Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kebijakan Pangan I Impor Beras Dinilai Ironis karena Dilakukan Ketika Hasil Panen Raya Naik 10%

Sengkarut Data Mesti Segera Diatasi

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Transparansi data pangan nasional harus ditegakkan karena saat ini ada beberapa kementerian yang dinilai memiliki data yang berbeda-beda terkait produksi dan konsumsi pangan.

Jakarta - Permasalahan terkait perbedaan data pangan yang dimiliki berbagai instansi pemerintahan perlu segera diatasi agar terdapat fondasi yang kokoh untuk mengambil suatu kebijakan. Data pangan yang bersumber dari satu pihak dan akurat juga penting untuk mengukur produktivitas pangan, mengidentifikasi daerah-daerah penghasil komoditas pangan dan juga mengetahui kondisi petani.

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Viva Yoga Mauladi, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin (21/5), memperingatkan transparansi data pangan nasional harus ditegakkan karena saat ini ada beberapa kementerian yang dinilai memiliki data yang berbeda-beda terkait produksi dan konsumsi pangan.

Menurut Yoga, kondisi seperti ini dapat diibaratkan seperti adanya perang data pangan di internal pemerintah. Dia mengungkapkan kementerian itu meliputi Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perdagangan, serta Kementerian Perindustrian.

Dia mengingatkan bila perbedaan data iru tak segera diatasi maka berpotensi untuk masuk ke dalam wilayah permainan politik. Untuk itu, ujar dia, pemerintah perlu segera mengevaluasi data dan komoditas pangan karena selama ini pelaksanaan distribusi pangan yang dilakukan di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian masih tidak berjalan maksimal.

Viva Yoga juga menyoroti langkah kebijakan impor beras yang dilakukan padahal di beberapa daerah, seperti di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, mengalami panen raya dan kenaikan hasil panen sekitar 10 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Menurut dia, akibat impor beras di tengah panen raya yang terjadi di berbagai daerah, maka hal itu juga bakal mengakibatkan harga gabah petani juga akan terus mengalami penurunan yang dampaknya berpengaruh kepada tingkat kesejahteraan petani.

Sering Terjadi

Sebelumnya, lembaga penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) mendesak pemerintah harus memprioritaskan pembenahan data pangan mengingat perbedaan data antara satu institusi dengan lainnya di Tanah Air sudah sering terjadi.

"Pembenahan data pangan sangat penting dilakukan. Data pangan yang bersumber dari satu pihak, akurat dan diperbarui secara berkala sangat penting untuk menentukan kebijakan pangan yang akan diambil pemerintah," kata Kepala Bagian Penelitian CIPS, Hizkia Respatiadi, beberapa waktu lalu.

Menurutnya, perbedaan data tidak juga menemukan solusi dan malah berulang lagi dan permasalahan ini kembali dibahas seiring kebijakan impor yang diambil pemerintah terhadap suatu komoditas.

Selain sebagai dasar pengambilan kebijakan, katanya, data pangan yang bersumber dari satu pihak dan akurat juga penting untuk mengukur produktivitas pangan, mengidentifikasi daerah penghasil komoditas pangan dan juga mengetahui kondisi petani.

"Ketidakakuratan data pangan di Tanah Air sudah sering disuarakan sebagai salah satu penyebab permasalahan penanganan pangan. Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa hal, seperti parameter pengambilan contoh yang sudah usang, ketidakcermatan enumerator dan juga ketidakakuratan data atau jawaban dari narasumber. Panjangnya distribusi data dari tingkat desa hingga ke pusat juga berpotensi menimbulkan ketidakakuratan," katanya.

Baca Juga :
Harga Bahan Baku Naik

Sebagaimana diwartakan, Perum Bulog menyatakan stok komoditas strategis pangan, khususnya beras, terbilang cukup dan aman untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri 2018.

Ant/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top