Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Tiongkok Akan Sampaikan Kekhawatiran Kepemilikan Senjata Nuklir di Jenewa

Foto : ANTARA/Desca Lidya Natalia

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Mao Ning dalam konferensi pers di Beijing, Tiongkok pada Selasa (23/7/2024).

A   A   A   Pengaturan Font

Beijing - Pemerintah Tiongkok akan menyampaikan pandangan soal kekhawatiran terkait kepemilikan senjata nuklir dalam Sesi Kedua Komite Persiapan Konferensi Tinjauan Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (Non-Profliferation Treaty atau NPT) yang akan berlangsung di Jenewa, Swiss pada 22 Juli - 2 Agustus 2024.

"Negara-negara yang memiliki senjata nuklir perlu dengan sungguh-sungguh menanggapi kekhawatiran dan permintaan negara-negara yang tidak memiliki senjata nuklir dan membuat perjanjian atau mengeluarkan pernyataan politik yang melarang penggunaan senjata nuklir lebih dahulu," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Mao Ning dalam konferensi pers di Beijing, Tiongkok pada Selasa.

NPT mulai berlaku sejak 1970 dan diperpanjang tanpa batas waktu pada 1995.

Berdasarkan traktat tersebut, negara-negara yang mempunyai senjata nuklir diwajibkan untuk tidak mengalihkan kepemilikan atau kendali kepada negara penerima senjata nuklir atau alat peledak nuklir lainnya, dan tidak dengan cara apapun membantu, mendorong atau membujuk negara-negara yang tidak mempunyai senjata nuklir untuk memproduksi, memperoleh atau kendali atas senjata atau perangkat tersebut.

Saat ini terdapat 9 negara di dunia yang memiliki senjata nuklir yaitu Amerika Serikat, Rusia, Tiongkok, Perancis, Inggris, Pakistan, India, Israel dan Korea Utara.

"Negara-negara pemilik senjata nuklir perlu mendukung Konferensi Perlucutan Senjata (Conference on Disarmament) untuk segera menyelesaikan instrumen hukum internasional mengenai larangan penggunaan senjata nuklir sebagai ancaman terhadap negara-negara yang tidak memiliki senjata nuklir atau zona bebas senjata nuklir," tambah Mao Ning.

Tiongkok, menurut Mao Ning, meminta semua negara harus mengikuti prinsip "menjaga stabilitas strategis global" dan "keamanan yang setara bagi semua" dan meningkatkan perlucutan senjata nuklir internasional setahap demi setahap dan mendorong kerja sama dalam mengurangi risiko nuklir.

"Selain itu, negara-negara harus secara tegas menentang standar ganda di bidang non-proliferasi nuklir dan tindakan yang menempatkan kepentingan egois geopolitik di atas rezim non-proliferasi nuklir internasional," ungkap Mao Ning.

Dengan memburuknya lingkungan keamanan strategis global dan meningkatnya risiko konflik dan perang nuklir, Tiongkok, kata Mao Ning telah secara aktif memajukan Inisiatif Keamanan Global.

"Kami akan menyerahkan empat kertas kerja dalam pertemuan tersebut yaitu untuk sesi 'No-first-use of Nuclear Weapons Initiative', jaminan keamanan, pengendalian senjata nuklir dan kerja sama kapal selam nuklir AS-Inggris-Australia," kata Mao Ning.

Keempat kertas kerja tersebut, menurut Mao Ning, merupakan usulan Tiongkok untuk mencapai kemajuan dalam peninjauan NPT, memperkuat universalitas, otoritas dan efektivitas NPT, serta memecahkan tantangan keamanan yang dihadapi dunia saat ini.

"Tiongkok berharap dokumen-dokumen tersebut dapat mendapat dukungan aktif dari semua pihak dan dimasukkan dalam dokumen akhir sesi," ungkap Mao Ning.

Dalam NPT diatur juga bahwa negara-negara yang tidak mempunyai senjata nuklir wajib untuk tidak menerima pengalihan atau kendali apa pun atas senjata nuklir atau alat peledak nuklir, dan tidak memproduksi atau memperoleh senjata atau alat tersebut, serta tidak mencari atau menerima bantuan apa pun dalam hal ini.

Negara-negara yang tidak punya senjata nuklir selanjutnya berjanji untuk menerima pengamanan yang dilaksanakan oleh Badan Energi Atom Internasional terhadap semua sumber atau bahan fisi khusus dalam semua kegiatan nuklir damai di dalam wilayah mereka atau di bawah yurisdiksi mereka dengan tujuan untuk mencegah pengalihan dari penggunaan nuklir untuk tujuan damai menjadi senjata nuklir.

Perjanjian tersebut menjamin hak semua negara pihak untuk mengembangkan penelitian, produksi dan penggunaan energi nuklir untuk tujuan damai tanpa diskriminasi dan sesuai dengan kewajiban dasar non-proliferasi.

Komite Persiapan (Preparatory Committee) biasanya mengadakan sesi selama 10 hari kerja dalam tiga tahun menjelang konferensi peninjauan.

Sebagaimana diputuskan oleh negara-negara pihak pada 2000, tujuan dari dua sesi pertama Komite Persiapan adalah untuk mempertimbangkan prinsip, tujuan dan cara-cara dalam rangka mendorong implementasi penuh traktat serta universalitas, dan untuk membuat rekomendasi mengenai hal tersebut untuk Peninjauan Ulang.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top