Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kebijakan Moneter I Penurunan Devisa Sebagian untuk Mengintervensi Tekanan Rupiah

Stabilisasi Nilai Tukar Sia-sia, Justru Gerus Cadangan Devisa

Foto : Sumber: Bank Indonesia - LitbangKJ/and - KJ/ONES
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) untuk melakukan tripple intervention terhadap kurs rupiah yang terdepresiasi terbukti gagal dan sia-sia. Hal itu karena intervensi dalam rangka stabilisasi nilai tukar rupiah tidak membuat rupiah menguat, tapi malah makin terpuruk. Akibatnya, cadangan devisa berupa valuta asing (valas) yang dilepas BI hanya menguap sia-sia.

Padahal, BI sebenarnya masih punya pilihan lain dengan menaikkan suku bunga agar dana asing yang ada di portofolio, terutama Surat Berharga Negara (SBN) tetap bertahan, karena mendapat imbal hasil yang lebih menguntungkan, ketimbang membawa keluar (capital outflow) dan menempatkan di instrumen safe heaven seperti dollar AS.

BI mencatat posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Maret 2024 sebesar 140,4 miliar dollar Amerika Serikat (AS) atau tergerus 3,6 miliar dollar AS dibanding posisi pada akhir Februari 2024 yang mencapai 144 miliar dollar AS.

Asisten Gubernur Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Erwin Haryono, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat (5/4), mengatakan penurunan cadangan devisa antara lain dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah, antisipasi kebutuhan likuiditas valas korporasi, dan kebutuhan untuk stabilisasi nilai tukar rupiah seiring dengan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global.

"Posisi cadangan devisa ini setara dengan pembiayaan 6,4 bulan impor atau 6,2 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta masih berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor," kata Erwin.

Bank sentral, kata Erwin, menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.

Ke depan, Bank Indonesia memandang cadangan devisa akan tetap memadai, didukung oleh stabilitas dan prospek ekonomi nasional yang terjaga. "Seiring dengan sinergi respons bauran kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia dan pemerintah dalam menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," kata Erwin.

Dia pun mengakui penurunan devisa itu sebagian untuk mengintervensi tekanan rupiah terhadap menguatnya nilai dollar AS terhadap mata uang seluruh negara, termasuk rupiah.

Sebelumnya, Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Indonesia, Maximilianus Nico Demus, mengatakan BI mau tak mau harus melakukan intervensi yang semakin intens.

Dalam kesempatan terpisah, Direktur Eksekutif Indef, Esther Sri Astuti, mengatakan cadangan devisa Indonesia semakin tergerus karena untuk bayar utang dan impor. Belum lagi untuk keperluan menstabilkan rupiah.

Oleh karena itu, pemerintah ke depan harus meminimalkan risiko dengan tidak menambah utang luar negeri, atau paling tidak bisa mengelola utang dengan sangat bijaksana.

"Artinya, anggaran pemerintah dialokasikan untuk lebih baik dengan program-program prioritas," tegasnya.

Lebih lanjut, Esther mengatakan lebih baik pengelolaan utangnya dengan target-target tertentu yang dapat menggerakkan ekonomi guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Sentimen Buruk

Analis Finex, Brahmantya Himayan, kepada Antara di Jakarta, Jumat (5/4), mengatakan cadangan devisa Indonesia saat ini terus menurun sejak mencapai angka tertingginya pada Desember 2023 sebesar 146 miliar dollar AS dan per Februari 2024 terus menyusut menjadi 144 miliar dollar AS, terakhir Maret, kembali turun menjadi 140,4 miliar dollar AS.

Cadangan devisa yang terus menurun itu, menurut Brahmantya, memberi sentimen yang buruk bagi rupiah.

Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS pada awal perdagangan akhir pekan sempat tergelincir 19 poin atau 0,12 persen dan ditransaksikan di pasar uang antarbank di Jakarta pada level 15.912 per dollar AS dibanding penutupan perdagangan sebelumnya di posisi 15.893 per dollar AS.

Beruntung, di akhir penutupan perdagangan pekan ini, rupiah kembali terapresiasi 45 poin atau 0,28 persen ke level 15.848 per dollar AS. "Penguatan ini akibat dari awal perputaran ekonomi yang baik menjelang Lebaran yang akan menggiring masyarakat melakukan kegiatan konsumtif setelah menerima Tunjangan Hari Raya (THR) dan ini baik untuk nilai tukar kita," katanya.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top