Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Sejarah Eropa

St. Petersburg, Jendela Russia ke Eropa Barat

Foto : Olga MALTSEVA / AFP

Sungai Moika.

A   A   A   Pengaturan Font

Meskipun menjadi salah satu kota termuda di Eropa, St. Petersburg memiliki sejarah yang kaya. Kota yang pernah menjadi ibu kota Russia ini pernah mengalami berbagai gejolak seperti pembunuhan, revolusi, dan perang.

Sejarah St. Petersburg dimulai pada tanggal 27 Mei 1703. Saat itu Tsar Peter yang Agung dari Russia mendarat di Pulau Hare di muara Sungai Neva dekat Baltik, menandai sebuah salib di tanah dan menyatakan; "Di sini akan ada sebuah kota."

Tsar Peter kemudian menentukan lokasi dua bangunan pertama. Sebuah katedral dan sebuah kabin kayu sederhana untuk dirinya sendiri. Bulan berikutnya, Tsar Peter mengganti nama situs tersebut menjadi Sankt-Petersburg.

Realitas pendirian Saint Petersburg lebih membosankan, dan pemilihan lokasi tersebut lebih karena kebetulan daripada kesengajaan. Saat masih kecil, Peter terpesona oleh kapal. Ia belajar tentang potensi komersial perdagangan maritim di kawasan asing Moskwa dan berharap dapat membangun armadanya sendiri.

Pada tahun 1697-98, Tsar Peter memulai perjalanan keliling negara-negara Eropa. Di sana ia menghabiskan beberapa bulan mempelajari dan mengamati teknik pembuatan kapal di galangan kapal Belanda dan Inggris.

Namun, satu-satunya pelabuhan Russia saat itu berada di kutub utara, di wilayah yang membeku hampir sepanjang tahun. Untuk mencapai ambisinya memiliki pelabuhan, ia pertama-tama membutuhkan wilayah yang memiliki air hangat.

Peter awalnya bermaksud membangun armada di Taganrog di Laut Hitam. Namun akses ke Mediterania saat itu dikendalikan oleh Kekaisaran Ottoman yang menjadi pesaing Russia di selatan. Pada tahun 1700, tsar membentuk aliansi dengan Denmark dan Polandia dan menyerang Swedia, yang memicu Perang Utara Besar.

Meskipun koalisi mengalami beberapa kekalahan berturut-turut, Peter melawan balik. Ia merebut benteng Swedia Nyenskans di Neva pada bulan Mei 1703 untuk "membuka jendela" Russia ke Eropa. Namun karena Swedia masih menguasai tepi utara Neva, prioritas Peter adalah melindungi pemukiman dengan membangun benteng bintang di Pulau Hare, Benteng Peter dan Paul.

Ribuan petani dan tawanan perang direkrut untuk tugas tersebut, yang memakan waktu lima bulan untuk diselesaikan di bawah pengawasan penasihat Peter, Alexander Menshikov, yang kemudian diangkat menjadi gubernur jenderal.

Kematian banyak buruh dari petani dan tawanan di kondisi rawa menginspirasi julukan suram St. Petersburg yaitu "kota yang dibangun di atas tulang". Kota ini tidak aman sampai tahun 1709 ketika Peter mengalahkan raja Swedia, Charles XII, dalam Pertempuran Poltava di Ukraina.

Meskipun Russia tetap berperang dengan Swedia sampai tahun 1721, Poltava adalah titik balik yang membuat Russia menggantikan Swedia sebagai kekuatan utama di Eropa utara. Hal ini membuat St. Petersburg resmi menjadi ibu kota Russia pada 1712.

Meskipun ancaman Swedia berkurang, St. Petersburg tetap berada di bawah kendali alam. Telah terjadi lebih dari 300 banjir yang terdokumentasikan sepanjang sejarah kota ini, yang pertama terjadi dalam beberapa bulan setelah kota ini berdiri.

Banjir bandang pada bulan September 1706 menyebabkan permukaan air naik hingga 2,62 meter. Tetapi banjir paling mematikan dalam sejarah kota ini terjadi pada tahun 1824, yang menelan ratusan korban jiwa.

Rencana awal kota ini dikembangkan oleh arsitek Swiss Domenico Trezzini, yang mulai membangun Katedral Peter dan Paul pada tahun 1712. Berdasarkan rencana Trezzini, pusat kota akan berada di Pulau Vasilevsky di tepi utara Sungai Neva yang membelah wilayah itu.

Bangunan-bangunan terkemuka di pulau ini meliputi Twelve Collegia, yang dimaksudkan untuk menampung kementerian pemerintah, dan Istana Menshikov, yang lebih megah daripada tempat tinggal tsar manapun.

Dinamika Politik

Pada tahun 1762, Catherine II dari Russia (Catherine yang Agung) naik takhta setelah menggulingkan suaminya, Peter III. Sebagai seorang putri Jerman yang tidak memiliki darah Russia sedikit pun, ia berusaha melegitimasi kekuasaannya dengan menugaskan pematung Prancis Étienne-Maurice Falconet untuk membuat monumen Peter yang Agung.

Dijuluki "Penunggang Kuda Perunggu", tsar tersebut duduk di atas kuda yang sedang berdiri tegak menghadap Sungai Neva. Patung ini berdiri di atas alas yang terbuat dari batu seberat 1.500 ton yang diangkut dari Teluk Finlandia.

Putra dan penerus Catherine, Paul I, seorang individu eksentrik yang terinspirasi oleh kisah-kisah ksatria Eropa abad pertengahan, membangun Kastil Mikhailovsky yang megah di tepi kiri Sungai Fontanka. Ia pindah ke kediaman tersebut pada awal tahun 1801 saat kastil tersebut masih belum selesai dibangun dan terbunuh dalam kudeta istana pada bulan Maret.

Paul telah menugaskan Andrey Voronikhin untuk membangun Katedral Kazan. Tiang-tiangnya berbentuk setengah lingkaran menghadap Nevsky Prospekt mengingatkan yang melihatnya akan pada Basilika Santo Petrus di Roma. Katedral ini baru selesai pada tahun 1811, selanjutnya berfungsi sebagai tempat penyimpanan piala perang yang direbut dari Napoleon pada tahun 1812.

Pada bulan Desember 1825, setelah kematian mendadak Alexander I di Taganrog, sekitar 3.000 tentara Russia berkumpul di sekitar Penunggang Kuda Perunggu di Lapangan Senat untuk memprotes Tsar Nicholas I, yang naik takhta setelah kakak laki-lakinya, Konstantinus, diam-diam menolak suksesi.

Para perwira yang memimpin demonstrasi mendukung reformasi konstitusional liberal dan memanfaatkan kebingungan atas suksesi untuk menyampaikan tuntutan mereka. Setelah pertikaian yang menegangkan, Gubernur Jenderal St. Petersburg, Mikhail Miloradovich, terbunuh, dan Nicholas memerintahkan pasukan artilerinya untuk menembaki para pemberontak.

Para pemimpin Desembris dipenjara di Benteng Peter dan Paul, dan lima pemimpin terkemuka dieksekusi di tempat itu. Penyair Russia yang terkenal, Alexander Pushkin, diselidiki atas hubungannya dengan Desembris, tetapi dibebaskan setelah Tsar Nicholas menawarkan diri untuk menjadi sensor pribadinya.

Paruh kedua abad ke-19 menyaksikan pertentangan yang semakin radikal terhadap rezim tsar, dan Tsar Alexander II yang melakukan reformasi telah selamat dari beberapa upaya pembunuhan hingga Maret 1881.

Kekerasan politik di St. Petersburg meningkat pada pergantian abad ke-20. Pada bulan Januari 1905, demonstrasi massa yang mengajukan petisi kepada Tsar Nicholas II untuk reformasi konstitusional ditumpas dengan kejam oleh Cossack di Palace Square. Insiden tersebut memicu Revolusi 1905, yang menyebabkan kekaisaran mengalami kekacauan politik selama setahun penuh. hay/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top