Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Diplomasi Indonesia

RI Kecam Keras Langkah Manipulatif Vanuatu

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JENEWA - Pemerintah Indonesia mengecam keras langkah manipulatif pemerintah Vanuatu yang dengan sengaja telah mengelabui Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (KT HAM PBB) dengan menyusupkan anggota kelompok gerakan separatis Kemerdekaan Papua Barat, Benny Wenda, ke dalam delegasi Vanuatu saat delegasi itu melakukan kunjungan kehormatan ke kantor KT HAM di Jenewa, Swiss, pekan lalu.

"Indonesia mengecam keras tindakan Vanuatu yang dengan sengaja telah mengelabui KT HAM dengan melakukan langkah manipulatif melalui penyusupan Benny Wenda ke dalam delegasi Vanuatu," demikian pernyataan Duta Besar RI untuk PBB di Jenewa, Hasan Kleib, seperti dikutip pada laman resmi Kementerian Luar Negeri RI, Rabu (30/1)

Menurut keterangan dari kantor KT HAM PBB, tanpa sepengetahuan mereka, Benny Wenda telah dimasukkan dalam delegasi Vanuatu yang melakukan kunjungan kehormatan ke Komisaris Tinggi PBB untuk HAM, Michelle Bachelet, pada Jumat (25/1) pekan lalu. Kunjungan kehormatan itu dilakukan dalam rangka pembahasan rekam jejak hak asasi manusia atau Universal Periodic Review (UPR) Vanuatu di Dewan HAM PBB.

Pihak Kementerian Luar Negeri RI menjelaskan bahwa nama anggota kelompok gerakan separatis Kemerdekaan Papua Barat, Benny Wenda, sebenarnya tidak masuk dalam daftar resmi delegasi Vanuatu untuk pembahasan UPR. Kantor KT HAM PBB bahkan menyatakan pihaknya sangat terkejut mengingat pertemuan itu semata-mata dimaksudkan untuk membahas UPR Vanuatu.

Oleh karena itu, tindakan pemerintah Vanuatu yang menyusupkan anggota separatis ke dalam delegasi negaranya merupakan tindakan yang sangat tidak terpuji dan sangat tidak sesuai dengan prinsip-prinsip fundamental Piagam PBB.

"Pemerintah Indonesia pun menyatakan tidak akan pernah mundur untuk membela dan mempertahankan kedaulatan wilayah NKRI," tegas Dubes Hasan.

Petisi Serupa

Mengutip dari kantor berita Australia, ABC, Benny Wenda, pada pekan ini mengklaim telah menyerahkan petisi yang ditandatangani oleh lebih dari 1,8 juta warga yang isinya tuntutan bagi dilaksanakannya referendum bagi kemerdekaan kepada Bachelet.

Usai menyerahkan petisi, Benny Wenda mengatakan harapannya agar PBB mengirimkan tim pencari fakta ke Papua untuk menyelidiki dugaan pelanggaran HAM.

Pemerintah Indonesia dan Perwakilan Tetap RI di PBB telah berulang kali membantah terjadinya pelanggaran HAM di Papua dan adanya tuntutan bagi referendum, serta menyebut pernyataan tersebut sengaja diembuskan oleh kelompok pergerakan separatis Papua.

Dalam laporannya, ABC juga menulis bahwa pada September 2017, Benny Wenda pernah menyerahkan petisi serupa yang diteken oleh lebih dari 1,8 juta warga dan isinya pun berupa tuntutan referendum bagi kemerdekaan. Saat itu Benny Wenda menyerahkan petisi itu ke Rafael Ramirez yang menjabat sebagai ketua Komite Khusus Dekolonisasi PBB di markas PBB di New York, Amerika Serikat.

Namun Ramirez menyatakan bahwa petisi itu hanya sebuah propaganda. "Sebagai ketua Komite Khusus Dekolonisasi PBB, saya maupun Sekretariat Komite, tidak pernah menerima, secara formal maupun informal, petisi atau siapa pun mengenai Papua seperti yang diberitakan dalam harian Guardian," pungkas Ramirez seraya menyampaikan kegusarannya atas adanya individu maupun pihak-pihak yang memanipulasi namanya untuk propaganda. Ant/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top