Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Segara Anakan, Pesona Laguna Hutan Mangrove Terluas di Pulau Jawa

Foto : Istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Segara Anakan yang berada di Cilacap, Jawa Tengah, merupakan sebuah kawasan wisata eksotik dengan kawasan mangrove terluas di Jawa dan terlengkap terlengkap di Indonesia. Pelancong yang menyukai wisata alam tentunya wajib untuk mengunjunginya.

Keunikan Cilacap adalah memiliki laguna luas bernama Segara Anakan. Wilayah perairan air payau ini ditumbuhi tumbuhan mangrove terluas di Pulau Jawa yang menjadi daya tarik bagi berbagai disiplin ilmu dan wisata.

Laguna sendiri dalam istilah geografi adalah perairan yang hampir seluruh wilayahnya dikelilingi daratan dan hanya menyisakan sedikit celah yang berhubungan dengan laut. Segara Anakan didominasi hamparan hutan mangrove yang sangat luas. dikelilingi daratan di bagian timur, barat dan utara, dan selat Nusakambangan di bagian selatan.

Luas perairan Laguna Segara Anakan pada 1903 mencapai 6.450 hektare. Namun karena pendangkalan, luasnya terus menyusut. Selanjutnya pada 1971 luas menjadi 4.290 hektare. Pada 2005, luasnya tersisa 834 hektare.

Segara Anakan berada di pertemuan tiga sungai besar yaitu Citanduy, Cibeureum, dan Cikonde serta sungai-sungai kecil lainnya. Kawasan ini juga menjadi penghubung pergerakan ekonomi dan sarana transportasi air masyarakat dari Cilacap menuju Kabupaten Pangandaran.

Tempat ini merupakan salah satu laboratorium alam bagi para peneliti dalam dan luar negeri dari aneka disiplin ilmu antara lain biologi, geologi, fisika, sosial, ekonomi, budaya, dan hukum. Artinya dari segi pengembangan keilmuan Segara Anakan sangat bermanfaat.

Ditinjau dari fungsi sosial ekonomi, ekosistem mangrove di wilayah ini menyangkut siklus kehidupan ikan, udang, kepiting dan fauna lainnya, seperti burung dan aneka reptil. Oleh karenanya Kabupaten Cilacap serius mengembangkan wisata alam di Segara Anakan.

Segara Anakan diklaim menawarkan wisata mangrove terlengkap di Indonesia dengan 46 jenis mangrove tersertifikasi. Selain itu, lebih dari 50 jenis mangrove telah teridentifikasi dengan aneka ragam flora dan fauna lainnya di kawasan itu.

Terdapat 26 jenis tumbuhan mangrove dengan tiga jenis vegetasi (tumbuhan). Yang paling dominan adalah jenis api-api, bakau, dan cancang (Bruguiera gymnonthiza) yang akarnya sangat kuat. Tumbuhan ini sering dimanfaatkan penduduk untuk kerangka bangunan rumah panggung.

Tidak hanya keanekaragaman flora, fauna Segara Anakan juga cukup beragam. Di sini terdapat 64 jenis burung, 8 jenis mamalia, dan 3 jenis reptil. Di sini pengunjung bisa melihat secara langsung keindahan fauna endemik Pulau Jawa tersebut.

Ekosistem mangrove di wilayah ini menyangkut siklus kehidupan ikan, udang, kepiting dan fauna lainnya, seperti burung dan aneka reptil. Laguna ini merupakan tempat berkembang biaknya satwa laut sebelum kemudian keluar melalui muara laguna ke laut lepas, Samudra Hindia, untuk selanjutnya ditangkap para nelayan.

Di Segara Anakan sedikitnya terdapat 15 spesies kepiting bakau, dan 90 persen dari jenis tersebut dapat ditemui dengan mudah di kawasan yang tertutup rapat oleh kawasan mangrove yang masih terjadi di laguna itu.

Keunikan ekosistem laguna Segara Anakan adalah adanya ikan sidat. Ikan ini memiliki kandungan DHA hampir dua kali lipat dibandingkan ikan biasa. Dari 12 spesies ikan sidat di dunia, tujuh di antaranya berkembang di daerah ini.

Mangrove mendukung produktivitas kehidupan laut. Daun-daunnya yang rontok ke air dan kemudian lapuk merupakan tempat mencari makan serta tempat pemijahan berbagai jenis ikan, udang, dan biota laut seperti kepiting yang bernilai ekonomi.

Badan Konservasi Segara Anakan dan Nusakambangan membagi Segara Anakan menjadi tiga bagian yaitu zona yaitu inti, zona transisi, dan zona pemanfaatan. Di zona pemanfaatan ini saat ini dikembangkan ekowisata berupa wisata hutan mangrove.

Susur Sungai

Cara terbaik berwisata di Segara Anakan untuk melihat flora dan faunanya adalah dengan susur sungai. Dari Dermaga Sleko yang menjadi penghubung Kota Cilacap dengan Kampung Laut. Dari dermaga tersebut wisatawan bisa melakukan perjalanan menyusuri perairan Selat Nusakambangan, Laguna Segara Anakan, dan Perairan Donan.

Perjalanan dengan perahu menuju Kampung Laut menawarkan pengalaman tersendiri. Dalam perjalanan pengunjung akan disuguhi pemandangan Pulau Nusakambangan, gedung-gedung kilang minyak yang megah, lalu lalang nelayan dengan perahu bercadik beserta deretan hutan mangrove.

Untuk bisa melakukan ekowisata atau eduwisata mangrove Segara Anakan, bisa memilih pemandu wisata. Mereka akan menjelaskan keragaman flora dan satwa khas yang ada di Pusat Konservasi Mangrove dan Studi Plasma Nutfah Indonesia yang berada di Dusun Lempong Pucung, Desa Ujung Alang, Kecamatan Kampung laut.

Mangrove sangat penting ekosistem pesisir sehingga pelestariannya terus digenjot. Di pusat konservasi itu pengunjung bisa melihat langsung pohon mangrove dari dekat dan fungsinya bagi alam. Pengunjung juga akan diajak untuk melihat proses penanaman bibit mangrove.

Bukan hanya eduwisata, wisatawan akan diajak pemandu untuk menikmati kuliner di Kampung Laut yang menawarkan berbagai olahan seafood. Ikan yang disajikan masih sangat segar karena diambil diambil dari nelayan. Selain itu, pengunjung juga bisa memancing di Segara Anakan.

Selain ekowisata melalui cara susur sungai, cara melihat ekosistem mangrove dengan lebih praktis adalah datang ke Wisata Hutan Payau. Berada di Desa Tritih Kulon Kecamatan Cilacap Utara, jaraknya dari pusat kota Cilacap hanya 5,6 kilometer melewati jalan beton yang mulus dan lokasinya tidak jauh dari jalan besar ini.

Wisata Hutan Payau ini berada di ujung pemukiman warga, bersebelahan dengan sawah, dan berbatasan dengan Segara Anakan. Luas hutan yang sekitar 10 hektare ini ditumbuhi aneka jenis pohon mangrove, seperti bakau bandul, tancang, bakau kacangan, jeruju, waru, dan ketapang.

Tidak hanya flora saja yang hidup di Wisata Hutan Payau, di sini juga menjadi habitat beberapa fauna. Seperti ikan gelodok, ikan uca, ikan tanggal, udang pistol, dan berbagai jenis burung. Di sini juga dibangun kolam pemancingan dan budidaya kepiting.

Dengan tiket masuk 12.500 rupiah, pengunjung bisa menikmati lebatnya Wisata Hutan Payau serta wahana yang disediakan dan beberapa spot untuk swafoto. Di depan pintu masuk saja ada jembatan yang terbuat dari bambu. Pengunjung bisa menaikinya menyusuri pepohonan bakau yang lebat.

Bagi yang menyukai tantangan bisa mencoba jaring goyang yang terbuat dari tali menyerupai jaring yang terhubung dan terikat ke pohon mangrove menyerupai jaring. Di jaring goyang ini pengunjung juga bisa menyusuri hutan atau sekedar berswafoto.

Di Wisata Hutan Payau dibangun jalan setapak yang dicor. Di sepanjang jalan setapak ini diperindah dengan beberapa ornamen yang mempercantik jalan, juga warung dan tempat duduk untuk beristirahat dengan nyaman. Di ujung jalan setapak itu, pengunjung sampai di tepi Segara Anakan.

Di tepian itu dibangunnya Dermaga Cinta dan Jembatan Gantar Sewu yang memiliki panjang 300 meter. Dengan latar belakang perairan segara anakan dan hutan Mangrove yang lebih luas di seberangnya titik ini menjadi tempat favorit bagi pengunjung untuk berfoto.

Bahkan dari dermaga tersebut pengunjung bisa menyewa perahu untuk berkeliling menikmati Segara Anakan. Atau kalau ke Wisata Hutan Payau sore hari, pengunjung bisa menikmati senja di jembatan. Di sepanjang jembatan dibangun gubuk kecil agar pelancong bisa beristirahat, berswafoto, atau sekedar menikmati semilir angin di tepi Segara Anakan.

Selain itu di Wisata Hutan Payau menawarkan fasilitas berkemah di camping ground untuk suasana yang lebih seru. Wisata Hutan Payau ini cocok untuk berlibur bersama keluarga atau sekedar nongkrong menikmati senja bersama sahabat. hay/I-1

Benteng Pendem yang Dibuat Terpendam

Sebagai kota pelabuhan di selatan Pulau Jawa, Cilacap sangat strategis baik dari masa lalu sampai sekarang. Salah satu peninggalan penjajah Belanda yang masih terawat dengan baik sampai sekarang adalah Benteng Pendem Cilacap yang dalam bahasa Belanda dinamakan Kustbatterij op de Landtong te Tjilatjap.

Dibangun pada 1861 dan selesai pada 1879 bangunan ini sebagai benteng pertahanan Hindia Belanda yang terletak di tepi pantai Cilacap, Jawa Tengah. Dengan luasnya mencapai 10,5 hektare, banteng ini dibuat sejajar dengan tanah untuk tujuan nonpertahanan. Benteng ini digali oleh pemerintah Cilacap pada 1986. Setelah itu bangunan bersejarah ini dijadikan sebagai tempat wisata.

Pembangunan Benteng Pendem dilatarbelakangi ketakutan Belanda akan serangan Inggris. Saat ini kapal Royal George pernah singgah di Pulau Nusakambangan untuk mengambil air tawar. Mereka khawatir di kemudian hari Inggris ingin menguasai Cilacap sehingga dibangunlah banteng yang tepat berada paling depan alur menuju pelabuhan Cilacap.

Ketika Jepang datang, Benteng Pendem digunakan untuk markas pertahanan, dengan membangun sarana berupa bunker yang terletak di bagian atas benteng, dengan menggunakan sistem konstruksi dari beton dan rangka besi yang berjumlah 4 buah.

Selama dikuasai Jepan, Benteng Pendem nyaris tidak mengalami perubahan yang signifikan. Apalagi fungsinya adalah sebagai tempat berlindung, bersembunyi, dan menyelamatkan diri dari serangan musuh yaitu Sekutu.

Bangunan Benteng Pendem terdiri dari beberapa ruang yang masih kokoh hingga kini. Ruangan dalam benteng berupa barak, benteng pertahanan, benteng pengintai, ruang rapat, klinik pengobatan, gudang senjata, gudang mesiu, ruang penjara, dapur, ruang perwira, dan ruang peluru.

Hasil penelitian yang dilakukan Adhiningtyas Putu Widharta, Emy Wuryani, dan Tri Widiarto dengan judul Peralihan Fungsi Benteng Pendem Cilacap dari Masa ke Masa, menyatakan bahwa bahan bangunan menggunakan batu merah dari gunung berapi, batu kapur, dan tetap menggunakan semen serta pasir yang dicuci dahulu. Pencucian pasir agar bebas dari kandungan garam sehingga bangunan kokoh.

Teknik pembuatan Benteng Pendem sangat unik. Ketika bangunan selesai dibangun, kemudian diurug dengan tanah dengan ukuran ketebalan 3,5 meter. Tujuannya agar musuh yang datang tidak melihat adanya benteng pertahanan itu.

Seperti yang bisa dilihat saat ini di sekeliling benteng juga terdapat parit berkedalaman 3 meter dengan lebar 18 meter. Fungsi para untuk patroli untuk melihat adanya musuh yang menyusup sekaligus sebagai parit pembuangan air dari terowongan.

Di dalam bagian dalam benteng terdapat 10 sumur sebagai sumber mata air tawar di dalam benteng. Di sini juga terdapat 13 buah meriam, 8 buah menghadap ke Samudra Hindia, sedangkan 5 buah lainnya menghadap ke selat Nusakambangan.

Sekarang Benteng Pendem bisa kita kunjungi setiap hari buka dari jam 8.00 - 18.00 WIB. Untuk bisa menikmati kecanggihan arsitektur masa lalu, dikenakan tiket masuk 7.500 rupiah. Sementara untuk tarif parkir roda dua sebesar 3.000 rupiah dan 5.000 rupiah untuk kendaraan roda empat. hay/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top