Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Sampah di TPA Burangkeng Bekasi Menggunung, Pengamat: Makin Parah, Pengelolaannya Amburadul

Foto : KPNas

Kondisi TPA Burangkeng di Bekasi pada Selasa 15 Maret 2022.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - TPA Burangkeng di Kecamatan Setu, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat seminggu belakangan ini kondisinya sudah parah, sampah menggunung, dan penataannya amburadul. Manajemen baru dinilai tidak profesional menangani TPA.

"Pada 11-16 Maret 2022 TPA seluas 11,6 hektar ini mengalami turbulensi, guncangan dahsyat. TPA didera berbagai masalah serius bertahun-tahun. Beberapa kali pekerja melakukan demo mogok kerja karena belum dibayar. Pengelola TPA membayar gaji untuk bulan Januari 2022," kata Bagong Suyoto, Ketua Koalisi Persampahan Nasional (KPNas), dalam keterangan tertulisnya, Kamis (17/3).

Bagong melanjutkan, hampir setiap hari terjadi antrean panjang menuju pintu gerbang TPA Burangkeng. Sehingga menimbulkan kemacetan lalu lintas. Ada truk masuk got. Hal ini disebabkan oleh tingkat pelayanan buruk, infrastruktur kurang memadai, kurang alat-alat berat yang dioperasionalkan karena masalah perawatan. Padahal TPA ini memiliki 15 atau 17 unit alat berat, seperti backhoe dan bulldozer.

Lahan/zona A, B, C dan D tidak memadai, semua penuh sampah. Bahkan, zona A dan B sudah menjadi satu karena buruknya penataan sampah. Lahan TPA Burangkeng tidak memadai, luas 11,6 itu dikurangi 8.000 m2 terkena proyek jalan tol.

Disamping itu, gunungan sampah TPA Burangkeng beberapa kali longsor. Kejadian yang menyedihkan longsoran sampah menguruk instalasi pengolahan air sampah (IPAS), yang kondisnya sudah parah.

Menurut Bagong, situasi TPA Burangkeng yang dikelola dengan sistem open dumping dan semrawut mengindikasikan buruknya pengelolaan sampah Kabupaten Bekasi. Dampaknya sangat krusial terhadap pencemaraan lingkungan, kesehatan masyarakat dan estetika. Maka masyarakat sekitar yang dirugikan bertahun-tahun. Sistem open dumping merupakan bentuk pelanggaran nyata terhadap UU No. 18/2008, UU No. 32/2009.

Sampai saat ini Pemerintah Bekasi masih mengandalkan TPA Burangkeng sebagai penyelesaian akhir. Bagong mempertanyakan Pemda Bekasi terkait Perda tentang Pengelolaan Sampah turunan UU No. 18/2008 dan master plan pengelolaan sampah dari sumber hingga TPA.

"Saya mengusulkan dan meminta pada Pemkab Bekasi agar memperluaskan lahan untuk TPA Burangkeng pada tahun 2019. Perluasan lahan digunakan untuk membangun infrastruktur dan teknologi pengolahan sampah skala menengah dan besar. Teknologi pengolahan sampah tersebut sangat dibutuhkan untuk mengurangi gunungan sampah di TPA," kata Bagong.

Namun, menurut Bagong, Bupati Eka Supriatmadja (alm) ketika itu menolaknya dengan alasan tertentu. Dan, lainnya mengatakan karena sudah terkurung dengan Perda RTRW sehingga tidak dapat menambah lahan. Hal ini dibenarkan oleh Nemin Kepala Desa Burangkeng, yang pernah menjadi angota DPRD Kabuapen Bekasi.

Para aktivis lingkungan, seperti Koalisi Persampahan Nasional (KPNas) dan Asosiasi Pelapak dan Pemulung Indonesia (APPI) sejak 2019 memprediksi pengelolaan TPA Burangkeng akan mengalami turbulensi, atau krisis dua tahun kemudian. Salah satu operator alat berat yang pernah ditemui, memperkirakan akhir tahun 2021 dan awal tahun 2022 TPA Burangkeng tak mampu nampung sampah Kabupaten Bekasi.

Padahal sampah yang masuk ke TPA Burangkeng baru sekitar 800-900ton/hari atau sekitar 42-45% dari seluruh produksi sampah Kabupaten Bekasi. Wilayah yang jauh dari pusat dan kabupaten tidak terlayani. Sehingga wajar banyak ditemui titik-titik pembuangan sampah illegal, selain itu banyak sampah yang dibuang di DAS, badan kali, lalu terbawa alir ke pesisir Muaragembong dan laut Jawa.

Kondisi sampah padat dan cair yang ke sungai, seperti kali CBL, kali Bancong, Kali Jambe, dll akan berpengaruh pada Proyek Citarum Harum. Belakangan, Direktorat Pengelolaan Sampah dan Gakkum KLHK rajin menelusuri pembuangan sampah liar pada alur DAS dan sungai di wilayah Kabupaten Bekasi dan sekitar.

Melihat kondisi tersebut, menurut Bagong, perlu dilakukan langkah-langkah. Pertama, merombak top dan midle management TPA Burangkeng, diisi oleh yang punya kapasitas, integrital dan skill handal.

Kedua, upah pekerja harus diperhatikan dan diutamakan. Mereka sebagai garda terdepan yang menangani sampah dengan berbagai resiko sangat berat dan bau, maka harus diberikan gaji dan tunjangan yang layak serta dibayar tepat waktu.

Ketiga, pengoperasian alat-alat berat maksimal. Semua alat berat yang rusak diperbaiki oleh teknisi ahli dengan suku cadang berstandar. Hindari penggantian suku cadang secara kanibal, kanibalisme sebab akan cepat rusak.

Keempat, dalam kondisi darurat, penambahan lahan sangat diperlukan. Penambahan lahan setidaknya 20-30 hektar untuk pembangunan infrasktur dengan multi-teknologi olah sampah modern ramah lingkungan skala menangah atau besar. Pilihan teknologi yang diutamakan adalah yang mampu mengurangi sampah

Kelima, menata kembali secara total TPA Burangkeng tersebut membutuhkan dukungan semua pihak, terutama legislatif dan para tetua Kabupaten Bekasi. Semua harus peduli pada perbaikan dan masa TPA Burangkeng. Peduli pada TPA Burangkeng yang ramah lingkungan berarti peduli pada Kabupaten Bekasi.

Keenam, Pemkab Bekasi melakukan kolaborasi dan menggiatkan partisipasi berbagai stakeholder membangun TPS 3R atau Pusat Daur Ulang Sampah (PDUS) di setiap desa/kelurahan. Pengelolaan dan pengolahan sampah dari sumber harus menjadi gerakan nyata dan kuat, serta kurangi ketergantungan pada TPA.


Redaktur : Lili Lestari
Penulis : -

Komentar

Komentar
()

Top