Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis
Pengelolaan Energi - Dibutuhkan Regulasi untuk Dukung Penyediaan EBT

Setop Pemborosan APBN untuk Subsidi Energi Fosil

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Sejumlah kalangan menyoroti beban berat APBN karena terkuras untuk mensubsidi energi fosil. Pemerintah diminta secepatnya melakukan transisi ke energi bersih agar APBN makin mempunyai ruang untuk belanja produktif.

Pengamat Energi, Fabby Tumiwa, menilai pemerintah terlalu banyak memberikan subsidi untuk listrik, bahan bakar minyak (BBM) dan liquid petroleum gas (LPG). Tentu ini membuat ruang anggaran untuk mendorong pemanfaatan energi hijau berkurang.

"Saat ini kembali ke political will pemerintah saja, sejauh mana mengeksekusi roadmap dekarbonisasi-nya," ujarnya di Jakarta, Jumat (24/6).

Sejak 2014, kata Fabby, upaya untuk memangkas subsidi energi tak selalu berjalan mulus. Sejak 2015-2020, subsidi energi fosil mengambil rata-rata sembilan persen dari APBN.

"Pada 2021 dan 2022, porsi itu lebih besar seiring dengan kenaikan harga komoditas energi dan keengganan pemerintah untuk menyesuaikan harga energi," terangnya.

Di sisi lain, anggaran untuk aksi mitigasi perubahan iklim jauh lebih rendah. "Dari sini kita bisa melihat bahwa subisidi energi fosil kontraproduktif dengan upaya pemerintah untuk memangkas emisi gas rumah dari sektor energi," tegasnya.

Senada Fabby, Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Esther Sri Astuti mengatakan, dukungan pemerintah terhadap energi fosil masih besar. Namun, dia mengakui tak mudah menghapusnya.

"Tergantung good will dari pemerintah dan beberapa langkah harus dipersiapkan untuk transformasi dari energi fosil ke energi terbarukan,"ucapnya.

Pertama, kontrak jangka panjang dengan kontraktor jasa penyedia energi fosil harus ditinjau ulang, apakah bisa dipersingkat atau disetop di tengah jalan. Karenanya, harus ada win win solution bagi dua belah pihak.

Kedua, harus menguasai teknologi yg bisa mentransformasi dari energi fosil ke renewable energy. Ketiga, mempersiapkan infrastruktur penyediaan energi terbarukan, misalnya stasiun pengisian bahan bakar kendaraan listrik umum (SPBKLU) untuk mobil listrik.

"Harus ada regulasi mendukung penyediaan renewable energy agar produsen mau konsumen beralih menggunakan renewable energy," tandasnya.

Adapun kelima melalui sosialisasi penggunaan energy ramah lingkungan dan menawarkan harga renewable energy yang lebih murah agar konsumen beralih mengkonsumsi renewable energy.

Butuh Kolaborasi

Peneliti Ekonomi Core, Yusuf Rendi Manilet mengatakan, untuk mencapai target pembangunan berkelanjutan terutama pembangunan rendah karbon dibutuhkan tahapan-tahapan sehingga transisi dari energi fosil ke energi baru terbarukan terjadi secara lebih proper atau baik.

Dia menambahkan pengadaan infrastruktur terutama untuk energi baru terbarukan membutuhkan biaya dan waktu untuk sampai terbangun sebuah ekosistem yang bermanfaat secara luas ke masyarakat. "Sehingga, transisi energi yang lebih ramah lingkungan memang membutuhkan kerjasama tidak hanya pihak pemerintah namun juga pihak swasta terutama untuk anggaran rendah karbonnya," ucapnya. m2


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top