Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis

Soal Kondisi Kesehatan Lukas Enembe, KPK Disarankan Minta "Second Opinion" IDI

Foto : VOA/Reuters

Gubernur Papua Lukas Enembe yang diduga menerima gratifikasi sebesar Rp1 miliar.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) menghimbau KPK untuk meminta pandangan lain atau second opinion dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) untuk memastikan apakah Gubernur Papua Lukas Enembe memang benar dalam kondisi sakit atau tidak.

Mengutip laporan VOA, Jumat (23/9), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Lukas Enembe sebagai tersangka dugaan suap gratifikasi Rp1 miliar. Namun selain itu, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) juga menemukan aliran dana tak wajar yang mencapai setengah trilliun rupiah.

Meski telah menjadi tersangka, hingga kini gubernur Papua itu belum pernah memenuhi panggilan pemeriksaan. KPK telah dua kali mengirim surat pemanggilan.

Menurut Alosius Renwarin, tim hukum Gubernur Papua Lukas Enembe, kliennya saat ini tidak dapat memenuhi panggilan KPK karena sedang sakit.

Menanggapi hal itu, Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana, Kamis (22/9), mengatakan untuk memastikan ojektivitas keterangan tersebut, KPK dapat meminta second opinion dari IDI.

Jika dilakukan, hal seperti itu bukanlah pertama kali dilakukan KPK karena sebelumnya lembaga anti rasuah itu juga pernah meminta bantuan IDI saat menangani perkara korupsi KTP-elektronik dengan tersangka mantan Ketua DPR Setya Novanto. Kala itu terbukti bahwa alasan sakit yang diutarakan Setya terlalu mengada-ngada.

"Kalau memang yang bersangkutan sedang dalam kondisi yang tidak fit sehingga tidak dapat mengikuti berjalannya proses penegakan hukum, ICW mendorong agar KPK meminta second opinion dari IDI untuk mengobjektifkan argumentasi yang disampaikan oleh kuasa hukum saudara Lukas Enembe," ujar Kurnia Ramadhana.

Apabila gubernur Papua itu benar sakit, kata Kurnia, itupun tidak bisa menghentikan langkah KPK menyidik perkara tersebut karena berdasarkan peraturan perundang-undangan, KPK diperkenankan menerapkan pembantaran terhadap Lukas hingga yang bersangkutan dianggap layak diperhadapkan dengan proses hukum.

"Saudara Lukas itu kan sekarang masih menjabat sebagai gubernur Papua, seorang kepala daerah mestinya memberikan contoh yang baik kepada masyarakat terkait dengan proses penegakan hukum," kata Lukas.

Menurut Kurnia, penanganan perkara yang diduga melibatkan Lukas harus menitikberatkan pada pengembalian aset hasil kejahatan.

Dia merujuk pada pernyataan pimpinan KPK, Alexander Marwata, Menkopolhukam dan PPATK, bahwa Lukas diduga terlibat dalam dua kejatan sekaligus diantaranya tindak pidana korupsi berupa gratifikasi dan pencucian uang. Dua delik ini, lanjutnya, terbilang mudah secara pembuktiannya. Jika nanti Lukas tidak bisa membuktikan penerimaan itu didapatkan dari hal yang wajar maka aparat penegak hukum melalui putusan pengadilan dapat langsung merampas aset-aset tersebut.


Redaktur : Lili Lestari
Penulis : -

Komentar

Komentar
()

Top