Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kekerasan Anak | Ada Siswa yang Ditahan hingga Dua Hari

Siswa SMK Batam Dimasukkan Dalam Sel Tahanan di Sekolah

Foto : ISTIMEWA

Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah (KPPAD) Kepulauan Riau (Kepri) mendapatkan laporan mengejutkan terkait adanya siswa yang dimasukan dalam sel tahanan di sebuah SMK swasta di Batam. Dalih penahanan anak tersebut untuk mendisiplinkan karena ada pelanggaran yang dilakukan siswa di sekolah.

Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti, menjelaskan berdasarkan informasi lama penahanan tergantung dari tingkat kesalahan siswa. Ada siswa yang mengalami penahanan lebih dari satu hari, ada juga yang dua hari ditahan baru dilepaskan.

KPAI, lanjut Retno, juga mendapatkan informasi bahwa hukuman fisik kerap dilakukan di sekolah tersebut atas nama menertibkan siswa. "Bahkan, kasus terakhir yang dilaporkan ke KPPAD Kepri bahwa ada siswa berinisial RS (17), mengalami kekerasan fisik karena tangannya diborgol dan mengalami tekanan psikologis karena merasa dipermalukan di media sosial (cyber bully). Dia diperlakukan seperti itu karena dituduh melakukan pelanggaran berat," kata Retno saat ditemui di Gedung KPAI, Jakarta, Rabu (12/9).

Dia menjelaskan, kejadian di Batam tersebut berawal pada 8 September 2018 lalu. Saat itu, RS mendapatkan hukuman fisik yakni disuruh berjalan jongkok di pekarangan sekolah yang beraspal. "Korban disuruh jalan jongkok dalam keadaan tangan masih diborgol dan disaksikan teman-temannya yang lain. Akibat kejadian itu, kedua telapak kaki korban mengalami luka lecet. Setelah itu, dilakukan upacara pelepasan atribut sekolah di lapangan sekolah," kata Retno.

Retno menambahkan, dari keterangan orang tua RS, mereka sangat terkejut karena dikirimifoto-foto penangkapan dan sidang disiplin anaknya lewat WA yang dikirim oleh oknum ED selaku pembina sekolah. "WA dikirim dari HP milik anaknya (korban) yang disita pihak sekolah. Hal yang sama juga dikirim ED ke beberapa orang lainnya, seperti famili korban di Pekanbaru, Singapura, tetangga, dan temannya. Foto profil penangkapan tersebut juga dijadikan foto profil WA," ujarnya.

Tidak hanya itu, foto-fotokorban saat dihukum juga dikirim lewat Instagram sehingga banyak yang tahu. "Tindakan tersebut membuat keluarga korban malu dan marah. Apalagi saat dimasukkan ke medsos dibumbui dengan cerita yang tidak benar, seperti RS dituduh telah melakukan pencurian, mengedarkan narkoba, dan melakukan pencabulan terhadap pacarnya," ujar Retno.

Sebelum kasus RS mencuat, kata Retno, pernah terjadi kekerasan di sekolah ini terhadap siswa berinisial F. "Korban F mendapatkan kekerasan dari beberapa seniornya. F juga ditahan di sel sekolah dan dia disidang disiplin di sekolah. Foto F saat pelepasan atribut sekolah juga dimasukkan ke Facebook oleh pihak sekolah sehingga membuat malu anak dan keluarganya. Orang tua F akhirnya memindahkan anaknya ke sekolah lain," tukas Retno.

Pengawasan Langsung

Terhadap kasus tersebut, KPAI akan segera melakukan rapat koordinasi dengan gubenur dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkaituntuk membahas kasus SMK di Batam tersebut. Selain itu, KPAI juga akan melakukan pengawasan langsung ke sekolah. KPAI juga mendorong Dinas Pendidikandan Inspektorat Provinsi Kepri untukmelakukan investigasi lebih lanjut terhadap SMK ini. "Hasil investigasi dapat digunakan olehpihak terkaitsebagai dasar untuk pengambilan keputusan atau kebijakanterkait permasalahan yang terjadi," ujar Retno.

Ketiga, KPAI mendorong Dinas Pendidikan Provinsi Kepri dan Kemendikbud untuk melakukan evaluasi terhadap proses belajar mengajar dan pola pendidikan yang terjadi di SMK tersebutselama lima tahun ini.

Sementara itu, anggota Komite III DPD, Hardy Selamat Hood, mendesak Dinas Pendidikan Provinsi Kepri menyelidiki kasus SMK swasta di Batam yang disebut-sebut memiliki sel tempat menghukum siswa.

"Disdik Provinsi agar menyelidiki ini. Kalau terbukti dengan berbagai kejadian negatif, sekolah ini agar digabung dengan sekolah yang sama," kata Hardy. eko/E-3

Komentar

Komentar
()

Top