/EV) asal Tiongkok pasca Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen menuding bahwa kendaraan listrik Tiongkok yang diimpor akan membanjiri Eropa dan mendistorsi pasar otomotif.

Tingginya harga kendaraan listrik di UE diyakini menjadi salah satu faktor utama yang menghalangi calon pembeli. Terlepas dari berbagai upaya yang dilakukan oleh para manufaktur lokal untuk menurunkan biaya, keseimbangan harga kendaraan listrik dengan mobil konvensional masih menjadi target yang sulit bagi UE.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top