Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Mata Uang - Tekan Defisit Dagang, Pemerintah Siap Perketat Impor

RI Mesti Pangkas Impor untuk Perbaiki Kurs Rupiah

Foto : Sumber: BPS – Litbang KJ/and
A   A   A   Pengaturan Font

>>Prioritaskan insentif untuk industri berorientasi ekspor dan substitusi impor.

>>Suku bunga acuan harus dinaikkan 3-4 persen untuk memperbaiki posisi rupiah.

JAKARTA - Upaya memperbaiki kurs rupiah tidak cukup hanya dengan kebijakan moneter seperti menaikkan suku bunga.

Diperlukan pula kebijakan untuk memperkuat fundamental ekonomi, khususnya mengatasi defisit transaksi berjalan, dengan cara memperkecil defisit perdagangan.

Oleh karena itu, pemerintah harus segera mengurangi kebergantungan pada impor, terutama pangan dan barang konsumsi, guna menjaga agar cadangan devisa tidak terkuras.

Selain itu, lebih fokus memacu kinerja ekspor untuk memperkuat devisa negara. Ekonom senior Indef, Aviliani, mengatakan nilai tukar mata uang tidak bisa dilepaskan dari faktor eksternal, seperti perubahan kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) yang menaikkan bunga acuan.

"Namun, bagi negara-negara yang terkena dampaknya, salah satu kunci yang perlu diperhatikan adalah kinerja neraca perdagangan. Untuk itu, kinerja ekspor mesti dijaga dan impor mesti ditekan, terutama impor yang menguras devisa," ungkap dia, di Jakarta, Selasa (3/7).

Menurut Aviliani, kalau ketersediaan dollar di dalam negeri tidak dijaga bakal menjadi pukulan yang lebih dalam pada Di sisi lain, kebijakan mengambang Presiden AS, Donald Trump, juga akan menjadi tantangan berat bagi nilai tukar ke depannya.

"Selama Trump tidak memberikan kejelasan, investor akan short term dari negara satu ke negara lain. Makanya, kalau kita lihat semua mata uang mengalami fluktuasi yang tidak bisa diprediksi faktor eksternal," kata dia.

Aviliani mengatakan cara menyelesaikan persoalan ini adalah meningkatkan cadangan devisa melalui ekspor dan pariwisata. "Sayangnya, untuk sektor pariwisata belum tergarap secara baik," tukas dia.

Dari sisi fiskal, Avialiani mengingatkan agar pemerintah tidak mengumbar tax holiday. Menurut dia, pemerintah harus memilih dan memilah industri yang menghasilkan cadangan devisa signifikan.

"Mana yang berorientasi ekspor, duluin. Mana yang orientasi substitusi impor, duluin," tegas dia. Sementara itu, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menyatakan pemerintah siap memperketat impor, terutama barang modal.

Hal itu bertujuan menekan defisit perdagangan yang terjadi selama empat bulan hingga Mei tahun ini. "Kami akan meneliti kebutuhan impor apakah memang betul-betul sesuatu yang dibutuhkan perekonomian Indonesia.

Lalu, secara selektif kami akan meneliti siapasiapa yang membutuhkan, apakah itu bahan baku atau barang modal, serta apa betulbetul strategis menunjang perekonominan dalam negeri," jelas Sri Mulyani, Selasa.

Impor bahan baku, lanjut dia, tidak akan terlalu diperketat karena manfaatnya sebagai penunjang kegiatan produksi. Namun, untuk barang modal terutama proyek besar, pemerintah akan melihat konten barang dan untuk proyek apa barang tersebut digunakan.

Kebijakan itu, menurut Menkeu, akan menjadi salah satu sinyal bagi pemerintah untuk menentukan apabila neraca pembayaran terutama dari sisi neraca transaksi berjalan menjadi salah satu sumber sentimen negatif atas ekonomi nasional.

Bila terbukti berpengaruh, negara akan mengambil langkah untuk mengoreksi pembangunan jangka pendek dan panjang.

Suku Bunga

Terkait dengan kenaikan bunga acuan, Mantan Menko Kemaritiman, Rizal Ramli, menilai sejatinya langkah BI yang dipimpin oleh Perry Warjiyo sudah cukup baik dalam memberikan respons ke pasar dengan menaikkan suku bunga acuan hingga menjadi 5,25 persen.

Namun demikian, kata Rizal, upaya menaikkan suku bunga tersebut masih dirasa kurang ampuh untuk menjaga rupiah tetap stabil.

Menurut dia, dalam menghadapi kondisi ini maka BI harus menaikkan suku bunga acuannya hingga mencapai 300-400 bps (3-4 persen). Dengan begitu, maka rupiah bisa mengalami penguatan terhadap dolar AS.

"Hitungan kami 'obatnya' itu, 3-4 persen. 'Obatnya' lebih jelas, bisa dicicil," kata dia. Meski begitu, Rizal menambahkan, ada sejumlah risiko yang dihadapi bila BI menaikkan suku bunga terlalu tinggi. ahm/WP

Komentar

Komentar
()

Top