Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Seniman Nepal "Embuskan Kehidupan" ke dalam Tradisi Lukisan Suci

Foto : AFP/Prakash MATHEMA

Seni Renungan l Seniman Ujay Bajracharya sedang mem­beri­kan sentuhan akhir pada lukisan Paubha dewi welas asih Tara Hijau yang dipuja oleh umat Buddha dan Hindu di Nepal, di kediamannya di Kota Lalitpur, pada 9 Februari lalu. Lukisan Paubha adalah  sebuah bentuk seni renungan yang dikenal karena detailnya yang sangat rinci, warna-warna yang intens dan ritual pemurnian yang ketat yang secara tradisional dituntut oleh para praktisinya.

A   A   A   Pengaturan Font

Dengan kepala dicukur dan perut kosong, seniman Ujay Bajracharya mencelupkan kuasnya untuk melapisi mata Dewa Tara saat nyanyian himne Buddhis yang menenangkan terdengar di latar belakang.

Pria berusia 40 tahun itu mengulas sapuan terakhir pada lukisan Paubha-nya, sebuah bentuk seni renungan yang dikenal karena detailnya yang sangat rinci, warna-warna yang intens, dan ritual pemurnian ketat yang secara tradisional diwajibkan bagi para praktisinya.

Butuh tiga bulan bagi Bajracharya untuk menyelesaikan penampilan Tara Hijau, dewi welas asih yang dipuja oleh umat Buddha dan Hindu di Nepal.

Sebelum pekerjaan dimulai, ia mencukur rambutnya dan memotong kukunya, sementara seorang pendeta Buddha memberkati kanvasnya dan memilih hari yang cukup baik bagi seniman untuk memulai pekerjaannya.

Ujay Bajracharya harus bangun lebih awal setiap pagi dan tidak makan sampai pekerjaannya selesai, serta melaksanakan diet vegetarian ketat yang juga mengecualikan bawang putih, tomat dan bawang merah ketika dia berbuka puasa.

"Tubuh saya terasa ringan dan saya merasa lebih fokus dan termotivasi untuk melukis," kata Ujay Bajracharya saat ditemuiAFPdi Kota Lalitpur, Nepal.

"Mengubah gaya hidup saya agak sulit pada awalnya tetapi saya mendapat dukungan dari keluarga dan teman-teman saya, sehingga membantu saya tetap disiplin," imbuh dia.

Paubha tetap menjadi metode melukis yang umum di Nepal, tetapi ketaatan beragama yang pernah diikuti oleh para senimannya telah ditinggalkan. Penerapan ritual ini oleh Ujay Bajracharya dimulai tahun lalu, ketika dia mengunjungi sebuah museum di Ibu Kota Kathmandu tentang melukis dewa Buddha lain sambil mengikuti tradisi yang terlupakan.

Rajan Shakya, pendiri Museum Seni Nepal, mengatakan bahwa mereka segera menyetujui gagasan untuk menghidupkan kembali praktik tersebut.

"Ini adalah bagian dari apa yang membuat seni Paubha unik dan berharga. Semakin banyak orang mempelajarinya, semakin banyak permintaan akan seniman Nepal. Dan kemudian kami tahu seni kita akan bertahan, budaya kita akan lestari," kata Shakya.

Ujay Bajracharya telah berkomitmen untuk mematuhi aturan-aturan ini untuk karya-karya lukisan buatannya di masa depan, dan diawali dengan karyanya yang teliti bergambar Tara Hijau, yang ia buat untuk pemujaan di ruang doa pribadi di rumahnya.

"Saya merasa bahwa kita harus melestarikan metode ini dan generasi berikutnya juga harus sadar bahwa orang-orang harus tahu tentang aspek spiritual dari lukisan-lukisan ini," ungkap dia.

Bagian dari Meditasi

Karya seni Paubha menggunakan kanvas katun atau sutra dan dan bahan pewarna dibuat secara tradisional dengan menggiling mineral dan tanaman menjadi bubuk halus. Beberapa karya bahkan menggunakan emas dan perak murni.

Lukisan Paubha tertua yang diawetkan berasal dari abad ke-13, tetapi para ahli percaya bahwa tradisi itu jauh lebih tua, dengan contoh-contoh sebelumnya kemungkinan telah sirna karena material yang digunakan terbuat dari bahan yang rapuh.

Para senimannya diyakini telah mengilhami tren thangkas, jenis lukisan renungan serupa di negara tetangga Tibet yang telah diakui dalam daftar warisan budaya takbenda UNESCO.

Menurut Pendeta Dipak Bajracharya, seorang anggota kasta Ujay tetapi tidak memiliki hubungan kekerabatan dengan pelukis Ujay Bajracharya, mengatakan bahwa pada zaman dahulu seniman Paubha akan tetap "murni" untuk memastikan kesucian gambar yang mereka hasilkan.

"Prosesnya sendiri dianggap sebagai bentuk meditasi," kata dia.

Sementara nilai religius tradisional tetap ada, lukisan Paubha sekarang biasa dilihat sebagai hiasan gantung di museum atau rumah kolektor. Apresiasi internasional yang terus berkembang untuk kerajinan ini, telah terbukti menguntungkan bagi para seniman karena pembeli dari Tiongkok, Jepang dan negara-negara Barat, amat tertarik untuk memiliki lukisan Paubha.

"Lukisan Paubha sekarang telah menjadi bisnis, tetapi tujuannya bukan komersial - sebenarnya mereka adalah objek penghormatan dan pemujaan," kata Pendeta Dipak Bajracharya.

Saat rambut Ujay Bajracharya tumbuh kembali, Pendeta Dipak Bajracharya, akan kembali berkunjung ke rumah pelukis Paubha itu untuk upacara keagamaan terakhir, yang berpuncak pada ritual "menghirup kehidupan" ke dalam lukisan yang sudah jadi.

Praktik upacara ini untuk mengundang Tara Hijau untuk bersemayam di tempat kerja sebagai wadah peribadatan.

"Ini bukan seni saja, kepercayaan umat Buddha dan Hindu terikat padanya," kata Ujay Bajracharya. "Bila kita tidak melestarikan bentuk seni ini, kepercayaan itu juga akan perlahan memudar," pungkas dia.AFP/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : AFP

Komentar

Komentar
()

Top