Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Situs Cipari, Temuan Artefak dari Era Zaman Batu

Foto : kemdikbud.go.id
A   A   A   Pengaturan Font

Masyarakat prasejarah memiliki kepercayaan animisme dan dinamisme. Manifestasi dari kepercayaan ini dapat dilihat di Situs Purbakala Cipari di Kuningan yang mencerminkan kehidupan zaman batu periode era neolitikum dan megalitikum antara 1.000 hingga 500 SM.

Gunung Ciremai membuat wilayah di sekitarnya termasuk Kabupaten Kuningan Jawa Barat memiliki tanah yang subur. Karena suburnya, tempat ini diyakini telah dihuni manusia sejak zaman prasejarah dibuktikan dengan keberadaan Situs Purbakala Cipari.

Situs Purbakala Cipari terbagi menjadi dua bagian yaitu monumen di bagian luar dan museum di bagian dalam. Lokasinya berada di kaki Gunung Ciremai arah tenggara, dengan elevasi pada ketinggian 661 meter dari permukaan laut (mdpl). Sedangkan jaraknya dari pusat Kota Kuningan sekitar empat kilometer saja.

Situs prasejarah yang berada di Kampung Cipari, Desa Cigugur, Kecamatan Cigugur ini, dalam perjalanannya mengalami dua periode prasejarah yaitu neolitikum dan megalitikum, antara 1000 hingga 500 sebelum masehi (SM). Hal ini berdasarkan analisis litologi, stratigrafi, dan kelompok-kelompok benda temuan yang ada.

Secara teori, zaman neolitikum atau batu muda adalah fase atau tingkat kebudayaan pada zaman prasejarah dengan ciri-ciri berupa unsur kebudayaan seperti peralatan dari batu yang diasah, pertanian menetap, peternakan, dan pembuatan tembikar. Fase ini dimulai pada sekitar milenium ke-10 sebelum masehi.

Sedangkan era megalitikum atau batu besar didasarkan pada beberapa peninggalan yang dihasilkan berupa batuan-batuan besar. Contohnya seperti menhir, dolmen, kubur peti batu, sarkofagus, waruga, punden berundak, dan patung-patung.

Selain itu budaya megalitikum memiliki ciri antara lain penggunaan benda-benda logam, gerabah, kayu, dan manik-manik. Penyertaan bekal kubur seperti manik-manik atau senjata juga berkembang kuat pada zaman tersebut.

Penemuan Situs Purbakala Cipari bermula ketika seorang petani bernama Wijaya sedang menggarap ladang. Kala itu tahun 1972, cangkulnya terantuk batu yang setelah digali lebih lanjut mirip dengan kubur batu yang dipamerkan di Gedung Cagar Budaya Paseban Tri Panca Tunggal di Cigugur sebelumnya.

Setelah dilaporkan ke pemerintah, tim survei sejarah dan purbakala Kuningan kemudian melakukan penelitian dan penggalian percobaan pada 1975. Penemuan tersebut langsung dilaporkan pada Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional di Jakarta.

Selanjutnya dilakukan penelitian kembali dan penggalian total dilakukan oleh arkeolog Teguh Asmara MA dari Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional di Jakarta yang dibantu oleh para mahasiswa arkeologi Universitas Gadjah Mada (UGM), menemukan peti kubur batu yang kedua.

Dari penggalian di situ seluas 700 meter persegi berhasil menemukan peti kubur batu, kapak, batu, gelang, dan gerabah kuno. Dari penemuan yang cukup lengkap ini kemudian pada 1976 dibangun sebuah museum. Tujuan pembangunan museum tersebut untuk menyimpan, merawat, dan memamerkan benda-benda hasil temuan di Situs Cipari kepada umum.

Pada 23 Februari 1978, museum diresmikan oleh Profesor Dr Syarif Thayeb, selaku Menteri Pendidikan pada saat itu.

Pada awalnya bangunan museum tampak sederhana, denahnya oval memanjang dengan dikelilingi kaca. Atapnya masih terbuat dari ijuk dan berbentuk serupa perahu terbalik, di dalamnya terdapat pajangan artefak prasejarah yang ditampilkan dari lemari kaca.

Museum

Hasil-hasil temuan itu menggambarkan masyarakat pada zaman tersebut, di mana telah mengenal perunggu serta memiliki keahlian bercocok tanam dan berorganisasi dengan baik. Adanya batu melingkar yang disebut dengan Batu Temu Belah menandakan nenek moyang sering berkumpul untuk bermusyawarah.

Temuan lain berupa altar atau dolmen menandakan masyarakat saat itu memiliki kepercayaan akan adanya kehidupan setelah kematian. Batu tersebut berupa meja batu tempat menaruh sesajen yang akan dipersembahkan pada roh.

Situs Purbakala Cipari juga bisa dijumpai adanya menhir atau batu tinggal berukuran besar dengan tinggi 2,5 meter berbentuk tugu tegak di atas tanah. Ini menandakan mereka telah mengenal upacara pemujaan. Bersama dolmen, betuan ini digunakan sebagai alat komunikasi dengan roh orang-orang yang telah meninggal.

Kepercayaan pada roh orang meninggal merupakan bagian dari kebudayaan animisme dan dinamisme. Kepercayaan animisme merupakan sebuah sistem pemujaan terhadap roh leluhur. Sedangkan kepercayaan dinamisme adalah kepercayaan pada kekuatan benda-benda tertentu yang dinilai memiliki kekuatan magis, sehingga benda itu dikultuskan dan dikeramatkan.

Kemudian ada pula temuan tiga peti kubur batu atau sarkofagus untuk penguburan orang yang meninggal atau seperti peti mati pada zaman ini. Di dalamnya terdapat bekal kubur berupa gelang batu, gerabah, dan kapak batu.

Semua peti kubur masih tersusun dengan baik di tempat semula. Yang unik semua peti kubur mengarah ke timur laut atau barat daya. Hal menandakan konsep kepercayaan mereka terkait dengan alam seperti matahari dan bulan yang menjadi pedoman hidup manusia dari lahir hingga meninggal.

Bangunan museum dengan tiket masuk 5.000 rupiah berada di tengah komplek ini tampak sederhana. Sedangkan artefak yang tersimpan di Situs Purbakala Cipari adalah fragmen tembikar seperti periuk, kendi, piring, pedupaan, cawan, gelang batu, serta tulang hewan dari penggalian peti kubur. Di sini juga ditemukan alat seperti beliung persegi untuk menumbuk biji-bijian, kapak perunggu untuk bercocok tanam dan berburu.

Kelebihan lain museum Cipari ini terdapat sebuah aplikasi baru bernama AR CIPARI. Aplikasi ini memanfaatkan teknologiaugmented realityyaitu sebuah teknologi yang menggabungkan dunia maya 3D dengan lingkungan nyata. Pada aplikasi ini akan menampilkan objek 3D benda-benda purbakala di museum Cipari. hay/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top