Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Iklim Investasi I Banyak Aturan Pusat dan Daerah yang Tidak Sinkron

Sistem Politik RI Harus Ramah bagi Investor

Foto : ISTIMEWA

Deputi bidang Pendanaan Pembangunan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), Scenaider Casein Hasudungan Siahaan - Sistem politik yang dimaksud, antara lain kerangka regulasi kebijakan antarsektor hingga antarpemerintah daerah (pemda) dengan pemerintah pusat.

A   A   A   Pengaturan Font

>> Lingkungan yang ramah diperlukan untuk menarik investor terutama dari negara maju.

>> SDM di pemda yang lemah sering kurang tanggap pada persoalan yang dihadapi investor.

JAKARTA - Sistem Politik di Indonesia harus bisa membuat lingkungan yang cukup ramah bagi investor terutama dari negara-negara maju. Hal itu perlu kalau ingin menarik investor yang lebih banyak ke dalam negeri.

Deputi bidang Pendanaan Pembangunan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), Scenaider Casein Hasudungan Siahaan, di Jakarta, Jumat (8/7), mengatakan sistem politik yang dimaksud, antara lain kerangka regulasi kebijakan antarsektor hingga antarpemerintah daerah (pemda) dengan pemerintah pusat.

"Ini sering tidak sinkron, kebijakan atau regulasi yang ada juga ada yang tidak saling mendukung," ujar Scenaider dalam Seminar Infrastructure Roundtable (IIR) ke-23 Edisi T20 yang dipantau secara daring di Jakarta, Jumat (8/7).

Lingkungan yang ramah sangat diperlukan untuk menarik investor terutama dari negara maju, yang biasanya memang murni hanya untuk mencari keuntungan.

Selain sistem politik, Indonesia juga harus bisa meyakinkan investor dari negara maju terkait kapasitas eksekusi terutama dalam pembiayaan infrastruktur. Begitu pula pengembangan pasar domestik juga perlu untuk menggaet investor luar negeri, khususnya negara maju.

Hal tersebut penting karena tidak semua investor dari negara maju bisa menerima lingkungan, terutama sistem politik yang ada di Indonesia.

"Kalau investor itu dari domestik, dia memiliki toleransi risiko, lebih mengerti budaya Indonesia khususnya terhadap lingkungan domestik," katanya.

Selama ini, Indonesia, jelasnya, cenderung mendapatkan dukungan dana dari berbagai mitra pembangunan yang memiliki toleransi risiko lebih besar terhadap lingkungan investasi di Indonesia, seperti Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia, dan sebagainya, yang memiliki perwakilan di Tanah Air sehingga lebih mengerti keadaan di Indonesia.

Selain lembaga tersebut, terdapat pula lembaga bilateral yang banyak memberikan dukungan pembiayaan ke Indonesia. Namun, lembaga tersebut cenderung memiliki misi tertentu di negara berkembang dan memang mengetahui kapasitas negara berkembang.

Maka dari itu, dia berharap lingkungan yang ramah bagi investor harus bisa terus dibangun sesuai dengan tipe investor yang ingin ditarik ke Tanah Air.

Koordinasi yang Buruk

Pengamat Ekonomi dari Universitas Katolik Atmajaya Jakarta, Yohanes B Suhartoko, menyoroti buruknya koordinasi sehingga mengganggu daya tarik investasi.

Kerap kali kemudahan dan daya tarik investasi yang dilakukan pemerintah pusat, seperti kemudahan perizinan dan perpajakan, penyediaan energi listrik, sering kali tidak dibarengi dengan kesiapan berbagai peraturan daerah (perda) yang mendukung.

"Itu semestinya dilakukan, harus sinkron dan serempak," tegasnya.

Tak hanya itu, Suhartoko juga menyoroti lemahnya sumber daya manusia (SDM) di pemda. Mereka sering kali tidak cepat tanggap terhadap persoalan yang dihadapi para investor, padahal itu terkait upaya nyata bagaimana membuat investor itu nyaman dan tertarik.

Dan yang tidak kalah penting soal kepastian hukum dan rasa keadilan. Peraturannya jangan berubah-ubah meski terjadi beberapa kali pergantian rezim atau pemerintahan.

Rekannya dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Y Susilo, mengatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi daya tarik investasi yakni aspek ekonomi bisnis dan sosial politik.

Aspek ekonomi bisnis, paparnya, menyangkut kemudahan perizinan, tax holiday, aturan hak guna usaha dan bangunan, potensi pasar, bahan baku, tenaga kerja, dan sebagainya. Semua itu, bergantung pada faktor sosial politik yang di dalamnya ada sistem politik yang menentukan apakah kebijakan-kebijakan ekonomi sebelumnya bisa stabil dan makin ramah investor atau malah sebaliknya gampang berubah tak bisa dipastikan.

"Itu yang disebut dengan pentingnya stabilitas politik. Jika terus bergejolak, investor tidak suka. Kebijakan perizinan berubah-ubah, siapa yang mau investasi? Sering ada demo, juga sama mengganggu iklim investasi," kata Susilo.

Stabilitas politik di Indonesia menjadi salah satu hambatan bagi investor, sehingga setiap jelang pergantian kepemimpinan realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) selalu turun, meskipun tidak mengkhawatirkan.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top