Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis

Surabaya Membara, Mengenang Jasa Bajingan Insaf Dalam Pertempuran 10 November 1945

Foto : antara

Sejumlah pemuda mementaskan teatrikal pertempuran dalam drama kolosal "Surabaya Membara" di Jalan Pahlawan Surabaya, Jawa Timur, Jumat (9-11-2018). Drama kolosal yang berjudul "Gubernur Suryo" tersebut ditampilkan untuk memperingati Hari Pahlawan 10 November dan diharapkan memberikan edukasi pada masyarakat yang menyaksikan

A   A   A   Pengaturan Font

Bondowoso - Selama ini kita hanya mengenal peran kaum muda Kota Surabaya dan santri dalam pertempuran 10 November 1945 yang kemudian dikenal sebagai Hari Pahlawan saat ini. Peran kaum santri dan ulama yang lebih esensial dan kemudian menjadi motor utama penggerak perlawanan terhadap pasukan penjajah adalah "Resolusi Jihad" yang dikeluarkan oleh Rais Akbar PBNUHadratusySyechK.H.HasyimAsy'ari.

Di balik cerita itu, sesungguhnya ada santri lain yang juga ikut terjun ke medan pertempuran di Kota Surabaya, yakni kaum bajingan (penjahat, pencopet) yang telah insaf atau setidaknya telah mau diajak insaf, hasil binaan ulama terkemuka kala itu, yakni K.H.R. As'adSyamsulArifin, dari Pondok PesantrenSalafiyahSyafi'iyah,Sukorejo, Situbondo, Jawa Timur.

Para santri mantan bajingan itu terorganisasi dalam paguyuban bernama "Pelopor". Karena bukan organisasi resmi, nama ini juga tidak ada yang baku. Ada juga yang menyebut "Palopor". Kata "palopor" lebih familier dengan lidah berbahasaMadura.

PaguyubanPaloporini sebetulnya merupakan rintisan dari orang tua KiaiAs'ad, yakni K.H.R.SyamsulArifin. Pada saat dibina oleh KiaiSyamsul, anggotaPaloporini "hanya" mendapatkan pembinaan secara agama sehingga mereka betul-betul diharapkan meninggalkan kebiasaan perilaku jahatnya di masyarakat.

Baru pada masa PonpesSalafiyahSyafi'iyahdipimpin oleh KiaiAs'ad, para anggotaPaloporbanyak digerakkan untuk membantu perjuangan melawan penjajah, salah satunya saat KiaiAs'adbersama anggotaPalopormengusir sisa-sisa tentara Jepang diGarahan, Kabupaten Jember, sekitar September 1945. Mereka juga terlibat dalam pertempuran melawan tentara Belanda di daerah Pasir Putih, Situbondo.

Selain populer dalam cerita di masyarakat kawasan Situbondo, Bondowoso, Jember, Banyuwangi dan Probolinggo, kisah dan peran mantan bajingan ini juga tercatat dalam buku "Sang Pelopor; Kisah Tiga Kiai dalam Mengelola Bekas Bajingan" karyaSamsulArifin.

Samsulmengisahkan pada September hingga Oktober suasana di Kota Surabaya memanas karena datangnya tentara Sekutu, khususnya Inggris. Bersamaan dengan itu warga dan tentara Belanda yang telah bebas dari penjara di bawah kekuasaan Jepang mulai memperlihatkankepongahannya. Para pejuang di kota itu tidak terima dan jiwanya bergolak untuk berperang melawan Sekutu, yang kala itu Belanda juga menunggangi kedatangan tentara Inggris di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Para pejuang mencium gelagat Belanda akan kembali menjajah Indonesia, khususnya di Surabaya.

Menghadapi situasi memanas, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengadakan sidang pada 22 Oktober 1945 yang dipimpin oleh Rais AkbarPBNUK.H.HasyimAsy'aridan dihadiri seluruh konsul NU dari seluruh Jawa.

Pertemuan di KantorPBNU,saat masih di Surabaya, sebelum pindah ke Jakarta, itu kemudian menghasilkan "Resolusi Jihad" yang fenomenal dalam menggerakkan para pejuang untuk datang ke Surabaya guna mengusir penjajah.

Pada pertemuan di KantorPBNUdi Surabaya, K.H.R.As'adSyamsulArifin juga menjadi salah satu ulama yang hadir. KiaiAs'adadalah salah seorang santri dari KiaiHasyimAsy'aridan merupakan mediator komunikasi rencana pendirian NU antara K.H.HasyimAsy'aridengan gurunyaSyaekhonaKholilBangkalan. KiaiAs'addianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Joko Widodo pada 9 November 2016.

Setelah pertemuan usai, KiaiAs'adkemudian bergerilya ke wilayahMadurauntuk menggerakkan mantan bajingan yang tersebar di sejumlah kabupaten di Pulau Garam itu. Meskipun pondok pesantren KiaiAs'adberpusat diSukorejo, Situbondo, pengaruh kiai kharismatik itu di PulauMadurajuga tinggi. Maklum, selain pernah menjadi santri dariSyaekhonaKholilBangkalan, KiaiAs'adjuga besar bersama keluarganya di Kembang Kuning, Kabupaten Pamekasan,Madura.

KiaiAs'adkala itu menujuMaduraditemani santri kepercayaan, Bingdereh (Gus)Miskun. Wilayah Bangkalan adalah yang pertama dituju.

Sebelum pergi menujuMadura, KiaiAs'adsempat bimbang dalam menentukan pilihan siapa yang akan diajak berperang. Kalau kiai, andai nanti banyak yang gugur, kemudian siapa yang akan mengajar santri belajar agama. Kalau pilihannya santri, nanti juga banyak yang gugur, siapa yang akan menjadi penerus ulama dalam menyebarkan ajaran serta nilai-nilai agama. Sempat juga terpikir menggerakkan orang tua santri. Kalau banyak yang gugur, terus siapa yang akan membiayai keperluan pendidikan para santri itu.

Maka pilihan terakhir dan dinilai tepat adalah para bajingan. Setidaknya mereka memiliki modal dasar dalam berperang, yakni keberanian.

Di Bangkalan, KiaiAs'admenemui KiaiMukaffiMakkidan menjelaskan isi Resolusi Jihad dari K.H.HasyimAsy'ari. KiaiAs'adjuga meminta KiaiMukaffiuntuk mengontak tokoh bajingan.

Setelah itu, KiaiAs'adbergerak ke timur, menuju Sampang. Ia menemui tokoh ulama dan meminta para bajingan untuk berkumpul. Demikian juga saat mengunjungi Pamekasan dan Sumenep. Di setiap kabupaten, para bajingan itu dikumpulkan untuk kemudian dikirim ke PonpesSalafiyahSyafi'iyahSukorejo, Situbondo, guna dilatih ilmukanuragan(kekebalan tubuh) agar lebih mumpuni menghadapi tentara musuh.

PonpesSalafiyahSyafi'iyahSukorejoyang biasanya hanya dihuni santri muda, kemudian--kala itu--bertambah dengan santri istimewa para mantan bajingan. Bajingan dari empat kabupaten diMaduraberbaur dengan bajingan dari Situbondo, Bondowoso, Jember, Banyuwangi, dan Probolinggo.

Samsul, dalam buku "Sang Pelopor", tidak menjelaskan detail mengenai tanggal dan bulan para mantan bajingan itu dari Situbondo dikirim ke Surabaya. Hanya dijelaskan bahwa pasukanPaloporbinaan KiaiAs'aditu bertempur di wilayah Tanjung Perak dan Jembatan Merah, Surabaya.

Diceritakan juga bahwa KiaiAs'adbersama ulama-ulama lainnya juga terjun langsung ke arena pertempuran bersama parasantrinya.

Di Kota Surabaya, KiaiAs'adbermarkas di rumah Kiai Yasin bersama kiai-kiai yang dikenal memiliki ilmukanuragantinggi, seperti Kiai Maksum dan KiaiMahrusAli Kediri, serta ulama-ulama lainnya.

Kisah ini makin menegaskan bahwa kaum santri bersama ulama dalam sejarah perjuangan merebut kemerdekaan tidak diragukan lagi. Bahkan tokoh, semacam KiaiAs'adtelah menunjukkan peran besarnya dalam membina masyarakat, termasuk kaum bajingan yang di masyarakat dicap sebagai kaum tidak berharga.

Namun, berkat gemblengan dan bimbingan para kiai, kaum bajingan insaf ini dengan sadar menyalurkan nyali mereka dalam aksi heroik membela bangsa. (*)


Redaktur : Kris Kaban
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top