Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Tiga Tahun Perjalanan BRIN, Birokratisasi atau Birokrasi untuk Riset dan Inovasi?

Foto : The Conversation/Dok.Humas BRIN

Gedung BRIN di Jakarta.

A   A   A   Pengaturan Font

Di sisi lain, dana untuk riset cekak. Dengan asumsi dana riset 'murni' adalah anggaran di luar program 'dukungan manajemen', maka anggaran riset hanya berkisar Rp3 triliun di 2022 dan sekitar Rp2 triliun di 2023 untuk 12 organisasi riset di bawah BRIN. Pemangkasan anggaran yang signifikan tentunya menghambat keberlanjutan proyek-proyek riset. Contohnya adalah kelanjutan pengembangan buoy yang dihentikan akibat kekacauan administrasi dan anggaran, serta pemangkasan pagu anggaran untuk riset lapangan.

Tak hanya buoy, kerumitan birokrasi penelitian di BRIN juga menyebabkan terhentinya sejumlah program strategis nasional lain. Misalnya, pengembangan pesawat udara nirawak medium altitude long endurance atau PUNA-MALE yang disetop karena terdapat perbedaan rencana, program kerja, dan dukungan finansial.

Anggaran BRIN malah dialokasikan untuk program-program yang tidak tepat sasaran seperti "Masyarakat Bertanya BRIN Menjawab" (MBBM). Alih-alih sebagai ruang diseminasi riset, MBBM justru menjadi 'bancakan' anggota Komisi VII DPR RI yang mengarahkan MBBM ke daerah pemilihan mereka hingga 'didomplengi' oleh kegiatan dan atribut partai politik.

Pendanaan riset internal BRIN melalui mekanisme kompetisi turut memicu ketidakpastian anggaran untuk riset. Kepala BRIN berargumen riset Indonesia tidak kompetitif sehingga butuh stimulan guna memicu kompetisi.

Pada akhirnya, sistem ini berimbas pada sejumlah periset BRIN yang tidak mendapatkan dana riset akibat gagal dalam kompetisi.
Halaman Selanjutnya....


Redaktur : -
Penulis : -

Komentar

Komentar
()

Top