Salah Kaprah Penerapan Keadilan Restoratif di Kasus Mario Dandy
Tersangka Mario Dandy Satrio (kiri), Shane (kanan), dan pemeran pengganti tersangka AG (tengah) dalam adegan saat rekonstruksi kasus penganiayaan terhadap Cristalino David Ozora.
Mekanisme keadilan restoratif di Indonesia menjadi polemik karena tercapainya perdamaian sebagai upaya pemulihan korban selalu diakhiri dengan penghentian proses pidana.
Arianda Lastiur Paulina, Indonesia Judicial Research Society ; Aisyah Assyifa, dan Matheus Nathanael
Belakangan ini publik dibuat geram oleh penganiayaan berat yang dilakukan oleh Mario Dandy Satrio (20), anak seorang pejabat Eselon II Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Mario, bersama dua orang temannya, menganiaya seorang remaja berusia 17 tahun.
Di tengah proses hukum yang sedang dijalani oleh masing-masing pelaku, Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta sempat menawarkan upaya "keadilan restoratif" agar kasus penganiayaan tersebut bisa diselesaikan secara damai antara pihak korban dan pelaku.
Namun, keluarga korban telah memastikan bahwa tidak ada perdamaian dalam kasus tersebut dan proses hukum harus terus berjalan.
Mekanisme keadilan restoratif di Indonesia menjadi polemik karena tercapainya perdamaian sebagai upaya pemulihan korban selalu diakhiri dengan penghentian proses pidana.
Halaman Selanjutnya....
Redaktur : -
Komentar
()Muat lainnya