Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis
Megaskandal BLBI I Bank Penerima Obligasi saat Ini Modalnya Sangat Kuat

Setop Bayar Bunga Obligasi Rekap yang Sedot Hak Rakyat Miskin

Foto : Berbagai sumber - KORAN JAKARTA/ONES/AND
A   A   A   Pengaturan Font

» Salah satu kejahatan dalam penempatan obligasi rekap adalah membuat surat utang tersebut marketable securities.

» Hentikan ketidakadilan dengan mensubsidi konglomerat, sementara bayi yang baru lahir dibiarkan stunting.

JAKARTA - Pemerintah diharapkan punya kemauan kuat untuk menjalankan rekomendasi dari Panitia Khusus (Pansus) BLBI yang dibentuk Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Dalam rekomendari Pansus, salah satunya meminta pemerintah menghentikan pembayaran bunga obligasi rekapitalisasi (rekap bonds) perbankan karena terbukti telah menyedot hak rakyat miskin.

Manajer Riset Seknas Fitra, Badiul Hadi, yang diminta pendapatnya di Jakarta, Rabu (22/6), mengatakan pembayaran obligasi rekap ke bank-bank penerima saat krisis moneter 1998 lalu, telah memaksa pemerintah mengalokasikan dari belanja negara tiap tahun sekitar 50-60 triliun rupiah. Bunga tersebut diterima bank sebagai penerimaan lain-lain, padahal awalnya ditujukan untuk memperkuat modal bank agar tidak kolaps saat krisis.

"Setelah krisis berlalu dan bank-banknya sudah berdiri kokoh dengan modal yang sangat kuat, kenapa negara harus terus menopang mereka padahal sudah tidak sakit lagi? tanya Badiul.

Anehnya, untuk menopang bank yang sudah banyak dimiliki para konglomerat itu, menggunakan pendapatan negara yang dihimpun dari rakyat termasuk kelompok masyarakat miskin. Padahal, penerimaan negara yang dihimpun dari pajak juga mempunyai tujuan mulia yakni untuk didistribusikan kembali melalui pembangunan terutama program yang bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah yang rentan miskin.

"Kalau sekarang angka kemiskinan masih tinggi termasuk stunting yang masih tercatat 24,4 persen atau sekitar 5,33 juta balita berarti belanja yang seharusnya digunakan negara membantu gizi ibu hamil dan balita justru disedot bank-bank milik para konglomerat. Rasa keadilannya di mana, ini tindakan kejahatan kemanusiaan yang didesain dari dulu untuk melanggengkan bisnis para perampok uang negara itu," kata Badiul.

Kerugian negara akibat obligasi rekap BLBI kalau ditotal, jelas Badiul, sudah sekitar 5.000 triliun rupiah karena dihitung bunga berbunga selama 24 tahun sejak 1998 dengan bunga tetap (fix) 11,375 persen per tahun dan dibayar dengan SBI yang berbunga juga.

Skandal tersebut sebenarnya banyak diketahui orang-orang di pemerintah, terutama yang pintar-pintar, sayangnya untuk menyatakan itu bergantung apakah mereka punya hati untuk rakyatnya, atau membiarkan ini sampai puluhan tahun ke depan.

"Kejahatan yang dilakukan adalah membuat obligasi rekap menjadi marketable securities, sengaja dikaburkan untuk merancukan aset bank. Padahal, obligasi rekap bukan marketable securities, tapi sengaja dibuat rancu dengan jatuh tempo 45 tahun, tadinya 20 tahun diperpanjang 25 tahun. Dengan memperpanjang itu, bukti kesengajaan untuk membuat negara miskin. Ini bukti nyata kemiskinan ekstrem akibat BLBI yang membuat bayi stunting," jelas Badiul.

Jangan Dianggarkan

Sebelumnya, Ketua Pansus BLBI, Bustami Zainuddin, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Pansus di Jakarta, akhir pekan lalu, mendesak pemerintah agar tidak menganggarkan lagi subsidi bunga rekap eks BLBI mulai pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2023.

"Segera moratorium atau setop dulu pembayaran subsidi bunga obligasi rekap eks BLBI mulai tahun depan. Kondisi dunia sedang krisis, kita krisis berat, pemerintah harus dahulukan kepentingan rakyat," kata Bustami.

Pengamat Ekonomi dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Achmad Maruf, mengatakan jika negara tidak serius menghentikan stunting, itu merupakan tindakan kejahatan besar kemanusiaan. Pemerintah seharusnya bisa mengurangi pengeluaran-pengeluaran yang tidak perlu bahkan pengeluaran yang bermasalah seperti pembayaran bunga obligasi rekap. "Konglomerat disubsidi, bayi yang baru lahir dibiarkan stunting. Ini harus dihentikan," papar Maruf.

Secara terpisah, Pakar Ekonomi Universitas Brawijaya, Malang, Munawar Ismail, mengatakan skandal BLBI sangat merugikan masyarakat dan berdampak besar pada banyak aspek pembangunan, termasuk stunting. "Celakanya, bantuan itu tidak dipakai untuk menyehatkan bank, tapi dibawa lari. Sama sekali tidak produktif," pungkas Munawar.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top