Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis

Sebut Polisi Korup, Media Asing: Tragedi Kanjuruhan Dipicu 'Kegagalan Reformasi' Polisi

Foto : H Prabowo/EPA

Polisi anti huru hara memukuli penggemar sepak bola dengan tongkat dan tameng, serta menembakkan gas air mata ke puluhan ribu penonton di Stadion Kanjuruhan di Malang, Indonesia, pada Sabtu (2/10).

A   A   A   Pengaturan Font

Tragedi mengerikan di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, membuka mata dunia terkait masalah akuntabilitas polisi di Indonesia.

Melalui laporan bertajuk "Deadly Soccer Clash in Indonesia Puts Police Tactics, and Impunity, in Spotlight", The New York Times menuturkan petugas kepolisian tindakan represif pihak kepolisian yang memicu penyerbuan yang berujung pada kematian 131 orang itu mengungkapkan adanya masalah sistemik yang dihadapi polisi Indonesia, di mana banyak di antara mereka yang kurang terlatih dalam pengendalian massa dan sangat militeristik.

Outlet media terkemuka Amerika Serikat (AS) itu bahkan menyebut puluhan ribu orang Indonesia telah berhadapan dengan kepolisian yang banyak dikatakan korup, menggunakan kekerasan untuk menekan massa dan parahnya tidak ada pertanggungjawaban apapun dari mereka.

"Di ibu kota, Jakarta, polisi menembak dan membunuh 10 orang saat pengunjuk rasa berkampanye menentang pemilihan kembali Presiden Joko Widodo pada 2019. Tahun berikutnya, petugas memukuli ratusan orang di 15 provinsi dengan tongkat saat mereka memprotes undang-undang baru. Di kota utara Ternate pada bulan April, petugas menembakkan gas air mata ke kerumunan demonstran mahasiswa yang damai, membuat tiga balita sakit," tulis laporan The New York Times.

Tak hanya itu, NYT juga mengutip komentar para analis, salah satunya Wirya Adiwena, wakil direktur Amnesty International Indonesia, yang mengatakan "hampir tidak pernah ada" pengadilan atas penggunaan kekuatan polisi yang berlebihan kecuali pada 2019, ketika dua mahasiswa tewas di Pulau Sulawesi selama protes.

"Dalam banyak kasus, petugas polisi memiliki keputusan akhir tentang apakah suatu kasus harus dituntut. Menerima suap adalah hal biasa, kata para analis," ujar NYT.

Outlet berita yang didirikan pada 1851 itu juga mengutip analisa Jacqui Baker, ekonom politik di Murdoch University di Perth, Australia, yang mempelajari kepolisian di Indonesia. Baker menuturkan selama lebih dari dua dekade, aktivis HAM dan ombudsman pemerintah telah melakukan penyelidikan atas tindakan polisi Indonesia. Namun, laporan-laporan yang juga sampai kepada kepala polisi ini tidak ditindaklanjuti atau singkatnya tidak membawa perubahan apapun.

"Bagi saya, ini benar-benar fungsi dari kegagalan reformasi kepolisian di Indonesia," kata Jacqui Baker.

Ketika bertanya apa yang membuat reformasi kepolisian Indonesia begitu sulit, kepada NYT Baker menuturkan bahwa jawabannya adalah karena tidak ada satupun kepentingan politik untuk benar-benar mewujudkan kepolisian yang profesional

"Mengapa kita terus dihadapkan dengan impunitas?" dia berkata.

"Karena tidak ada kepentingan politik untuk benar-benar mewujudkan kepolisian yang profesional," jawabnya.

Setelah tragedi Kanjuruhan pada hari Sabtu (2/10), banyak warganet Indonesia turun ke Twitter untuk menyerukan agar Kapolri dipecat. Pada Senin malam, hampir 16.000 orang telah menandatangani petisi yang menyerukan polisi untuk berhenti menggunakan gas air mata.

Media independen yang didirikan Henry Jarvis Raymond dan George Jones itu bahkan melaporkan ketidakpercayaan publik terhadap institusi Polri.

"Jajak pendapat menunjukkan penurunan tajam dalam kepercayaan publik terhadap polisi - turun menjadi 54,2 persen pada Agustus 2022 dari 71,6 persen pada April tahun itu setelah muncul laporan bahwa seorang jenderal polisi bintang dua telah membunuh bawahannya dan menginstruksikan petugas lain untuk menutupinya," tulis NYT.

Pemerintah sendiri telah bergerak cepat untuk meredam kemarahan publik, menskors kepala polisi di Malang dan berjanji untuk mengumumkan nama-nama tersangka yang bertanggung jawab atas tragedi itu dalam beberapa hari.


Editor : Fiter Bagus
Penulis : Suliana

Komentar

Komentar
()

Top