Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Antisipasi Krisis - Kinerja Perdagangan Melambat, Pertumbuhan Terhambat

RI Terjebak Stagnasi Pertumbuhan 5%

Foto : koran jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2018 diprediksi hanya mencapai 5,2 persen, dan tahun depan diproyeksikan sebesar 5,3 persen. Kondisi ini menyebabkan Indonesia makin terperangkap dalam stagnasi pertumbuhan lima persenan, yang telah berlangsung sejak 2014.

Sejumlah kalangan mengkhawatirkan situasi ini bakal membuat Indonesia masuk dalam jebakan negara berpenghasilan menengah (middle income trap), atau gagal menjadi negara maju karena tidak mampu mencetak pertumbuhan ekonomi tinggi.

Ekonom Indef, Bhima Yudhistira, mengungkapkan sebenarnya angka lima persen untuk pertumbuhan ekonomi itu bisa disebut pertumbuhan organik atau organic growth.

Artinya, ibaratnya pemerintah tidur pun ekonomi yang sekitar 56 persen disumbang sektor konsumsi itu akan bergerak di kisaran lima persen.

"Bahkan di era pemerintahan sebelumnya, saat ekonomi tumbuh di atas enam persen, ada lelucon ekonomi Indonesia sebenarnya autopilot alias berjalan tanpa arahan yang jelas dari pemerintah," kata dia, di Jakarta, Jumat (14/9).

Jadi, menurut Bhima, jika saat ini pertumbuhan ekonomi dalam lima tahun terakhir cuma sekitar lima persenan, bisa dikatakan kondisinya tidak lebih baik dari saat autopilot, mesin ekonominya bermasalah.

Dia menambahkan yang menjadi kekhawatiran, pada 2030 Indonesia sudah pasti masuk ke dalam jebakan negara berpenghasilan menengah, makin tertinggal dari negara lain di ASEAN.

Contohnya, Vietnam dan Filipina saja bisa tumbuh di atas 6-7 persen. Selain itu, angkatan kerja Indonesia yang produktif pun terancam tidak mendapatkan pekerjaan karena kinerja berbagai sektor utama penopang ekonomi makin merosot.

Industri manufaktur kontribusinya terhadap ekonomi di bawah 19 persen pada kuartal II-2018. "Itu tanda-tanda waspada, ekonomi menuju pada pertumbuhan yang tidak berkualitas," tukas Bhima.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak berkualitas karena sektor yang tumbuh tinggi tidak banyak menyerap tenaga kerja atau padat modal. Sektor yang mestinya menyerap banyak tenaga kerja, yakni industri manufaktur dan pertanian, pertumbuhannya sangat rendah.

Lagi pula, peran industri manufaktur terhadap produk domestik bruto (PDB) juga terus menyusut, sehingga banyak kalangan yang khawatir terjadinya deindustrialisasi.

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mengemukakan agar Indonesia bisa keluar dari perangkap pendapatan menengah maka neraca transaksi berjalan (current account) harus mengalami surplus.

Neraca transaksi berjalan Indonesia mencatat defisit sejak 2012. Pada 2017, defisitnya sebesar 1,7 persen dari PDB dan pada kuartal II tahun ini defisit tiga persen.

Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, Dody Budi Waluyo, memaparkan saat ini pendapatan per kapita Indonesia sebesar 3.900 dollar AS.

Meski telah berada pada kategori negara berpendapatan menengah, namun levelnya masih yang terbawah. Pertumbuhan per kapita Indonesia harus mencapai rata-rata 5,42 persen per tahun jika ingin naik level menjadi negara berpendapatan tinggi.

Faktor Perdagangan

Terkait dengan kinerja pertumbuhan ekonomi, Menko bidang Perekonomian, Darmin Nasution, menyebutkan perdagangan akan menjadi faktor utama yang membuat pertumbuhan ekonomi tahun ini tak mencapai target 5,4 persen.

Menurut Darmin, neraca transaksi berjalan Indonesia mencatat defisit lantaran pertumbuhan impor yang cukup tinggi.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan impor Januari hingga Juli 2018 mencapai 107,32 miliar dollar AS atau tumbuh 24,48 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.

Sementara kinerja ekspor Indonesia belum bisa dikatakan kinclong karena pertumbuhan perdagangan dunia juga sedang seret terimbas perang dagang negara-negara maju.

Dua kombinasi ini bakal membuat neraca perdagangan stagnan dan tidak berkontribusi besar ke pertumbuhan ekonomi.

Darmin juga memperkirakan kinerja perdagangan tahun depan masih akan terpengaruh faktor eksternal. ahm/Ant/WP

Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top