Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Keuangan Global - Bank Sentral AS Akan Terus Naikkan Bunga Acuan

The Fed Ajak "Emerging Market" Antisipasi Dini Dampak Suku Bunga

Foto : KORAN JAKARTA/Nyoman Budhiana

BERI PENJELASAN - Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (kanan) dan Presiden Federal Reserve Cabang New York, John Williams saat memberikan penjelasan saat sesi Central Banking Forum 2018 di Nusa Dua, Badung, Bali, Rabu (10/10).

A   A   A   Pengaturan Font

BADUNG - Bank Sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve atau The Fed, mengatakan akan membangun komunikasi secara intensif dan transparan dengan bank-bank sentral di emerging market, agar mereka bisa mengantisipasi lebih dini jika ada kebijakan yang mempengaruhi stabilitas moneter.

Hal itu bertujuan untuk meminimalisasi dampak dari normalisasi kebijakan The Fed, seperti kenaikan bunga acuan, terhadap negara-negara di emerging market termasuk Indonesia.

"Dengan model komunikasi yang baru, kami berharap bank sentral di berbagai negara merespons kebijakan dengan tepat dengan saling berkoordinasi dengan pemerintah," kata Presiden Federal Reserve Cabang New York, John Williams, dalam Central Banking Forum 2018 di Nusa Dua, Badung, Bali, Rabu (10/10).

Central Banking Forum 2018 yang digelar oleh Bank Indonesia (BI) dan Federal Reserve Bank of New York (Fed NY) itu merupakan salah satu rangkaian Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia 2018. Hadir dalam pertemuan tersebut para pemimpin bank sentral dari berbagai negara yang bertujuan menggali perspektif dan pandangan yang berbeda dalam menyikapi perkembangan ekonomi global saat ini.

Williams menjelaskan The Fed akan terus menaikkan suku bunga acuannya atau Fed Fund Rate (FFR) secara bertahap selama beberapa waktu ke depan, dari kisaran 2,00-2,25 persen saat ini. Kebijakan tersebut ditempuh menyusul pulihnya kondisi perekonomian di AS yang diperkirakan akan terus tumbuh dan menguat hingga beberapa tahun lagi.

Williams memaparkan, tingkat pengangguran AS saat ini mencapai titik terendah sejak beberapa tahun terakhir, yakni sebesar 3,7 persen. Sementara itu, tingkat inflasi juga terjaga, yakni masih di kisaran dua persen. Ke depan, ekonomi AS diperkirakan semakin kuat dengan sejumlah stimulus fiskal yang dilakukan otoritas Negara Paman Sam itu.

Williams turut memperkirakan pertumbuhan ekonomi AS tahun ini bisa meningkat sampai tiga persen dan 2,5 persen pada 2019. Di sisi lain, kenaikan FFR turut berdampak terhadap perekonomian di negara lain, terutama negara berkembang.

Williams memandang, dalam hal ini mereka perlu berkomunikasi dan berkoordinasi dengan negara lain karena ekonomi dunia kini saling terhubung, sehingga dampak negatif di suatu negara bukan tidak mungkin berdampak juga ke negara lain.

"Dengan saling terhubungnya ekonomi dunia, kebijakan AS dapat berpengaruh pada ekonomi global, dan pada gilirannya dapat kembali mempengaruhi ekonomi di AS," tutur Williams.

Potensi Risiko

Gubernur BI, Perry Warjiyo, mengapresiasi komitmen Williams untuk terus berkoordinasi dengan negara berkembang. Melalui koordinasi tersebut, Perry memastikan para pengambil kebijakan bisa mendapat gambaran utuh mengenai langkah ke depan dan antisipasi terhadap potensi risiko lainnya.

"Saat ini, ekonomi Indonesia masih stabil dan berdaya tahan, tecermin dari pertumbuhan ekonomi dan inflasi yang baik serta stabilitas sistem keuangan yang terjaga. Namun, tetap harus memperhatikan pengaruh ekonomi global," ujar Perry. Skenario kebijakan yang dilakukan BI dalam menghadapi normalisasi di AS tersebut adalah memastikan daya saing pasar keuangan Indonesia tetap menarik, dan menjaga defisit transaksi berjalan tetap terkendali.

"BI juga selalu hadir di pasar untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Pendalaman pasar keuangan juga terus dipercepat agar pasar keuangan Indonesia semakin prospektif," kata Gubernur BI. Perry juga menyatakan bahwa komunitas internasional dapat saling membantu. Komunikasi yang baik dan jelas, termasuk dari AS, merupakan salah satu faktor kunci mengurangi ketidakpastian.

Negara- negara ekonomi maju juga perlu senantiasa memahami dampak yang mungkin ditimbulkan oleh kebijakannya bagi ekonomi global. Untuk itu, forum kali ini mengangkat tema tentang kebijakan bank sentral menghadapi ketidakpastian global serta mengenai keamanan dan risiko siber bagi bank sentral saat ini.

Forum seperti itu, jelas Perry, diharapkan dapat membantu sinkronisasi kebijakan ekonomi internasional, yang akan menguntungkan baik bagi AS dan negara maju lainnya, maupun bagi negara berkembang.

bud/WP

Penulis : Vitto Budi

Komentar

Komentar
()

Top