Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis
Novalia Pishesha

Temukan Calon Vaksin Covid-19 yang Mudah Diproduksi di Tanah Air

Foto : diaspora.id
A   A   A   Pengaturan Font

Peneliti Indonesia di Amerika Serikat (AS) bernama Novalia "Nova" Pishesha telah menemukan kandidat baru vaksin Covid-19 yang kompatibel dengan teknologi yang ada di Indonesia. Kandidat vaksin yang ditemukan Nova ini lebih murah dan mudah untuk diproduksi, serta lebih gampang untuk didistribusikan, karena tidak perlu lemari ekstra dingin untuk penyimpanannya.
Nova adalah peneliti junior (junior fellow) di Society of Fellows, Universitas Harvard. Pada awal November 2021 lalu, ia menerbitkan jurnal ilmiah tentang kandidat vaksin Covid-19 berbasis protein yang dikembangkannya, yang menyasar langsung sel-sel penyaji antigen (antigen-presenting cells/APCs) pada jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America (PNAS). Ia beserta timnya mengujicobakan vaksin itu terhadap tikus muda dan tua. Hasilnya, metode itu memicu kekebalan tubuh tikus terhadap SARS-CoV-2 yang merupakan virus penyebab Covid-19, dan variannya.
"Kandidat vaksin ini 100 persen efektif, karena semua tikus, jika Anda lihat datanya, terlindungi," ujar Nova saat diwawancarai kantor berita VoA di kantornya di Boston Children's Hospital, Massachusetts, pada 20 Oktober lalu.
Nova mulai memimpin penelitian itu bersama koleganya, Hidde Ploegh dan Thibault J Harmand, pada April 2020, sebulan setelah pengumuman status pandemi Covid-19 oleh World Health Organization (WHO). Kala itu, Nova mendapat gagasan untuk menggunakan teknologi nanobodi yang sebelumnya ia kembangkan untuk pengobatan penyakit autoimun.
Menurut Nova, vaksin berbasis protein yang ia kembangkan memiliki sejumlah kelebihan dibanding vaksin-vaksin COVID-19 lain yang sudah beredar.
"Karena (vaksin) ini kan berbasis protein, jadi lebih mudah untuk dibuat, untuk didistribusikan juga sangat mudah, karena kalau misalnya (vaksin) mRNA kan harus (disimpan pada suhu) dingin, terus vaksin yang lain juga harus dingin. Kalau yang ini bisa dikeringkan, jadi dilyophilized (pengeringan beku), jadi bisa ringan juga untuk ditransfer ke mana-mana. Ditinggal di suhu ruangan satu-dua minggu juga nggak apa-apa," papar doktor lulusan Massachusetts Institute of Technology (MIT) itu.
Nova juga mengatakan ia sengaja mengembangkan vaksin berbasis protein agar mudah diproduksi di Indonesia, yang sudah memiliki teknologi mapan untuk memanufaktur vaksin-vaksin berbasis protein.
"Pada akhirnya, saya harap vaksin ini nantinya bisa digunakan di Indonesia. Saya pikir sesuai rencana, pada intinya saya ingin menggunakan teknologi yang memang kapasitas manufakturnya sudah ada di sana. Itu sebabnya saya tidak begitu ingin meneliti (vaksin) mRNA, karena butuh waktu beberapa tahun untuk membangun kapasitas manufakturnya hingga berada pada skala yang diperlukan, karena di AS pun teknologi itu masih sangat baru," pungkas dia. VoA/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : Ilham Sudrajat

Komentar

Komentar
()

Top