Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Havana Syndrome

Serangan Senjata Sonik Sebabkan Cedera Otak, Benarkah?

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

Sejumlah pekerja kedutaan AS di Havana, Kuba melaporkan mengalami gejala sensorik yang aneh, termasuk mendengar suara dengung dan getaran yang tidak biasa. Misteri ini belum terjawab selama 2 tahun ini.

Pada 2017, sedikitnya 16 pegawai Kedutaan Amerika Serikat (AS) di Kuba menderita gejala yang diduga disebabkan serangan sonik. Senjata sonik itu memicu mual, sakit kepala, dan gangguan pendengaran.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri AS, Heather Nauert kala itu, mengatakan bahwa beberapa di antara mereka membutuhkan perawatan medis.

Sementara itu pihak Kuba membantah telah menargetkan diplomat asing dan mengatakan sedang menyelidiki tuduhan tersebut. Menurut laporan Associated Press, hilangnya kemampuan pendengaran para diplomat Amerika Serikat dapat dikaitkan dengan perangkat sonik yang mengeluarkan gelombang suara tak terdengar, risiko buruk dari serangan kasat mata itu dapat menyebabkan hilangnya pendengaran.

Pada 2018, keluhan itu semakin banyak, para pegawai Kedubes AS di Kuba sampai melahirkan istilah Havana Syndrome. "Kami mengetahui gejala tidak biasa yang memengaruhi staf diplomatik Kanada dan AS serta keluarga mereka di Havana. Pemerintah bekerja secara aktif termasuk dengan otoritas AS dan Kuba untuk memastikan penyebabnya," terang Juru Bicara Departemen Urusan Global, Kanada Brianne Maxwell.

Menurut sejumlah pejabat AS yang enggan disebut namanya, dalam beberapa serangan, sebuah senjata sonik canggih ditempatkan di dalam atau di luar tempat tinggal para diplomat. Serangan lainnya membuat suara yang sangat memekakkan telinga serupa dengungan ribuan serangga, atau logam yang digoreskan ke lantai. Namun, sumber suaranya tidak dapat diidentifikasi.

Tahun lalu kelompok peneliti di UPenn menerbitkan hasil penelitian yang mendokumentasikan gejala neurologis 21 pekerja kedutaan AS di Havana. "Studi itu menemukan bahwa banyak dari mereka memiliki gejala yang mirip dengan yang terlihat pada orang dengan cedera otak, traumatis ringan walaupun dalam kasus Havana, tidak ada bukti trauma disebabkan benturan benda tumpul," kata peneliti.

Untuk menindaklanjuti kasus itu, belum lama ini, tepatnya pada Rabu (23/7), kasus itu diteliti kembali dengan menggunakan teknologi magnetic resonance imaging

(MRI), untuk mengungkapkan perbedaan nyata otak pekerja kedutaan yang berpotensi terpapar Havana Syndrome, dengan orang sehat yang tidak terpapar.

Metode penelitian ini dilakukan dengan cara menganalisis gambar otak dari 40 pekerja kedutaan AS yang berpotensi terpapar, dan 48 orang sehat yang tidak terpapar. Semua partisipan dipindai otaknya dengan MRI. Di antara para pekerja kedutaan, pemindaian otak dilakukan, rata-rata, sekitar enam bulan setelah paparan yang dilaporkan.

Secara khusus, para peneliti menemukan perbedaan di area otak yang dikenal sebagai otak kecil, yang bertanggung jawab untuk koordinasi gerakan, seperti untuk berjalan dan keseimbangan, menurut penelitian.

"Temuan ini penting mengingat bahwa sejumlah pekerja kedutaan menunjukkan ketidaknormalan dalam keseimbangan dan koordinasi gerakan mata," kata Dr Randel Swanson, asisten profesor kedokteran fisik dan rehabilitasi di Fakultas Kedokteran Universitas Perelman, Pennsylvania, AS.

Berdasarkan MRI gambar otak menunjukkan bahwa, dibandingkan dengan orang sehat, pekerja kedutaan AS memiliki volume materi putih yang lebih rendah, serabut saraf panjang yang memungkinkan area otak untuk berkomunikasi.

Selain itu, dibandingkan dengan orang sehat, pekerja kedutaan AS menunjukkan perbedaan volume jaringan otak dan integritas jaringan di otak kecil mereka.

Pola khusus perbedaan otak yang terlihat dalam penelitian ini tidak seperti pola penyakit atau kondisi otak lain yang terlihat dalam penelitian yang dipublikasikan sebelumnya. "Temuan ini mungkin mewakili sesuatu yang tidak terlihat sebelumnya," kata Dr. Douglas Smith, profesor bedah saraf di UPenn, dalam sebuah pernyataan. ima/R-1

Butuh Penelitian Lanjutan

Kendati demikian para peneliti mengakui bahwa mereka tidak dapat mengatakan dengan tepat apa arti temuan mereka atau apa yang menyebabkan pola perbedaan otak tersebut. Dengan kata lain, penelitian ini tidak membawa kita lebih dekat untuk memahami penyebab fenomena Havana Syndrome.

Martha Shenton, profesor psikiatri dan radiologi di Brigham and Women's Hospital di Boston, AS, menjelaskan penelitian terbaru soal fenomena Havana Syndrome, merupakan cara terbaik untuk melihat otak lebih dekat melalui Neuroimaging atau pencitraan otak. Kendati demikian, menurutnya, langkah itu tidak cukup, sehingga dibutuhkan penelitian lanjutan, karena belum memiliki makna klinis yang jelas.

Para peneliti mencatat bahwa, karena pemindaian otak dilakukan sebagian besar setelah pasien menjalani perawatan rehabilitasi, ada kemungkinan bahwa perubahan otak yang terlihat dalam penelitian ini adalah karena proses rehabilitasi untuk pemulihan otak, daripada beberapa jenis cedera itu sendiri.

"Kami tidak dapat secara pasti mengatakan bahwa perbedaan otak ini terkait dengan apa pun yang terjadi pada orang-orang ini di Havana," kata Evan Gordon penyelidik di Pusat Penelitian tentang Pengembalian Veteran Perang di Waco, Texas, yang tidak terlibat dengan penelitian ini.

Gordon juga mencatat bahwa beberapa efek yang terlihat pada jaringan otak pasien berlawanan dengan apa yang terlihat normal pada pasien traumatic brain injury (TBI). "Ini menunjukkan bahwa otak mereka terpengaruh dengan cara yang secara fundamental berbeda dari otak yang menderita TBI. Mungkin meskipun tidak pasti -bahwa apa pun yang menyebabkan perubahan ini adalah efek yang benar-benar baru," kata Gordon. ima/R-1

Komentar

Komentar
()

Top