Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Proyeksi 2024 I Kondisi Ekonomi dan Politik Diharapkan Stabil di Tahun Pemilu

Tahun Politik Banyak Diwarnai Faktor Ketidakpastian

Foto : Sumber: IMF, BI - KJ/ONES
A   A   A   Pengaturan Font

» Konsumsi domestik masih jadi penopang utama pertumbuhan asal inflasi terjaga pada kisaran 3-3,5%.

» Kini muncul tantangan dalam bentuk volatilitas di pasar keuangan di AS yang makin tidak predictable.

JAKARTA - Berbagai tantangan ekonomi nasional dan global di masa depan, khususnya pada tahun politik akan membayangi Indonesia.

Tantangan paling menonjol yang dihadapi bangsa Indonesia menjelang akhir 2023 hingga awal tahun politik 2024 adalah terus meningkatnya suku bunga global.

"Kita harus menjaga optimisme, namun tetap waspada terhadap tantangan yang mungkin terjadi," kata pengamat ekonomi Fakhrul Fulvian di Jakarta, Kamis (26/10).

Pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia (UI), Eugenia Mardanugraha, mengatakan kenaikan suku bunga global makin memicu terjadinya perebutan likuiditas antarnegara. "Pemerintah harus menghitung dengan cermat berapa modal pemerintah dan swasta yang dapat digunakan dan di mana modal tersebut berada," ungkapnya.

Walaupun banyak modal milik pengusaha Indonesia yang ditempatkan di luar negeri, tetapi perlu upaya serius pemerintah menarik penempatannya ke dalam negeri. Upaya tersebut dengan membangun sistem keuangan yang kuat dan aman, menaikkan suku bunga agar lebih menarik dan kompetitif serta menawarkan insentif agar pemilik modal swasta menarik dananya ke Indonesia.

Dihubungi terpisah, Direktur Indef, Tauhid Ahmad, mengatakan ekonomi sampai akhir tahun dan kuartal pertama tahun depan akan sangat tergantung pada proses pemilu dan transisi kekuasaan. Jika pemilu dan transisi kekuasaan berlangsung dengan damai dan mulus maka ekonomi Indonesia akan relatif stablil.

"Semua tergantung pada proses pemilu dan transisi kekuasaan. Kalau akhir tahun akan ada Natal dan Tahun Baru, sehingga konsumsi masyarakat akan meningkat. Saya kira tidak ada yang membuat ekonomi lebih baik atau drop sampai akhir tahun ini," kata Tauhid.

Faktor utama yang berpengaruh terhadap ekonomi nasional menurut Tauhid adalah faktor ekternal yakni era suku bunga tinggi yang belum akan berakhir dalam waktu dekat. Begitu pula perdagangan luar negeri khususnya pangan dan energi yang harganya melambung.

"Faktor utama adalah tekanan global, dan satu-satunya yang bisa kita optimasi adalah pemilu damai sehingga investor tetap percaya bahwa Indonesia tempat menanam uang yang aman," kata Tauhid.

Sementara itu, Direktur Celios, Bhima Yudhistira, mengatakan proyeksi ekonomi 2024 diperkirakan tumbuh pada kisaran 4,9-5 persen year on year. Konsumsi domestik masih akan jadi penopang utama pertumbuhan dengan catatan tingkat inflasi bisa dijaga pada kisaran 3-3,5 persen sehingga daya beli kelompok menengah bisa solid. Sementara kinerja ekspor tertahan pelemahan permintaan Tiongkok dan sentimen geopolitik.

"Tantangan dari sisi ekspor perlu dipetakan sejak dini mulai dari pencarian pasar alternatif hingga mendorong ekspor bernilai tinggi. Belanja pemerintah yang cenderung populis selama tahun pemilu ikut mendorong ekonomi riil, namun porsi terhadap PDB hanya berkisar 8-9 persen," tutup Bhima.

Tantangan Bergeser

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan tantangan di lingkungan perekonomian global perlu diwaspadai kendati APBN hingga saat ini masih dalam posisi baik.

"Indikatornya adalah risiko dan ketidakpastian, terutama dari global meningkat dan itu memberikan dampak rembesan atau spillover ke dalam negeri yang berpotensi bisa mempengaruhi mulai dari nilai tukar, kemudian inflasi, dan pertumbuhan ekonomi kita. Karena volatilitas atau gejolak dari pasar keuangan ini memiliki dampak di sektor riil," ujarnya.

Di Amerika Serikat (AS), terjadi gejolak dari imbal hasil (yield) US Treasury tenor 10 tahun yang mengalami lonjakan hingga di atas 5 persen, tertinggi sejak tahun 2007.

Selain itu, tingkah laku dari US Treasury menjadi sangat tidak bisa ditebak dan tidak stabil sehingga menyebabkan gejolak di negeri tersebut dan di seluruh dunia mengingat banyak investor dari berbagai negara yang membeli Surat Berharga Negara (SBN) AS.

"Inilah yang kami sampaikan, tantangan bergeser. Kalau dulu kita ngomongin pandemi, pandemi, pandemi, namun kini muncul dalam bentuk volatilitas di pasar keuangan, terutama di AS yang makin tidak predictable. Tentu saya tambahkan di AS juga memiliki masalah internal politik seperti kongresnya yang tidak memiliki pimpinan," ungkap Sri Mulyani.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Antara, Fredrikus Wolgabrink Sabini, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top