Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, tentang Posisi Aparatur Birokrasi dalam Pemilu 2019

Soal Netralitas ASN, Kita Akan Setegas TNI dan Polri

Foto : ANTARA/Reno Esnir
A   A   A   Pengaturan Font

Di pemilihan kepala daerah, sering terdengar laporan tentang politisasi aparatur birokrasi oleh calon tertentu. Lalu, bagaimana menjelang pemilihan presiden tahun 2019? Apakah potensi politisasi ASN sekencang saat pemilihan kepala daerah? Atau justru sebaliknya, potensinya tak sebesar saat pilkada digelar.


Untuk mengupas itu, wartawan Koran Jakarta berkesempatan mewawancarai Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo. Berikut petikan wawancaranya.


Ada kekhawatiran, ASN akan diperalat demi memenangkan capres. Tanggapan Anda?


Kalau di Pilpres 2019, saya kira (potensi politisi birokrasi) tidak setinggi kalau pilkada ya.


Kok bisa potensinya tidak setinggi di pilkada?


Ya, kalau di pilkada pasti tinggi karena wajar dia ingin berbuat sesuatu siapa tahu kalau menang, misal calon ini, dia sebagai tim sukses nanti diangkat sebagai penjabat, tapi kan harus ada aturannya. Kalau soal netralitas birokrasi kita ikut pola TNI dan Polri, akan tegas.


ASN tak boleh jadi tim sukses?


Tetap sama dengan TNI dan Polri, tidak boleh ikut terlibat. Bedanya, kalau ASN itu mempunyai hak pilih. Kalau TNI dan Polri kan belum diberikan hak pilih.


Kalau ditemukan ada yang terlibat dukung capres tertentu?


Kalau memang ada bukti, ada fotonya, ada kesaksianya pasti nanti akan ada sanksi.


Kalau kepala daerah kenapa boleh misal jadi juru kampanye?


Kepala daerah itu jabatan politis, bedakan kepala daerah dengan ASN ya. Dia adalah bisa didukung satu partai, gabungan partai, dia bisa kader partai atau tidak. ASN kan aparatur negara. Bukan pejabat politik.


Tapi, dikhawatirkan kalau kepala daerah misal ikut dukung capres A, yang di bawahnya ikut mendukung. Maksudnya ASN. Tanggapan Anda?


Enggaklah. Kan Ada aturannya. Saya kira harus lurus, harus ikut TNI dan Polri, harus netral. Kepala daerah juga sama, kalau mau kampanye ajukan izin.


Jadi, kepala daerah yang dukung capres?


Enggak masalah walaupun dia beda partai dengan partai pendukung, tapi kepala daerah itu kan harus menyuarakan juga aspirasi masyarakat yang dia pimpin.

Kalau masyarakatnya minta nasi goreng, kalau Pak Gubernurnya misal yang memenuhi, ya enggak masalah.


Sekali lagi saya tegaskan, kepala daerah itu tugasnya adalah menyerap aspirasi masyarakat yang dia pimpin.

Jadi, wajar kalau memang dia dari partai A kok mendukung ini, karena aspirasinya dalam masyarakat yang dipilih. Soal dia sebagai kader partai harus tunduk dengan garis partainya itu urusan pribadi, tanpa melibatkan status kepala daerahnya.

Apalagi KPU dan Bawaslu sudah menjelaskan kepala daerah sah-sah saja untuk mendukung capres dan cawapres.


Harapan Anda pada pilpres yang akan berlangsung tahun depan?


Saya kira, pilkada serentak pertama aman, pilkada kedua di 101 daerah juga aman, lalu pilkada di 171 daerah kemarin juga berjalan aman. Kuncinya keamanan ada. Ini tanggung jawab kita semuanya.

Sinergi antara kepolisian TNI dan BIN didukung elemen masyarakat. Mudah-mudahan pilkada ini bisa menginspirasi untuk pileg dan pilpres ini semoga bisa lancar sukses dan aman. agus supriyatna/AR-3

Komentar

Komentar
()

Top