Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pengelolaan Anggaran - ULN Indonesia Naik 5 Persen Jadi 5.410 Triliun Rupiah

Suku Bunga dan Dollar AS Naik, Beban Utang RI Melambung

Foto : ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Tren kenaikan suku bunga dan pelemahan nilai tukar rupiah akan membuat beban pembayaran bunga dan cicilan utang luar negeri (ULN) Indonesia semakin besar ke depan. Padahal, pemerintah dipastikan bakal menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) untuk membayar kewajiban utang tersebut.

Akibatnya, stok utang pemerintah makin menjulang. Sejumlah kalangan menyarankan pemerintah segera melakukan efisiensi belanja untuk menghemat pengeluaran, dan memacu kenaikan penerimaan pajak. Selain itu, pemerintah sudah semestinya juga memangkas warisan utang dari Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang telah menggerogoti APBN dalam 20 tahun terakhir.

Ekonom Universitas Brawijaya Malang, Candra Fajri Ananda, memaparkan dengan selisih kurs rupiah yang cukup besar antara asumsi APBN dan kurs aktual, maka utang dipastikan bakal menumpuk signifikan. APBN sebenarnya sudah mencadangkan anggaran untuk membayar utang sebesar 380 triliun rupiah pada tahun anggaran 2018.

"Ya, kalau nanti dibayar dengan dollar dan kondisi dollar yang tengah menguat seperti saat ini maka rupiah yang diperlukan lebih dari itu. Ini tentunya makin memberatkan APBN dan mengurangi belanja pembangunan," jelas dia, di Jakarta, Selasa (16/10). Dalam asumsi APBN 2018, pemerintah menetapkan kurs rupiah sebesar 13.400 rupiah per dollar AS.

Namun, hingga kemarin rata-rata kurs rupiah berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia (BI) sudah mencapai 14.117 rupiah per dollar AS, atau meleset 5,3 persen di atas asumsi. Dalam rapat dengan Badan Anggaran DPR kemarin, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengatakan rata- rata nilai tukar rupiah pada 2018 akan naik menjadi 15 ribu rupiah per dollar AS sampai Desember nanti.

Menkeu menjelaskan tren penguatan dollar AS terhadap mata uang global terjadi di Oktober 2018 dan diperkirakan berlanjut, walaupun diproyeksikan akan terjadi moderasi di akhir tahun ini. Terkait pergerakan nilai tukar, kurs rupiah berhasil memperbaiki posisi pada akhir perdagangan, Selasa.

Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah di pasar spot ditutup menguat 19 poin atau 0,12 persen, dari posisi penutupan Senin (15/10) di 15.220 rupiah, menjadi 15.201 per dollar AS. Menyinggung pengelolaan utang negara, Candra mengungkapkan untuk menutup tambahan beban kewajiban utang akibat menguatnya dollar AS, pemerintah bakal menarik utang lagi untuk mencukupi kebutuhan tersebut.

Namun, dia berharap pemerintah bisa lebih berhemat anggaran, dalam situasi gali lubang tutup lubang utang seperti saat ini. Berdasarkan data BI, utang luar negeri (ULN) Indonesia periode Agustus 2018 meningkat 5,14 persen (year-onyear/ yoy) menjadi 360,7 miliar dollar AS atau setara 5.410 triliun rupiah (pada kurs 15 ribu rupiah per dollar AS).

Jumlah ULN itu terdiri atas utang pemerintah dan bank sentral sebesar 181,3 miliar dollar AS (2.719 triliun rupiah), serta utang swasta termasuk BUMN sebesar 179,4 miliar dollar AS (2.691 triliun rupiah).

Makin Sulit

Sementara itu, ekonom Indef, Bhima Yudhistira, mengatakan bagi pemerintah dan swasta di tengah normalisasi kebijakan moneter global tentunya semakin sulit untuk menawarkan utang baru. Imbal hasil (yield) SBN 10 tahun saat ini hampir mencapai 9 persen, semakin melebar dibandingkan yield US Treasury dalam tenor sama yang sebesar 3,16 persen.

"Melebarnya yield spread menandakan minat investor untuk masuk ke pasar surat utang negara berkembang menurun. Imbasnya baik pemerintah dan swasta harus menawarkan bunga lebih mahal untk menarik minat para investor global," jelas dia.

Oleh karena itu, Bhima pun menyarankan dilakukan pendalaman pasar keuangan dengan menerbitkan lebih banyak obligasi ritel berdenominasi rupiah untuk mengurangi kebergantungan pada utang valuta asing.

Kemudian, mengevaluasi proyek infrastruktur berdasarkan beban pembiayaan, dan mendorong model kerja sama swasta dibandingkan bertumpu pada utang. "Dan efisiensi belanja pemerintah khususnya belanja rutin seperti belanja pegawai dan belanja barang yang sifatnya konsumtif," tukas dia.

ahm/WP

Komentar

Komentar
()

Top