Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Sahara Hijau, Surga yang Menghilang

Foto : Istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Gurun Sahara dikenal sebagai gurun paling luas yang kering dan tandus, serta tidak ramah bagi banyak jenis kehidupan. Luasnya 9,3 juta kilometer persegi atau kurang lebih seluas Amerika Serikat (AS), termasuk Alaska dan Hawaii.

Pada 10.000 tahun yang lalu, Sahara dikenal hijau yang dipenuhi dengan vegetasi. Tanah itu menjadi surga yang subur bagi kehidupan manusia, hewan, dan tumbuhan. Banyak tanah yang terkandung di permukaannya sebelum berubah menjadi padang pasir.

Gurun Sahara yang luas itu kini hanya dihuni oleh sekitar 2,5 juta orang, hanya 0,7 persen dari populasi AS saat ini yang berjumlah 329,5 juta jiwa. Ini artinya per orang menempati luas 3,7 kilometer persegi. Pada periode Sahara hijau diperkirakan jutaan lebih orang yang tinggal di seluruh wilayah dengan keanekaragaman spesies hewan.

Terbentang luas dengan bukit pasir dan dataran yang tertutup pasir, suhu rata-rata pada bulan-bulan musim panas antara 104 derajat Fahrenheit atau 40 derajat Celsius. Bahkan bisa mencapai lebih dari 117 derajat Fahrenheit atau 47 derajat Celsius.

Meski tidak ramah bagi kehidupan, namun masih ada yang bisa hidup. Lebih dari 500 spesies tumbuhan dan 250 spesies hewan hidup di tempat ini. Di antara kaktus, arthropoda, arachnida, reptil, mamalia, dan burung.

"Tapi sejauh ini hal yang paling menarik tentang Gurun Sahara adalah bagaimana gurun itu menjadi daerah kering selama beberapa ribu tahun, ketika kita tahu dulunya adalah Sahara hijau yang basah," tulis laman Ancient Origin.

Penelitian arkeologi dan antropologi menunjukkan dulu Sahara bukan wilayah kering, dengan lanskap berpasir seperti saat ini. Faktanya, Sahara dulunya sehijau hutan Amazon. Sebuah oasis hijau yang luas dipenuhi ribuan spesies yang beragam seperti surga yang subur.

Jadi, apa yang terjadi dengan Sahara yang hijau? Ke mana perginya orang dan hewannya? Seperti disebutkan sebelumnya, istilah Sahara hijau mengacu pada wilayah Sahara sekitar 10.000 tahun yang lalu, saat lanskapnya berupa lahan subur yang dipenuhi tanaman hijau dan sejumlah besar spesies hewan.

Danau Besar

Tidak hanya dipenuhi tanaman, Sahara memiliki danau-danau besar yang tersebar luas hingga luas 109.000 kilometer persegi. Kuantitas air yang lebih tinggi ini dianggap secara signifikan berkontribusi pada tingginya jumlah vegetasi dan keanekaragaman spesies beberangan dengan perkembangan peradaban Mesopotamia.

Selain danau besar (mega lake) terdapat Danau Chad, yang saat itu dikenal sebagai "Mega Chad." Danau ini eksis pada lebih dari sepuluh kali lebih besar daripada sekarang. Danau-danau raksasa ini disuplai dengan air melalui sungai-sungai besar, termasuk Sungai Nil, Sungai Niger, dan sungai-sungai yang tak terhitung jumlahnya. Satu sungai besar di Sahara barat yang telah mengering bahkan tidak memiliki nama.

Dengan kelimpahan air ini, tumbuhan, dan hewan seperti gajah, badak, babi hutan, buaya, kerbau, kijang, jerapah dan manusia dapat berkembang biak di sana selama ribuan tahun. Peradaban dapat berkembang karena memiliki semua sumber daya yang mungkin dibutuhkan seperti makanan, air, dan tempat tinggal.

Manusia penghuninya tidak pernah ada kekurangan hewan buruan untuk daging atau tumbuh-tumbuhan untuk makanan nabati atau untuk memberi makan hewan buruan. Dengan terpenuhinya semua kebutuhan peradaban dapat berkembang sehingga populasi Sahara hijau 10.000 tahun diperkirakan lebih banyak dari saat ini.

"Para ahli mengatakan bahwa Sahara hijau kemungkinan menjadi rumah bagi beberapa juta lebih banyak orang daripada 2,5 juta yang saat ini menghuninya," lanjut laman tersebut.

Karena populasi yang lebih tinggi ini, hubungan antarkomunitas mulai tercetus dan perdagangan antar komunitas menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Dengan berlimpahnya barang dan sumber daya seperti tembikar, peralatan, senjata, tanaman, dan hewan ada, komunitas di seluruh Sahara hijau menjadi bagian dari peradaban yang saling terhubung dan sangat maju.

Para peneliti juga mempelajari artefak yang terkait dengan periode Sahara hijau. Artefak ini termasuk lukisan batu, tembikar, dan bahkan perahu. Salah satu penemuan berharga adalah Kano Dufana, perahu tertua yang ditemukan tengah gurun pada 1987.

Spesies hewan modern juga menunjukkan bahwa lanskap Sahara dulu berbeda dari sekarang. Hewan seperti gajah, singa, dan kijang memiliki subspesies yang berbeda di Sahara utara versus Sahara selatan. Ini masuk akal jika mempertimbangkan lanskap Sahara hijau.

Dengan begitu banyak air di danau yang luas, kemungkinan besar hewan di utara tidak dapat bertemu dengan hewan di selatan. Hambatan geografis ini akan menyebabkan isolasi reproduksi antara kelompok-kelompok ini, yang pada akhirnya mengarah pada spesiasi alopatrik.

Spesiasi alopatrik adalah spesiasi yang berlangsung ketika populasi spesies yang sama terisolasi satu sama lain hingga tak terjadi pertukaran gen. Dari penelitian hal ini dibuktikan dengan adanya berbagai subspesies di sekitar Sahara.

Bukti lainnya ditemukannya seni di batu cadas menunjukkan bukti pemeliharaan hewan termasuk sapi, domba, dan kambing. Selain lukisan hewan dan pertanian, beberapa lukisan menggambarkan air, termasuk orang menyelam, memancing, dan berenang di air.

Temuan bersejarah ini semakin menegaskan bahwa Sahara tidak selalu berupa lanskap yang kering, berpasir, dan sunyi seperti sekarang ini. Sebaliknya, dulunya Sahara hijau, surga yang subur, penuh dengan orang-orang yang terhubung dan satwa liar yang melimpah.

Orang-orang yang tinggal di sana tinggal di dekat pantai danau besar atau tepi sungai. Mereka memiliki cukup dekat untuk memiliki akses ke air tawar dan tanaman berlimpah yang tumbuh darinya. Mereka juga akan belajar hidup dari air, kemungkinan terlibat dalam kegiatan seperti memancing dan menyelam untuk tanaman dan sumber daya bawah air lainnya.

Dari lukisan batu, diketahui masyarakat kala itu melakukan kegiatan beternak. Seperti yang disebutkan sebelumnya, ada tema umum peternakan sapi perah di dalam lukisan, dan bahkan ada bukti tembikar digunakan untuk mengolah susu menjadi krim dan yoghurt.

Pengawetan susu ini akan memberi penduduk Sahara hijau makanan tambahan dan juga akan menyediakan makanan yang lebih mudah dicerna untuk individu yang tidak toleran kandungan laktosa. Mereka telah mampu mengidentifikasi bahwa susu dapat menyebabkan gejala yang tidak diinginkan.

Saat Sahara hijau mulai bergeser ke arah iklim kering peradaban Mesir kuno yang sangat maju mulai bangkit, menggunakan lanskap yang berkembang untuk keuntungan mereka. Sangat mungkin bahwa orang-orang di Sahara hijau akan berinteraksi dengan orang Mesir kuno, bekerja sama dalam berbagi sumber daya dan pengebangan teknologi baru. hay/I-1

Tulisan II

Perubahan Iklim Pengaruh Pergeseran Rotasi Bumi

Sahara hijau dibuktikan para ahli dengan bukti-bukti yang potongan keberadaannya yang menakjubkan selama beberapa tahun. Di luar temuan artefak, para ahli juga menganalisis pergeseran musiman di seluruh Bumi selama beberapa ribu tahun terakhir. Hal ini untuk melihat bagaimana lanskap dan iklim berbagai tempat telah berubah dari waktu ke waktu.

Pada saat Sahara hijau, rotasi Bumi memiliki kemiringan yang berbeda dari saat ini. Kemiringan ini mengubah paparan sinar matahari yang dapat menembus atmosfer. Perubahan ini menimbulkan pergeseran pola cuaca atmosfer termasuk musim hujan, yang akan berkontribusi pada kelembaban tinggi di Sahara hijau saat ini.

Fluktuasi kelembaban ini begitu signifikan dalam sejarah sehingga secara resmi dinamai periode lembab Afrika (African humid period). Selama masa tersebut lebih banyak energi dari Matahari yang mampu menembus atmosfer, pada gilirannya menyebabkan peningkatan curah hujan.

Selama 20.000 tahun atau lebih, poros bumi bergeser sehingga mengubah iklim secara keseluruhan di sebagian besar Bumi. Pergeseran sumbu ini memakan waktu sekitar 40.000 tahun. Para ahli berpendapat bahwa ketika poros Bumi bergeser beberapa ribu tahun yang lalu, itu menyebabkan perubahan iklim yang cukup besar sehingga Sahara hijau mengering.

"Temperatur yang lebih panas dan kelembaban yang lebih rendah akan secara signifikan berkontribusi pada penurunan terus-menerus banyak spesies tumbuhan dan hewan di wilayah tersebut sepanjang waktu itu," tulis laman Ancient Origins.

Faktor kedua adalah karena dampak manusia yang kemudian mengubah kemampuan alami lanskap ini untuk berkembang seiring waktu. Bukti migrasi manusia melintasi Sahara mengungkapkan bahwa ada korelasi antara pergerakan masyarakat dan penurunan kehidupan tumbuhan dari waktu ke waktu.

"Namun belum bisa dipastikan penyebab lainnya. Apakah tanaman mati karena manusia menggunakannya saat bermigrasi, atau manusia bermigrasi karena tanaman mati?" lanjut laman tersebut.

Teori yang mendukung pertama menyatakan, orang-orang di Sahara hijau mungkin membiarkan kambing mereka merumput di wilayah yang menyebabkan tanaman mati. Ini juga akan menyebabkan erosi tanah lapisan atas Sahara, yang akan mencegah tanaman di masa depan tumbuh. Mereka juga bisa mulai menggunakan sumber daya Sahara hijau lebih cepat daripada yang bisa mengisi kembali dirinya sendiri selain iklim yang sudah berubah karena poros Bumi.

Ini akan menjelaskan bagaimana Sahara mengering lebih cepat setelah periode lembab Afrika terbaru dibandingkan dengan perubahan iklim sebelumnya sebelum manusia. Ahli iklim mengatakan bahwa tanpa dampak manusia, transisi dari Sahara hijau ke Sahara yang sekarang kering akan menjadi proses yang jauh lebih lambat.

Pertanyaannya kemudian mungkinkah Gurun Sahara kembali hijau di masa depan? Sahara kemungkinan telah melalui beberapa pola iklim lembab dan kering. Ini juga menunjukkan bahwa ketika poros Bumi miring lagi, Sahara bisa kembali menjadi hijau sekali lagi dengan peningkatan curah hujan.

Namun ketika iklim berubah dan Sahara akan kembali hijau faktor populasi manusia menjadi musuhnya, yang jumlahnya sangat jauh dibandingkan ketika Sahara hijau. Eksploitasi alam oleh umat manusia terus menghancurkan habitat alami di seluruh dunia, membuat daerah-daerah seperti Sahara tidak mungkin dapat kembali hijau seperti dulu. hay/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top