Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Impor Beras - Impor Beras pada 2018 Capai 2,25 Juta Ton, Tertinggi sejak 2012

Tata Kelola Pangan Perlu Perbaikan

Foto : ANTARA/Susmiyatun Hayati
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Meskipun sebagai negara agraris, impor pangan, terutama beras, cenderung besar tiap tahun seiring meningkatnya kebutuhan di tengah penurunan produktivitas sektor pertanian akibat keterbatasan lahan dan jumlah petani. Institute For Development of Economics and Finance (Indef) mencatat impor beras pada 2018 sebanyak 2,25 juta ton.

Catatan itu merupakan impor tertinggi kedua setelah 2011 yang mencapai 2,75 juta ton. "Impor beras ini kecenderungannya terus meningkat. 2018 itu impor tertinggi kedua setelah 2011. Trennya terus menigkat dan akan terus terjadi mengingat konsumsi kita juga meningkat," kata peneliti Indef, Rusli Abdullah, di Jakarta, Kamis (14/2).

Rusli menyebutkan, sejak 2000, Indonesia memang kerap melakukan impor beras. Meski demikian, besarnya berfluktuasi berdasarkan kebutuhan mulai dari 200 ribu ton hingga hampir tiga juta ton. Meski impor disebutnya tak bisa dihindari, Rusli mengatakan data yang valid diharapkan akan membuat kebijakan soal beras bisa lebih baik.

Menurut dia, impor bisa dikurangi jika tata kelola di produsen (petani) diperbaiki termasuk dengan mengurangi rantai tata niaga pangan. "Kita punya senjata, kita punya data valid sehingga kebijakan beras bisa lebih baik," katanya. Seperti diketahui, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengungkapkan impor beras dilakukan untuk stabilisasi harga dan menjaga inflasi tetap di level yang diharapkan, yakni 3,5 persen.

"Kita bukan hanya semata- mata bicara pemilu, kita bicara inflasi, bicara harga yang naik tidak mungkin kita biarkan. Bulan apa pun tidak mungkin dibiarkan karena kita akan tetap menjaga inflasi 3,5 persen," kata Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita, beberapa waktu lalu.

Optimalkan Bulog

Namun, upaya stabilisasi inflasi dan harga dengan pendekatan impor beras dinilai kurang tepat. Pemerintah perlu mengoptimalkan peran Bulog sebagai stabilisator pangan di Tanah Air. Bulog seharusnya dapat menyerap beras dari petani secara maksimal, salah satunya dengan penetapan harga pembelian pemerintah (HPP) yang masuk akal.

Langkah itu dimaksudkan untuk meningkatkan cadangan Bulog, tanpa melakukan impor. "Apabila diperlukan mungkin dapat mempertimbangkan perubahan HPP. Kalau HPP tidak diubah, bisa jadi si petani enggan menjual ke Bulog dan dikhawatirkan memilih jalur distribusi lain yang belum tentu legal," ujar Peneliti Center for Indonesian Policy Studies, Assyifa Szami Ilman, beberapa waktu lalu.

Baca Juga :
Mutasi Rekening

mad/Ant/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Muchamad Ismail, Antara

Komentar

Komentar
()

Top