Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Tabungan Masyarakat Menurun, Tren Belanja Naik, Haruskah Kita Khawatir?

Foto : The Conversation/Shutterstock/Dimas992

Ilustrasi.

A   A   A   Pengaturan Font

Rhino Akbarinaldi, Monash University; Arif Perdana, Monash University, dan Riki Rachman Permana

Pada Maret-April lalu, yakni saat selama Ramadan, aktivitas konsumsi masyarakat meningkat. Periode ini memang menjadi momen kunci tahunan ketika keinginan masyarakat Indonesia untuk berbelanja naik secara signifikan sebagai bentuk euforia keagamaan.

Sebagai negara dengan 87% dari total populasinya beragama Islam, peningkatan konsumsi saat Ramadan dan Lebaran berdampak positif terhadap ekonomi Indonesia. Kontribusi konsumsi rumah tangga ke pertumbuhan ekonomi pada triwulan kedua 2023 mencapai 53,31%. Total peredaran uang kertas, uang logam, dan simpanan berupa tabungan, giro serta deposito berjangka (M2) tetap tumbuh positif 5,5% pada April 2023 dan 6,2% pada Maret 2023. Adapun proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional berada pada kisaran 5% pada triwulan I dan II 2024, didukung pencairan tunjangan hari raya (THR) dan bantuan sosial hingga Juni 2024.

Optimisme ekonomi masyarakat yang tampak meningkat menjadi indikator positif dalam pemulihan pascakrisis. Namun, meningkatnya kegiatan belanja ini dapat berdampak pada penurunan tabungan masyarakat, terutama di kalangan kelas bawah.

Data Survei Konsumen Bank Indonesia November 2023 menunjukkan rasio tabungan terhadap pendapatan menurun, sementara pengeluaran dan pembayaran cicilan meningkat. Selain itu, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang terdiri dari berbagai jenis simpanan seperti giro, tabungan, dan deposito berjangka selama 2023 juga relatif rendah. Penurunan ini menandakan bahwa pemenuhan kebutuhan konsumsi erat kaitannya dengan tabungan. Penurunan tabungan, utamanya pada kelompok dengan tabungan yang relatif kecil, mengisyaratkan bahwa pemenuhan kebutuhan sehari-hari, khususnya pembelian barang konsumsi, mungkin bergantung pada dana tabungan.

Perubahan pola konsumsi

Pada Maret 2024, bertepatan dengan musim lebaran, Survei Konsumen Bank Indonesia pun mengungkapkan peningkatan optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi. Ini terlihat dari dengan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), sebuah ukuran keseluruhan keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi untuk enam bulan mendatang, yang mencapai 123,8-naik dari 123,1 bulan sebelumnya

Kenaikan ini didukung oleh Indeks Ekonomi Saat Ini (IKE) yang juga meningkat ke 113,8 pada Maret, dibandingkan 110,9 pada Februari 2024. IKE mengukur persepsi konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini, termasuk ketersediaan lapangan kerja dan penghasilan.

Data dari Mandiri Spending Index (MSI) menunjukkan bahwa minat belanja masyarakat Indonesia pada bulan Ramadhan tahun ini naik signifikan jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Kenaikan minat belanja ini terjadi pada kategori supermarket yang erat dengan pembelian barang konsumsi (consumer goods) untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Pertumbuhan pembelian barang di kelompok ini pada bulan Maret 2024 mencapai 24,9%, jauh lebih tinggi apabila dibandingkan dengan Ramadhan sebelumnya pada April 2023 yang hanya sebesar 18,6%.

Menariknya, penurunan pertumbuhan justru terjadi pada kelompok fashion, yang biasanya identik dengan belanja Ramadhan, yang merosot dari 12,1% menjadi 8,3%.

Namun, data MSI juga mencatat adanya penurunan tabungan di semua lapisan masyarakat sejak Mei 2023. Penurunan paling drastis dialami masyarakat kelas bawah, yaitu kalangan masyarakat yang rata-rata tabungannya kurang dari Rp1 juta.

Selama pandemi, banyak masyarakat yang menahan konsumsi dan memilih untuk meningkatkan tabungan sebagai bentuk antisipasi. Namun, dengan berakhirnya pandemi dan datangnya bulan Ramadhan, terjadi peningkatan keinginan berbelanja yang berdampak pada penurunan tabungan tersebut.

Penurunan tabungan di kalangan kelas bawah dan peningkatan pengeluaran untuk barang konsumsi dasar menunjukkan bahwa tabungan mereka digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Inflasi tinggi selama Ramadan 2024 memaksa masyarakat, terutama kelas bawah, untuk menggunakan tabungan mereka demi kebutuhan dasar. Menurut BPS dan Bank Indonesia, inflasi Ramadan 2024 cukup signifikan sehingga mengurangi daya beli masyarakat.

Di sisi lain, konsumsi barang tersier seperti pembelian baju baru, yang biasanya meningkat selama Ramadan, tidak terjadi pada tahun ini. Masyarakat lebih memprioritaskan kebutuhan dasar.

Penurunan pembelian barang tersier mencerminkan tekanan ekonomi yang memaksa masyarakat berfokus pada kebutuhan primer. Dengan demikian, peningkatan pengeluaran untuk barang konsumsi dasar dan penurunan konsumsi barang tersier dapat dijelaskan melalui tekanan inflasi yang tinggi dan perubahan prioritas pengeluaran masyarakat kelas bawah selama Ramadan 2024.

Dalam interpretasi grafik di atas, terdapat tiga kelompok ekonomi; "kelompok bawah," "kelompok menengah," dan "kelompok atas," yang masing-masing menunjukkan perilaku berbeda dalam hal perilaku berbelanja (Spending Index/Indeks Pengeluaran/MSI) dan menabung (Saving Index/Indeks Tabungan).

MSI kelompok bawah yang naik drastis dengan Indeks Tabungan yang menurun signifikan menandakan peningkatan kepercayaan konsumen yang tidak sebanding dengan kemampuan menyimpan. Ini mungkin turut dipengaruhi oleh inflasi.

Sementara itu, kelompok menengah dan atas menunjukkan skor Indeks Pengeluaran dan Indeks Tabungan yang lebih mendatar: perilaku pembelanjaan mereka lebih terkendali dan stabil.

Menakar berdasarkan data media sosial

Analisis mendalam mengenai pola konsumsi dan tabungan ini penting untuk mengembangkan kebijakan ekonomi dan sosial yang efektif, mendukung ekonomi yang inklusif, dan memahami tantangan ekonomi yang dihadapi oleh masyarakat kelas bawah.

Terkait fenomena ini, tim peneliti dari Monash Data & Democracy Research Hub menganalisis lebih dari 157 ribu percakapan masyarakat di platform sosial media X/Twitter dan juga lebih dari 123 ribu pemberitaan di media daring selama Januari - April 2024. Kami menggunakan kata kunci adalah tabungan, menabung, THR, belanja, sandwich generation, uang sekolah, dan naik harga.

Hasilnya, kata-kata yang dominan di percakapan media sosial selama Januari hingga April 2024 adalah kata-kata terkait pengeluaran uang seperti "beli", "bayar", "duit" dan juga tujuan pembelanjaan seperti "makan" dan "beras". Namun, selama Maret - April 2024 terdapat distorsi pada percakapan karena kata kunci ini juga digunakan oleh beberapa platform e-commerce? untuk melakukan promosi seperti "promo", "bagi-bagi THR", "giveaway" dan "saldo".

Menarik untuk dicermati bahwa emotikon wajah sedih selalu muncul setiap bulan. Ini yang bisa jadi menandakan adanya kecemasan yang mendalam tentang stabilitas finansial, meskipun ada kegiatan promosi yang dirancang untuk meningkatkan pengeluaran konsumen.

Menganalisis sentimen dengan melibatkan emotikon dapat memberikan wawasan berharga tentang konteks emosional dan sentimen masyarakat terhadap situasi yang sedang dianalisis.

Haruskah kita khawatir?

Pada April 2024, Bank Indonesia meningkatkan suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi 6,25%, sebuah langkah yang dilakukan pertama kali sejak Oktober 2023. Kenaikan ini bertujuan untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah di tengah ketegangan geopolitik global dan menjaga inflasi supaya sesuai target.

Meskipun kenaikan suku bunga dapat menambah beban masyarakat melalui peningkatan bunga pinjaman, seperti KPR, terdapat juga peluang masyarakat untuk mendapatkan bunga tabungan atau deposito yang lebih tinggi.

Penurunan tabungan, khususnya di kalangan masyarakat kelas bawah, harus menjadi peringatan bagi negara untuk merumuskan kebijakan yang tidak hanya berfokus pada isu makro seperti inflasi. Isu mikro seperti perubahan pola konsumsi dan simpanan juga perlu diperhatikan.

Di sisi lain, penting untuk memastikan bahwa bantuan sosial harus disalurkan secara hati-hati, tepat sasaran, dan jauh dari pengaruh politik. Tak kalah krusial, bantuan sosial juga perlu dilaksanakan untuk memenuhi target. Langkah-langkah ini bukan hanya mengatasi gejala penurunan konsumsi? tetapi juga menangani akar permasalahan, sehingga memperkuat fondasi ekonomi dan memastikan stabilitas jangka panjang bagi semua lapisan masyarakat.

Kebijakan pemberian bantuan sosial kepada masyarakat bawah harus dilakukan dengan hati-hati untuk memastikan keberhasilan target dan menghindari manipulasi politik.

Bagi masyarakat, tantangan ekonomi pada 2024 tetap berat dan tidak lebih ringan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Dinamika politik domestik, pemilu, dan hingar bingar kebijakan publik yang viral seperti Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) serta isu geopolitik global yang mengganggu pasokan barang dan jasa dan berujung pada kenaikan harga akan terus menjadi sorotan utama.

Sementara itu, masyarakat yang mampu perlu terus menyisihkan penghasilan untuk tabungan atau investasi. Selain itu, masyarakat perlu mengatur konsumsi secara bijak, mengingat peranan konsumsi domestik sebagai pilar utama ekonomi Indonesia.The Conversation

Rhino Akbarinaldi, Visiting Researcher, Monash University; Arif Perdana, Associate Professor Digital Strategy and Data Science, Monash University, dan Riki Rachman Permana, Research Assistant

Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.


Redaktur : -
Penulis : -

Komentar

Komentar
()

Top