Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Stabilitas Moneter

Rupiah Melemah karena Data Inflasi AS Naik Jadi 3,2 Persen

Foto : Sumber: US Bureau Labor Statistics - KORAN JAKARTA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pelemahan rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) dipengaruhi oleh data inflasi AS yang secara year on year (yoy) atau tahunan meningkat menjadi 3,2 persen dibandingkan sebelumnya 3,0 persen.

"Rupiah melemah setelah data menunjukkan inflasi AS yang naik pertama kalinya dalam setahun walau sedikit di bawah perkiraan sebesar 3,3 persen disusul pernyataan the Fed (San Francisco Fed) President Mary Daly membuat dollar AS rebound dari penurunan awal," ujar analis pasar uang, Lukman Leong, di Jakarta, Jumat (11/8).

Melihat sentimen dari dalam negeri, seperti dikutip dari Antara, Lukman menilai masih cukup positif. "Namun, rupiah dan mata uang regional saat ini tertekan oleh penguatan dollar AS dan kekhawatiran perlambatan ekonomi Tiongkok," katanya.

Pengamat pasar uang, Ariston Tjendra, menyampaikan apabila data inflasi AS menunjukkan penurunan di bawah 3,0 persen (angka pada bulan Juni 2023), akan mendorong pelemahan dollar AS karena the Fed dapat melonggarkan kebijakan suku bunga tinggi. "Begitu pula sebaliknya," ucapnya.

Kenaikan Moderat

Dollar AS bertahan hampir datar terhadap sekeranjang mata uang utama lainnya pada akhir perdagangan Kamis (Jumat pagi WIB), karena investor mencerna laporan indeks harga konsumen (IHK) AS yang menunjukkan kenaikan moderat pada Juli 2023.

Indeks dollar AS, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama saingannya, naik tipis 0,03 persen menjadi 102,5222 pada akhir perdagangan.

IHK AS naik 0,2 persen bulan lalu, menyamai kenaikan pada Juni, Departemen Tenaga Kerja melaporkan pada Kamis (10/8). IHK naik 3,2 persen dalam 12 bulan hingga Juli, menguat dari kenaikan 3,0 persen pada Juni, yang merupakan kenaikan tahunan terkecil sejak Maret 2021.

IHK inti, yang tidak termasuk harga pangan dan energi, naik 0,2 persen pada Juli, sama dengan kenaikan bulan sebelumnya. Dalam basis 12 bulan, IHK inti tumbuh 4,7 persen setelah naik 4,8 persen pada Juni.

"Laporan IHK Juli menawarkan bukti yang lebih meyakinkan bahwa tekanan inflasi mereda," kata ekonom senior EY-Parthenon Lydia Boussour pada Kamis (10/8).

Sebelumnya, Chief Economist Citi Indonesia, Helmi Arman, menyatakan pihaknya menilai kebijakan repatriasi dan retensi Devisa Hasil Ekspor (DHE) yang baru saja diluncurkan oleh pemerintah akan bisa mengurangi tekanan nilai tukar rupiah.

"Ini sangat penting karena prospek suku kebijakan the Fed ini masih ada ketidakpastian dan masih ada kemungkinan suku bunga the Fed masih bisa terus meningkat," kata dia.

Dengan harga perumahan di AS yang terlihat mulai meningkat dan memberikan risiko inflasi pada tahun 2024 di AS, sehingga perlu dipantau risiko atau skenario soft landing di AS. "Apa yang kita sebut soft landing ini adalah skenario di mana inflasi di AS turun, tapi turunnya lambat dan tidak terjadi resesi. Jadi inflasi turun tanpa resesi," ujar Helmi.

Implikasi jika terjadi skenario soft landing di AS adalah suku bunga di AS ini tidak akan cepat-cepat diturunkan, atau bisa disebut skenario interest rate higher for longer. Dalam skenario higher for longer, terdapat implikasi bagi Indonesia, yakni terhadap suku bunga rupiah.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top