Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kualitas Udara Buruk

Tanpa ERP Polusi dari Emisi Kendaraan Sulit Diturunkan

Foto : ANTARA/HAFIDZ MUBARAK A

UNTUK KURANGI MACET DAN POLUSI, ASN PEMPROV DKI JAKARTA WFH I Suasana kemacetan di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Jumat (18/8). Pemprov DKI Jakarta melakukan uji coba kebijakan work from home (WFH) 50 persen bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemprov DKI Jakarta mulai 21 Agustus 2023 untuk mengurangi kemacetan dan polusi udara yang sangat buruk beberapa hari terakhir di Jakarta.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Kualitas udara yang buruk saat ini bukan hanya terjadi di Jakarta, namun telah menyebar ke berbagai daerah di Indonesia. Sebab itu, pemerintah harus melakukan penanganan sesuai kondisi daerah masing-masing.

Anggota Komisi VII DPR, Sartono Hutomo, mengatakan kondisi tersebut sangat memprihatinkan. "Tentu ini menjadi pekerjaan yang harus cepat diatasi karena menyangkut kesehatan manusia," kata Sartono.

Berdasarkan situs pemantau udara IQAir, Selasa 16 Agustus 2023, urutan kota/kabupaten paling berpolusi adalah Kalimantan Barat dengan kadar particulate matter (PM) 2,5 sebesar 191 ug/m3, kemudian Tangerang Selatan (156 ug/m3), Kota Serang (150 ug/m3), Kota Tangerang (134 ug/m3), Jambi (119 ug/m3), Bandung (111 ug/ m3), dan urutan ke tujuh Kota Jakarta (109 ug/m3).

Pemerintah, katanya, harus memberi perhatian khusus pada penanganan polusi tersebut karena sudah begitu menyebar ke berbagai wilayah dan sangat berdampak terhadap kesehatan masyarakat.

Dia mengatakan beberapa sektor yang berkontribusi cukup besar pada persoalan polusi, di antaranya industri, PLTU, transportasi, kehutanan, dan lain-lain. Semua sektor tersebut harus meng-upgrade teknologi yang pro udara bersih, sehingga bisa meminimalisasi tingkat polusi. Standardisasi teknologi, katanya, memang bisa menjadi tolok ukur untuk mengatasi pencemaran, termasuk juga pemberian izin pengelolaan yang harus memenuhi syarat ramah lingkungan.

Belum Optimal

Sementara itu, peneliti Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) Universitas Gadjah Mada (UGM), Iwan Puja Riyadi, mengatakan ada banyak penyebab polusi yang masing-masing klaster penyebabnya harus diteliti.

Untuk kasus Jakarta misalnya, transportasi menjadi salah satu penyumbang utama polusi. Sudah banyak hal dilakukan di Jakarta untuk mengurangi transportasi pribadi, salah satunya dengan penambahan transportasi publik. "Tapi, semua belum optimal karena faktor push-nya lemah. Pool and push, pool-nya ada, tapi push-nya masih lemah. Transportasi pubik harus lebih nyaman dan frekuensinya ditingkatkan terutama di jam-jam sibuk," kata Iwan.

Push adalah usaha keras untuk memaksa publik untuk meninggalkan mobil pribadi dan berpindah ke transportasi publik.

Negara, katanya, masih memfasilitasi keinginan, bukan kebutuhan. Mobil pribadi adalah simbol keinginan, bukan kebutuhan warga akan transportasi yang baik bagi semuanya. Meskipun aneka pengganti mobil pribadi sudah diberikan seperti di Jakarta, masyarakat masih susah untuk berpindah ke transportasi publik. "Push-nya harus diperkeras. Bikin SIM bikin mahal, electronic road pricing atau jalan berbayar, tarif pelanggaran motor mobil dimahalkan. Kalau itu tidak dilakukan, susah untuk meninggalkan mobil pribadi," kata Iwan.

ERP dan penambahan transportasi massal dinilai paling pas, terutama pengadaan bus sehingga otomatis menghemat konsumsi bahan bakar. Penghematan itu ditambah tarif yang diperoleh dari ERP bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional.

Sementara itu, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) melalui Ketua Kelompok Kerja Masalah Rokok dari PDPI, Feni Fitriani Taufik, menilai pembersihan udara Jakarta memerlukan waktu yang panjang. "Target penurunan PM 2,5 menjadi 5 ug/m diperkirakan baru bisa terealisasi pada 2050, dan dapat mengurangi resistensi antibiotik sebesar 16,8 persen dan mencegah 23,4 persen kematian dini akibat resistensi antibiotik," kata Feni dalam sebuah webinar.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Eko S

Komentar

Komentar
()

Top