Tatap Muka Sangat Diperlukan untuk Dapat Mengungkap Kebenaran Materiel
Foto: Foto: IstimewaSidang ini dilakukan sesuai dengan imbauan Mahkamah Agung (MA) dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Selama Masa Pencegahan Penyebaran Covid-19 di Lingkungan MA dan Badan Peradilan di bawahnya pada 23 Maret 2020 lalu.
Dalam surat edaran itu tertuang bahwa persidangan perkara pidana, pidana militer dan jinayah tetap dilaksanakan khusus terhadap perkara-perkara yang terdakwanya sedang ditahan dan penahanannya tidak dapat diperpanjang lagi. Persidangan tanpa tatap muka ini, menuai tanggapan positif dan negatif dari masyarakat.
Untuk itu, Koran Jakarta mengupas kebijakan persidangan melalui video conference ini dengan pakar hukum pidana Universitas Parahyangan, Agustinus Pohan, Jakarta. Berikut petikannya.
Bagaimana tanggapan Bapak soal sidang melalui video conference?
Untuk situasi darurat dapat saja dilaksanakan sekalipun mungkin tidak dapat sebaik sidang dengan tatap muka. Salah satunya karena belum terbiasa dan tidak dapat menangkap gesture (sikap) terperiksa dengan baik.
Lebih baik persidangan melalui video conference ini tidak dilakukan?
Pada hemat saya, kalau tidak ada kekhawatiran melarikan diri atau merusak alat bukti, lebih baik diberikan penangguhan penahanan (bagi yang tersangkanya telah ditahan) dan sidang dilakukan setelah Covid-19 reda atau berakhir.
Untuk situasi darurat, terhadap perkara yang terdakwanya sedang ditahan, bisa saja dilakukan untuk menghindari habisnya masa penahanan sebelum putusan. Namun, untuk yang lainnya sebaiknya tidak dilakukan sidang lewat video conference.
Menurut Bapak, apakah persidangan melalui video conference tidak maksimal?
Ya tidak maksimal, bisa dilakukan terbatas untuk situasi darurat. Persidangan hukum pidana untuk mencari kebenaran materiel. Saya hanya mengkhawatirkan akan tidak efektif karena tidak biasa dan gagal menangkap yang tidak diucapkan.
Sidang pidana bukan untuk coba-coba, ini berkaitan dengan nasib seseorang. Dalam hal tertentu bisa juga soal nyawa. Jadi, kalau tidak karena terpaksa sekali baiknya ditunda. Masalah ini muncul karena persoalan batas waktu penahanan, karenanya terkait tindak pidana korupsi (Tipikor), saya usul diberikan penangguhan penahanan jika dimungkinkan.
Apa yang dikhawatirkan dari sidang melalui video conference ini?
Saya khawatir ada hambatan untuk dapat memenuhi tujuan mencari kebenaran materiel bila sidang tidak dilakukan secara tatap muka. Yang dipersoalkan, apakah sidang melalui video conference ini, kita bisa menangkap hal-hal yang tidak diucapkan.
Sebagai bangsa dengan non-verbal culture, barang kali tatap muka sangat diperlukan untuk dapat mengungkap kebenaran materiel.
Apakah dengan sidang video conference ini seorang terdakwa hingga saksi dapat dengan mudah berbohong dalam memberikan pernyataan?
Ini bukan soal kebohongan, bohong bisa juga terjadi dalam persidangan biasa. Tapi dikhawatirkan kegagalan menemukan kebenaran materiel.
Jika persidangan tetap harus dilakukan bagaimana Pak?
Video conference ada hambatan untuk dapat menangkap yang tidak diucapkan. Kalau terpaksa untuk dilakukan, ya, apa boleh buat. Namun, bila tidak ada kedaruratan, ditunda saja (persidangannya) sampai Covid-19 reda. yolanda permata putri syahtanjung/P-4
Redaktur: Khairil Huda
Penulis:
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Pemerintah Sosialisasikan Hasil COP29 Sembari Meluncurkan RBC-4
- 2 Regulasi Baru, Australia Wajibkan Perusahaan Teknologi Bayar Media Atas Konten Berita
- 3 RI Harus Antisipasi Tren Penguatan Dollar dan Perubahan Kebijakan Perdagangan AS
- 4 Jika Alih Fungsi Lahan Pertanian Tak Disetop, Indonesia Berisiko Krisis Pangan
- 5 Segera diajukan ke Presiden, Penyederhanaan Regulasi Pupuk Subsidi Masuk Tahap Final