Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Taman Nasional Baluran Ikon Banyuwangi

Foto : koran jakarta/selocahyo
A   A   A   Pengaturan Font

Nama Taman Nasional Baluran sudah tak asing lagi bagi sebagian masyarakat Indonesia, khususnya warga Jawa Timur. Kawasan hutan lindung di Jawa Timur, dengan hamparan sabana (padang rumput) yang mendominasi 40 persen dari seluruh areal taman dengan luas 25 ribu hektare tersebut. Pemandangan sabana dan Gunung Baluran yang mirip Gunung Kilimanjaro itu membuat ikon pariwisata Banyuwangi ini mendapat julukan "Little Africa" dari para turis.

Baluran menjadi istimewa karena kelengkapan koleksinya. Selain aneka koleksi satwa langka, dan beragam vegetasi seperti hutan musim, hutan pegunungan bawah, hutan rawa dan hutan hijau sepanjang tahun, kawasan yang ditetapkan sebagai suaka margasatwa oleh pemerintahan Hindia Belanda pada 1937 ini juga memiliki kawasan pantai yang memanjang di sisi utara.

Adalah Pantai Bama. Bagi wisatawan yang pernah "dolan" ke Baluran dan menyusuri jalur utama hingga ujungnya, pasti mengenal Pantai Bama. Ya, Pantai Bama adalah salah satu ciri keunikan Baluran, berupa garis pantai putih yang memanjang, dengan air sejernih kaca dan sapuan ombak tenang. Meski berupa kawasan pantai, kita akan merasakan sensasi sejuk yang menerpa wajah dan pandangan dari desir angin laut serta rimbunnya pepohonan hutan mangrove dan hutan pantai di sepanjang pesisirnya.

Secara administrasi, Pantai Bama yang terletak di Desa Sumberwaru, Kecamatan Batuputih, itu masuk dalam wilayah Kabupaten Situbondo. Namun, karena Taman Nasional Baluran berada di perbatasan Banyuwangi dan Situbondo, maka wisatawan lebih banyak menyebut kawasan itu ada di Banyuwangi yang selama ini gencar melakukan pemasaran beragam destinasi wisata.

Untuk sampai ke lokasi pantai, pengunjung harus menyusuri jalur sepanjang 12 kilometer yang dimulai dari gerbang masuk Taman Nasional Baluran, di Jalan Banyuwangi-Situbondo kilometer 35, Desa Wonorejo, Kecamatan Banyuputih. Sepanjang perjalanan, pengunjung akan disajikan keindahan Taman Nasional Baluran, yang hijau di musim hujan dan meranggas kekuningan pada musim kemarau.

Sesampai di lokasi pantai, bersiaplah disambut asli "penduduk" pantai, yaitu kawanan kera ekor panjang (Macaca Fascicularis). Puluhan kera berbulu kelabu, kecil maupun besar akan langsung menyerbu pengunjung, untuk berusaha mendapatkan makanan. Bila tidak diberi, jangan kaget kalau bekal makanan yang kita bawa akan direbut, bahkan sebagian dari kera berani masuk ke kendaraan untuk mencari makanan.

Sebagai perhentian terakhir Taman Nasional Baluran, Pantai Bama dilengkapi sejumlah fasilitas untuk memanjakan wisatawan. Sebut saja restoran, kamar bilas, toilet, tempat ibadah, hingga pondok peristirahatan dengan beach view. Untuk yang sempat menginap, baik sekadar membuka tenda atau menyewa kamar, siapkan kamera Anda untuk mengabadikan sang fajar muncul dari horizon biru lautan yang tenang.

Pasir Pantai Bama terdiri dari pasir hitam, putih, batu pantai yang hitam kecil, dan lereng karang. Vegetasi pantai yang tumbuh berupa formasi Baringtonia yang berkembang baik, pandan (Pandanus tectorius), Pemphis acidula, Acrophora, Porites lutea, Serioptophora histerix, dan Stylophora sp.

Rasakan sensasi kelembutan pasirnya yang sehalus bedak di sela-sela jari. Langkahkan kaki menyusuri garis pantai yang dipenuhi rerimbunan pohon mangrove sambil bercanda dengan rekan kita. Untuk yang hobi mancing, tersedia jembatan pandang yang cocok untuk lokasi melemparkan joran, atau sekadar menemukan sudut pandang pantai yang lebih cantik.

Sementara bagi pencinta satwa, jangan kaget kalau tiba-tiba ada biawak (Varanidae), atau kucing bakau (Prionailurus viverrinus) yang melintas di antara sela-sela pohon bakau. Kelebatan unggas laut seperti bangau tong-tong (Leptoptilos javanicus), camar (Laridae), bahkan burung hutan semacam rangkong (Buceros rhinoceros) terkadang tampak terbang di atas pepohonan.

Sementara air lautnya yang jernih, seolah tak henti-henti memanggil para penggemar snorkeling. Ya, wisatawan yang berminat bisa menyewa peralatan snorkeling untuk dapat menikmati keindahan terumbu karang Pantai Bama yang masih asli tak terjamah, serta beragam ikan warna-warni di dalamnya.

Bagi pengunjung yang beruntung akan bisa menyaksikan perkelahian rusa yang kerap terjadi antara bulan Juli dan Agustus. Ada juga aktivitas unik kera ekor panjang yang mencari kepiting untuk kudan dengan menggunakan ekornya sebagai umpan pancing saat air laut sedang surut.

Tak jauh dari pantai, sekitar 500 meter menembus hutan yang rapat dengan pepohonan kendayakan (Bauhinia Hirsuta), pengunjung dapat mencoba kesegaran air Sumber Manting. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, air dari sumur yang tidak pernah kering sepanjang tahun, dapat membuat awet muda siapa saja yang minum. Sumur berdiameter 1,5 meter dengan kolam kecil di sampingnya itu juga dikenal sebagai habitat macan tutul mencari air.

Kisah Sumur Sumber Manting berawal dahulu kala, saat sesepuh kawasan Baluran, Eyang Cungking, tengah menggembalakan kerbau. Saat waktu shalat dzuhur tiba, Eyang Cungking yang tengah mencari air wudhu secara tidak sengaja terpeleset hingga jatuh. Anehnya, lekukan tanah bekas jatuh malah mengeluarkan air, yang kemudian dia gunakan untuk berwudhu. Pengunjung yang datang ke Sumur Sumber Manting tak perlu khawatir bertemu macan, karena tentu satwa liar yang ketakutan bertemu manusia. Namun sebaiknya, pengunjung bersiap diserbu gigitan nyamuk hutan yang ganas, baik di sekitar sumur maupun sepanjang jalan setapak yang dilalui. SB/E-3

Hutan Hijau Sepanjang Tahun

Pantai Bama dengan aneka satwa, dan Sumur Sumber Manting bukanlah satu-satunya daya tarik Taman Nasional Baluran. Dalam perjalanan menuju Pantai Bama, sekitar 6 kilometer dari pintu gerbang Baluran pengunjung akan disambut deretan pohon Ketapang (Terminalia Catappa).

Sekilas rerimbunan tumbuhan dari keluarga Combretaceae itu hanyalah pemandangan biasa, namun justru lokasi tersebut adalah fenomena paling unik dari hutan Baluran. Ya, kalangan wisatawan mengenal kawasan ini sebagai "evergreen", atau kawasan Hijau Sepanjang Masa.

Pengunjung yang datang pada musim penghujan tidak akan merasakan bedanya, namun saat kemarau akan tampak jelas. Saat kita melintas di jalur yang disediakan, deretan pohon dengan ranting dan daun kering sepanjang perjalanan tiba-tiba berubah hijau saat memasuki kawasan evergreen.

Entah mengapa, kawasan ini memang tidak pernah terpengaruh ganasnya terik kemarau. Serunya lagi bila dilihat dari atas (langit), kawasan evergreen akan terlihat membentuk garis hijau lurus, berawal dari kaki Gunung Baluran yang merupakan zona inti Taman Nasional, memanjang hingga menembus ke sisi pantai.

Salah satu petugas Taman Nasional Baluran, Sofyan, mengatakan evergreen yang didominasi pohon Ketapang tersebut telah banyak menarik perhatian para peneliti, baik dari dalam negeri atau dari mancanegara.

"Para ahli memperkirakan ada sungai bawah tanah di sepanjang jalur kawasan evergreen ini. Mulai dari Gunung Baluran dan berakhir hingga di pantai," tuturnya.

Bagi yang berminat, sebaiknya memang datang ke Taman Nasional Baluran pada musim kemarau. Selain dapat menyaksikan keunikan fenomena evergreen, peluang pengunjung untuk dapat bertemu dengan aneka satwa asli Baluran semakin besar. Baik banteng (Bos javanicus), kerbau liar (Bubalus bubalis), Kijang (Muntiacus muntjak) dan rusa (Cervus timorensis russa) kerap terlihat melintas di jalur evergreen untuk mencari air.

"Kalau ingin bertemu hewan, apalagi burung merak yang sensitif, disarankan datang pagi hari begitu loket buka. Begitu kendaraan pertama melewati jalur, butuh waktu lebih dari satu jam bagi satwa untuk mau menampakkan diri lagi, kecuali kera yang justru datang minta makan," tambah Sofyan.

Untuk mencapai Taman Nasional Baluran tidaklah sulit. Paling mudah menggunakan mobil pribadi atau sewa, dari arah Kota Banyuwangi ambil arah menuju jalan Banyuwangi-Batangan dilanjutkan ke Bekol. Sementara dari arah Situbondo, ambil arah ke Batangan, lanjutkan ke Bekol.

Pada kilometer Jalan Banyuwangi-Situbondo, Desa Wonorejo, ambil sisi kanan dan masuki gerbang taman. Setiap hari loket buka mulai pukul 08.00 dan tutup pukul 16.00. Bagi yang ingin merasakan sensasi bertualang, disarankan menyusuri hutan dengan bersepeda atau jalan kaki, demi mendapatkan pengalaman yang tak terlupakan. SB/E-3

Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top