Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Gejolak Global | Perekonomian Indonesia Diprediksi Alami Pemulihan Lebih Cepat Tahun Ini

Risiko Stagflasi Dunia Meningkat

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Risiko stagflasi meningkat disertai dengan tingginya ketidakpastian pasar keuangan global. Risiko stagflasi dunia dipicu pandemi Covid-19, ketegangan geopolitik berkepanjangan, proteksionisme, hingga gangguan rantai pasok

"Empat hal ini menyebabkan ada risiko stagflasi. Empat isu ini membuat dinamika ekonomi global menjadi sedikit berubah," ujar Kepala Grup Departemen Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia (BI), Wira Kusuma, dalam diskusi FMB9 yang disaksikan secara daring, Senin (25/7).

Stagflasi adalah periode ketika inflasi dan konstraksi pertumbuhan ekonomi terjadi secara bersamaan.

Wira menjelaskan saat ini sudah ada perbaikan Covid-19 melalui penanganan yang sangat baik di seluruh dunia. Namun, masih ada risiko yang berlanjut dengan munculnya beberapa varian meskipun tidak seberat varian-varian sebelumnya.

Kedua, ketegangan geopolitik yang masih berkepanjangan dan di luar perkiraan turut memberi goncangan pada perekonomian global. Lalu munculnya tren proteksionisme yang dilakukan negara-negara untuk mengamankan pasokan global serta gangguan rantai pasokan atau supply chain disruption berdampak pada PDB dunia yang saat ini perlahan menurun.

"Kemudian, harga-harga komoditas global juga meningkat dengan adanya proteksionisme dan supply chain disruption menyebabkan inflasi global meningkat," katanya.

Empat faktor tersebut membuat perekonomian global mengalami tekanan. Risiko stagflasi meningkat disertai dengan tingginya ketidakpastian pasar keuangan global. Berbagai negara terutama di advance ekonomi seperti Amerika Serikat, merespons peningkatan inflasi tersebut dengan pengetatan kebijakan moneter yang lebih agresif sehingga menahan pemulihan ekonomi dan meningkatkan risiko stagflasi.

BI bahkan memprediksi Bank Sentral Amerika Serikat atau The Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin pada Juli 2022. Begitu juga dengan Bank Dunia yang merevisi pertumbuhan ekonomi dunia turun menjadi 2,9 persen dari yang sebelumnya 3,2 persen.

Kendati terdapat gejolak dalam perekonomian global, BI yakin perbaikan ekonomi domestik akan terus berlanjut. Pertumbuhan ekonomi 2022 diprakirakan berada dalam kisaran 4,5-3,3 persen. Optimisme tersebut didukung oleh komponen-komponen dari PDB seperti konsumsi rumah tangga yang mulai meningkat mencapai 4,34 persen pada triwulan 1, setelah sebelumnya berada pada 3,55 persen.

Pertahankan Proyeksi

Bahkan, Standard Chartered Bank memperkirakan perekonomian Indonesia akan mengalami pemulihan lebih cepat tahun ini, sehingga meningkatkan proyeksi pertumbuhan ekonomi domestik dari 4,8 persen menjadi 5,1 persen pada 2022 dan mempertahankan proyeksi 5,1 persen di 2023.

"Permintaan yang melambung setelah pandemi dan terisolasinya daya beli konsumen Indonesia terhadap guncangan harga energi di tingkat global diperkirakan menopang pertumbuhan pada paruh kedua tahun ini," kata Ekonom Senior Standard Chartered Bank Indonesia, Aldian Taloputra, dalam keterangan resmi di Jakarta, kemarin.

Dirinya mengharapkan pemulihan yang lebih meluas di semester kedua, khususnya dalam sektor perdagangan, transportasi, manufaktur, dan jasa, yang seiring dengan perbaikan mobilitas dan aktivitas ekonomi.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Muchamad Ismail, Antara

Komentar

Komentar
()

Top