Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis
Kebutuhan Pokok I Negara Harus Bangun Industri yang Serap Produksi Petani

Rp100 Triliun dari Dana Desa dan Impor Gandum Cukup untuk Serap Pangan Lokal

Foto : Sumber: BPS, Kemendag – Litbang KJ/and
A   A   A   Pengaturan Font

Selain dari dana devisa impor, pemerintah juga bisa mengoptimalkan dana desa yang mencapai 73 triliun rupiah per tahun untuk membangun sentra-sentra produksi pangan lokal, sehingga bisa menciptakan dampak berganda atau multiplier effect terhadap perekonomian di desa karena yang dibangun industri berbasis perdesaan.

Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Dwijono Hadi Darwanto, yang dihubungi Koran Jakarta, Kamis (21/10), mengatakan, dana untuk devisa impor ditambah dana desa yang total nilainya 100 triliun rupiah, bisa digunakan membangun industri pangan dalam negeri yang dapat menyerap 40 juta ton mocaf, sagu, dan umbi-umbian.

"Itu yang dinamakan diversifikasi, negara harus membangun industri yang mampu menyerap tanaman petani. Bayangkan berapa besar industri yang bisa dibangun mengganti impor bahan baku mi instan dan juga beras. Tidak hanya menyetop impor terigu, tetapi juga akan menghentikan impor beras. Kalau kapasitas penyerapan bisa 40 juta ton maka 30 juta ton di antaranya bisa diekspor," kata Dwijono.

Dwijono mengaku pernah membentuk tim di UGM yang mengenalkan tepung kasava dan pati kasava yang dapat mengurangi kebutuhan gandum pada roti hingga 30 persen. Tetapi, karena impor gandum tarifnya 0 persen sehingga harga tepung terigu jadi lebih murah. Begitu pula dengan mocaf, tentu sulit bisa bersaing dengan tepung terigu yang tarif bea masuknya 0 persen.

"Seharusnya pemerintah seimbang dalam perlakuan terhadap terigu dan mocaf. Kalau terigu 0 persen maka produksi mocaf juga harus 0 persen kalau diekspor. Bahkan, yang impor itu seharusnya dikenakan tarif," tandas Dwijono.
Halaman Selanjutnya....


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top