Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Bursa Komoditi

Tiongkok Bukan Lagi Pusat Harga Komoditas Dunia

Foto : ISTIMEWA

Bank asal AS, Goldman Sachs

A   A   A   Pengaturan Font

WASHINGTON - Bank asal Amerika Serikat (AS), Goldman Sachs, mengatakan tidak lagi melihat Tiongkok sebagai pusat harga komoditas, dengan alasan laju pemulihan permintaan di pasar maju menunjukkan Beijing sebagai pembeli telah dikerumuni oleh konsumen Barat.

"Tesis komoditas bullish bukanlah tentang spekulan Tiongkok maupun pertumbuhan permintaan Tiongkok. Ini tentang kelangkaan dan pemulihan yang dipimpin DM," kata bank itu, Kamis (27/5).

"Sementara harga komoditas turun setelah peringatan Tiongkok atas spekulasi daratan, jalur fundamental dalam komoditas utama seperti minyak, tembaga, dan kedelai tetap berorientasi pada pengetatan tambahan di H2, dengan sedikit bukti dari respons pasokan yang cukup untuk menggagalkan pasar bullish ini," tuturnya.

Menurut bank itu, pasar mulai merefleksikan hal ini karena harga tembaga semakin didorong oleh data manufaktur Barat daripada rekan-rekan mereka di Tiongkok.

"Ini adalah pembalikan peran dari pasar bullish di tahun 2000-an, dengan Tiongkok sekarang menjadi konsumen petahana seperti AS ketika permintaan Tiongkok yang muncul menekan konsumen AS yang marjinal," kata Goldman Sachs.

Tiongkok adalah pasar terbesar di dunia untuk tembaga, batu bara, dan bijih besi.

Awal bulan ini, kabinet Tiongkok mengatakan Beijing akan mengelola kenaikan harga yang "tidak wajar" untuk tembaga, batu bara, baja, dan bijih besi.

Komoditas itu, di mana Tiongkok adalah pengguna terbesarnya di dunia, tahun ini telah melonjak karena meningkatnya permintaan akibat penguncian untuk mengekang pandemi Covid-19 telah berkurang, dan stimulus pemerintah telah meningkatkan belanja konsumen secara global.

Goldman Sachs mengatakan, alasan langsung dari kekuatan harga AS yang lebih besar adalah stimulus fiskal AS yang besar yang tidak ada di Tiongkok, dan negara itu tidak lagi mendapat banyak keuntungan dari keunggulan komparatifnya dalam tenaga kerja berbiaya rendah dan perdagangan global.

"Hal ini pada akhirnya menciptakan pengaturan margin yang lebih lemah di daratan. Dengan kelangkaan yang mulai menghasilkan kekurangan dan harga yang lebih tinggi, orang Tiongkok adalah konsumen pertama yang dihargai," tutupnya.

n SB/Rtr/E-9


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top