Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
“Outlook” 2019

Rupiah Masih Dikepung Beragam Tekanan

Foto : KORAN JAKARTA/ONES
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Rupiah sepanjang 2018 melemah 9,49 persen menjadi 14.568 rupiah per dollar AS, sekaligus menjadi mata uang Asia berkinerja terburuk kedua setelah rupee India. Meski begitu, sejumlah kalangan menilai mata uang RI itu masih akan mengalami banyak tekanan pada tahun depan.

Ekonom Indef, Eko Listiyanto, mengatakan setidaknya ada tiga faktor yang mendorong kurs rupiah terus melemah tahun depan. Dari faktor domestik, lebih disebabkan fundamental ekonomi yang belum kokoh. Menurut dia, harus ada upaya serius pemerintah menekan defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) hingga di bawah 3 persen. Padahal, target Bank Indonesia (BI) tahun depan adalah 2,5 persen dari produk domestik bruto (PDB).

"Sayangnya, outlook hingga akhir tahun ini masih di atas 3 persen. Dan kuartal IV ini kemungkinan juga di atas 3 persen. Itulah tantangan paling berat rupiah di 2019," ungkap Eko, di Jakarta, Jumat (28/12).

Dia menegaskan CAD harus diupayakan surplus. Sebab, ketika terjadi gejolak global akan cepat menghantam ke perekonomian domestik apabila CAD tidak bagus atau defisit.

Tantangan kedua, lanjut dia, adalah perang dagang. Harus diingat bahwa "genjatan senjata" antara Tiongkok dan Amerika Serikat (AS) hanya selama tiga bulan atau hingga Februari 2019. "Jadi, kalau wacana kecurigaan antara pelaku ekonominya terus berlangsung, dan terefleksikan dari defisit neraca perdagangan AS dengan Tiongkok masih melebar, dugaan saya genjatan senjata ini akan dihentikan. Setelah itu, tarif akan dinaikkan," kata Eko.

Faktor berikutnya, harga minyak dunia. Meskipun trennya sekarang melandai, harga minyak sangat ditentukan oleh produsen besar minyak, seperti AS, Russia, dan Arab Saudi.

"Ketiganya punya kepentingan masing-masing. Russia dan Arab Saudi ingin harga minyak naik, supaya APBN-nya bisa lebih bagus. AS ingin kalau naik jangan terlalu tinggi, karena sedang menggenjot produksi mereka untuk pemulihan pascakrisis," jelas Eko.

Impor Tinggi

Dia memprediksi rupiah akan kembali melemah hingga ke level 15.250 rupiah per dollar AS. "Sebab, selain sejumlah ketidakpastian itu, kebutuhan dollar kita gede. Untuk impor minyak saja lumayan besar. Belum lagi untuk impor produk konsumsi," papar Eko.

Analis pasar uang, Reza Priyambada, memprediksi rentang pergerakan rupiah tahun depan berkisar 14.150-15.500 rupiah per dollar AS. "Kenapa range-nya agak lebar? Karena kita masih melihat berjaraknya normalisasi The Fed dan kondisi di Uni Eropa belum begitu stabil," jelas dia.

Baca Juga :
Pengganti Antarwaktu

Reza juga sependapat bahwa CAD harus menjadi catatan serius bagi pemerintah. Itu menandakan konsumsi barang impor di Indonesia masih cukup tinggi. "Yang diimpor itu selalu lebih banyak barang jadi dan pendukung. Sementara, ekspor kita lebih banyak raw materiil dan bahan mineral. Dan ketika impor itu barang jadi dan punya value added, selalu akan timpang antara ekspor dan impor kita. Itu yang membuat rupiah kena imbasnya," papar dia. ahm/WP

Komentar

Komentar
()

Top