Kawal Pemilu Nasional Mondial Polkam Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Otomotif Rona Telko Properti The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis Liputan Khusus

Sepakbola yang Sejatinya 'Kegembiraan' Ternoda Tragedi Kanjuruhan Malang

Foto : Antara

Manajer Arema FC

A   A   A   Pengaturan Font

Jakarta - Permainan sepakbola sejatinya adalah kegembiraan, hiburan rakyat dan ajang pemain untuk menunjukkan keahlian sekaligus sikap sportif dalam setiap permainan. Pemain sepakbola adalah orang-orang pilihan, langka karena talentanya di atas rata-rata manusia. Mereka pun harus mampu dan wajib menunjukkan keahlian atau kepiawaiannya mengolah sikulit bundar.

Maka wajar jika para pemain sepakbola itu menjadi idola, termasuk terhadap klub tempat bermain sang idola. Ikatan psikologis antara pemain/klub dengan suporter juga sangat kuat. Mereka bangga dan berharap, bahkan menuntut tim kesayangannya selalu menang.

Di benak penggemar fanatik, kalau tim atau klub kesayangannya kalah mereka pasti sangat kecewa. Karena tidak ada istilah kamus kalah. Yang ada adalah menang dan menang. Dalam batas toleransi paling banter adalah hasil pertandingan seri.

Tapi orang bijak selalu bilang, bola itu bundar. Artinya, tidak ada kepastian selalu menang. Permainan sepakbola bukan matematika. Dan itu harus diterima oleh semua pihak. Dalam sebuah pertandingan pasti ada menang dan ada yang kalah, yang artinya ada kegembiraan dan juga kekecewaan. Semuanya harus bijak untuk menikmati apapun hasil sebuah pertandingan.

Nah, sikap itu yang mungkin tidak dimiliki oleh sebagian penggemar (supporter) sepakbola di Indonesia, termasuk yang terjadi di pertandingan sepakbola Liga 1 Indonesia antara Arema FC versus Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu 1/10) malam, lalu. Ketika tim kesayangannya kalah, maka beberapa pendukung Arema FC masuk berhamburan ke tengah lapangan dengan maksud mungkin memprotes karena tim kesayangannya tidak mampu memenangkan pertandingan.

Akibatnya petugas keamanan harus turun tangan untuk melindungi para pemain sekaligus menertibkan para supporter agar kembali ke tribun. Karena situasi makin tak terkendali akibat makin banyak penggemar Arema FC ke lapangan, maka petugas keamanan pun terpaksa menggunakan gas air mata untuk mengendalikan massa. Di sini lah awal petaka memilukan itu berawal.

Akibat penggunaan gas air mata membuat suporter panik dan berusaha menghindar dengan cara berlarian menuju pintu keluar stadion Kanjuruhan. Di pintu terjadi penumpukan sehingga banyak suporter menjadi korban meninggal akibat terinjak-injak di dekat pintu keluar. Selain itu, juga meninggal karena sesak nafas di tengah kepulan gas air mata yang diduga terlalu banyak ditembakkan aparat keamanan.

Data terbaru yang berhasil diperoleh Koran Jakarta menyebutkan jumlah korban meninggal mencapai 125 meninggal, tetapi ada data lain menyebut 179 orang meninggal. Jumlah korban tewas itu sempat simpang siur.

Sedangkan korban luka-luka yang dirawat di rumah sakit rujukan masih ratusan orang. Banyaknya terjadi korban jiwa dalam tragedi ini sangat disayangkan. Kita semua sangat berduka. Apa yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10) malam merupakan tragedi yang sangat memilukan.

Tragedi Stadion Kanjuruhan Malang merupakan kasus terburuk kedua di dunia dari sisi jumlah korban meninggal. Kasus terburuk pertama terjadi di Peru 24 Mei 1964 dengan jumlah korban 328 orang meninggal. Kejadiannya sama, penanganan kasus kerusuhan suporter dengan menggunakan gas air mata.

Tragedi Kanjuruhan Malang diharapkan adalah yang terakhir. Kita semua berharap tidak ada lagi korban jiwa di dunia sepakbola. Karena sepakbola adalah permainan, di mana pasti adalah kalah, menang atau seri. Apa pun yang terjadi dari hasil akhir sebuah pertandingan sepakbola harus diterima dengan lapang dana. Baik oleh para pemain maupun suporter.

Duka yang dialami suporter Aremania itu adalah duka duka kita semua. Duka yang juga dirasakan oleh sejumlah pecinta sepakbola di Indonesia. Presiden Joko Widodo sudah meminta pengurus PSSI untuk mengambil langkah tegas dengan menghentikan sementara kompetisi Liga 1 Indonesia dinilai sudah tepat.

Peristiwa ini bisa menjadi momentum untuk introspeksi sekaligus membenahi berbagai persoalan, termasuk dalam hal menangani suporter. Sesuai aturan FIFA penembakan gas air mata dilarang, apalagi diijinkan masuk ke dalam stadion sepak bola. Tragedi Stadion Kanjuruhan Malang ini dikhawatirkan akan berdampak buruk bagi sepakbola Indonesia, karena FIFA pasti akan turun tangan menanggapi masalah ini.

Sejumlah insan sepakbola dalam negeri pun mengkhawatirkan FIFA akan memberi sanksi berat kepada PSSI. Sanksi paling ringan saja yakni pertandingan tanpa penonton sudah berat. Pertandingan sangat merugikan banyak pihak, terutama pihak klub yang akan kehilangan berbagai peluang, terutama pendapatan. Apalagi sanksi terbutuk, di mana tim sepakbole Indonesia di larang bermain di semua kompetisi internasional, bahkan tidak tertutup kemungkinan Indonesia dicoret FIFA.

Kini semua pihak berharap, agar FIFA tidak memberikan sanksi berat kepada Indonesia. Karena industrri sepakbola dalam negeri sedang naik daun. Di tambah lagi tahun 2023 Indonesia menjadi tuan rumah penyelenggaraan Piala Dunia U-20. Persiapan untuk penyelenggaraan Piala Dunia U-20 ini sedang dilakukan agar bisa berjalan lancar.

Kalau momentum penting dan bergengsi ini batal dilaksanakan di Indonesia, maka sepakbola Indonesia akan kehilangan segalanya, dan parahnya lagi rakyat kehilangan hiburan murah meriah yang tidak bisa dihitung nilainya dalam kurun waktu lama. Semoga saja masih ada keajaiban agar tidak mendapat sanksi berat dari FIFA.


Redaktur : Kris Kaban
Penulis : Kris Kaban

Komentar

Komentar
()

Top