Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis
Nilai Tukar I Jatuh 20 Persen, 1 Poundsterling Kini Setara dengan 1,03 Dollar AS

Rupiah Bakal Merosot Susul Mata Uang Global

Foto : ANTARA/RIVAN AWAL LINGGA

NILAI TUKAR MEROSOT I Petugas menghitung pecahan uang 100 dollar AS di jasa penukaran uang asing di Melawai, Jakarta, Rabu (28/9). Nilai tukar mata uang asing seperti euro, yen Jepang, dan yuan Tiongkok termasuk rupiah telah merosot dalam beberapa pekan terakhir.

A   A   A   Pengaturan Font

» Merosotnya kurs poundsterling yang lebih rendah dibanding dollar AS menutup sebuah bab dalam sejarah Inggris.

» Depresiasi rupiah akan mempengaruhi harga impor yang akan semakin mahal.

JAKARTA - Hampir semua mata uang global mulai dari euro, yen Jepang, dan yuan Tiongkok, telah merosot dalam beberapa pekan terakhir. Kenaikan suku bunga dan prospek ekonomi yang relatif cerah di Amerika Serikat (AS) dikombinasikan dengan gejolak ekonomi global telah membuat investasi dalam dollar sangat menarik.

Yuan Tiongkok, pada Rabu (28/9), telah jatuh ke rekor terendah terhadap dollar AS di pasar offshore (luar negeri). Kantor berita Bloomberg melaporkan yuan lepas di luar Tiongkok jatuh ke posisi 7,2386 terhadap dollar AS, terendah sejak Beijing melonggarkan aturan perdagangan mata uang di Hong Kong pada 2010.

Penurunan itu terjadi, saat bank sentral Tiongkok, PBOC, pada Senin, mengumumkan langkah untuk membendung penurunan yuan dengan membuatnya lebih mahal untuk bertaruh terhadap mata uang lain.

Investor global telah bergegas memborong dollar AS, sebagai safe haven tradisional, karena kenaikan suku bunga yang agresif oleh bank sentral AS, Federal Reserve, yang memicu pesimisme tentang prospek ekonomi global, sehingga mengangkat mata uang ke tertinggi multidekade terhadap mata uang utama lainnya.

Sementara itu, poundsterling Inggris juga merosot ke rekor terendah terhadap dollar AS, sebab investor membuang mata uang karena mosi tidak percaya pada rencana ekonomi London, yang mencakup pemotongan pajak besar yang didanai oleh peningkatan tajam dalam pinjaman pemerintah.

Dari Oxford dilaporkan, koin Poundsterling Inggris yang berbingkai nikel dan kuningan dengan gambar timbul Ratu Elizabeth II di tengahnya, selama ini selalu diandalkan lebih berharga signifikan daripada dollar AS.

Tampaknya, klaim itu berakhir pekan ini ketika nilai pound merosot ke level terendah yang tercatat 1 poundsterling setara dengan 1,03 dollar AS setelah jatuh lebih dari 20 persen tahun ini.

Dikutip dari New York Times, merosotnya kurs poundsterling itu menutup sebuah bab dalam sejarah Inggris. "Kejatuhan pound ke level terendah sebagai indikasi penurunan yang lebih luas dalam berbagai dimensi," kata pakar globalisasi dan pembangunan dari Universitas Oxford, Ian Goldin, baru-baru ini.

Penyebab langsung kejatuhan pound yang mengkhawatirkan pada Senin adalah pengumuman rencana pengeluaran dan pajak pemerintah Konservatif baru Inggris yang menjanjikan pemotongan pajak yang tajam, yang menguntungkan kaum terkaya.

Kekhawatiran krisis meningkat pada Rabu ketika Bank of England melakukan intervensi, dan memperingatkan "risiko material terhadap stabilitas keuangan Inggris" dari rencana pemerintah. Bank sentral mengatakan akan mulai membeli obligasi pemerintah Inggris "dalam skala apa pun yang diperlukan" untuk membendung aksi jual utang Inggris.

Tindakan darurat Bank of England tampaknya bertentangan dengan upaya mereka yang dimulai beberapa bulan lalu untuk memperlambat tingkat inflasi tahunan hampir 10 persen, yang telah mengangkat harga kebutuhan pokok seperti bensin dan makanan ke tingkat yang menyakitkan.

Ekonom dari Cornell University, Eswar Prasad, mengatakan penurunan itu memberi pukulan kuat bagi posisi Inggris. "Serangkaian luka yang ditimbulkan sendiri, termasuk Brexit dan rencana pengeluaran terbaru pemerintah, telah mempercepat penurunan pound dan semakin membahayakan status London sebagai pusat keuangan global," ungkapnya.

Dari Tokyo, seperti dikutip Japan Forward menyebutkan upaya mengantisipasi kenaikan suku bunga besar lebih lanjut, pada 2 September, membuat nilai yen Jepang anjlok hingga di bawah 140 yen terhadap dollar AS di pasar valuta asing Tokyo. Ini adalah pertama kalinya dalam sekitar 24 tahun melemah ke level itu.

Investor sepertinya telah mencatat perbedaan kebijakan moneter AS dan Jepang. Semakin mereka menjual yen untuk membeli dollar AS karena menjanjikan hasil yang lebih tinggi, pada akhirnya akan meningkatkan tekanan pada yen.

Maka hasilnya adalah kenaikan harga menjadi akut, bahkan di Jepang. Indeks harga konsumen (tidak termasuk makanan segar) pada basis tahun-ke-tahun telah melampaui target BOJ sebesar dua persen dalam empat bulan berturut-turut hingga Juli 2022.

Impor Mahal

Pengamat Ekonomi dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI), Teuku Riefky, mengatakan tren depresiasi terhadap dollar AS hampir terjadi pada semua mata uang termasuk rupiah. Depresiasinya memang berbeda-beda antara satu negara dengan negara lain. Rupiah sendiri, depresiasinya relatif tidak terlalu buruk dibandingkan dengan negara negara lain seperti Inggris dan negara-negara di Eropa yang menggunakan euro.

Namun demikian, pemerintah harus memikirkan kalau depresiasi rupiah akan mempengaruhi harga impor yang semakin mahal. "Kalau dilihat dari profil impor 90 persen impor kita itu terdiri dari bahan baku dan barang modal sehingga dampaknya kemudian ongkos produksi dalam negeri akan semakin mahal," kata Riefky.

Secara terpisah, Direktur Celios, Bhima Yudisthira, mengatakan pemerintah dan Bank Sentral perlu mewaspadai penguatan dollar AS karena dollar indeks sudah menyentuh 113 dan trennya terus meningkat atau naik 17 persen secara year to date.

Menguatnya dollar AS terhadap hampir seluruh mata uang yang ada di dunia itu karena normalisasi kebijakan moneter dan juga kenaikan inflasi yang terjadi di negara- negara maju, kemudian krisis energi yang terjadi di Eropa.

"Jadi, dampaknya nanti kepada meningkatnya inflasi di dalam negeri kalau rupiahnya terus melemah dan ini akan menciptakan imported inflation atau inflasi karena biaya impor menjadi lebih tinggi, keluarnya arus modal asing terutama di pasar surat utang karena investor mencari instrumen yang lebih aman.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top