RI Harus Suarakan Penyelesaian Utang Negara Miskin di G20
LEO HERLAMBANG Pakar Ekonomi UISI Surabaya - Bentuk relaksasi bisa macam-macam, seperti perpanjangan jatuh tempo, keringanan bunga, dan lainnya.
Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF), Kristalina Georgieva, usai hadir di Bali, kembali menemui langsung Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Bogor, pada Minggu (17/7). Dalam pertemuan itu, seperti disampaikan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, IMF menaruh harapan pada Indonesia agar membujuk negara-negara maju yang tergabung di G20 supaya mau membahas masalah utang yang melilit negara-negara miskin.
Sebab, utang mereka sudah menggunung selama pandemi Covid-19, ditambah lagi dengan krisis pangan dan energi yang makin menekan pengeluaran belanja. Kondisi itu makin memburuk setelah terjadi lonjakan harga (inflasi) sejumlah komoditas, sehingga bank-bank sentral melakukan normalisasi kebijakan dengan menaikkan suku bunga acuan.
Kenaikan suku bunga itu menyebabkan mata uang mereka semakin melemah (terdepresiasi) tajam sehingga utang yang sudah menumpuk makin membengkak yang berakibat banyak negara terancam gagal bayar utang (default), salah satunya Sri Lanka yang sudah pailit.
Pakar Ekonomi dari Universitas Internasional Semen Indonesia (UISI), Surabaya, Leo Herlambang, mengatakan permintaan IMF agar RI menyuarakan suara negara miskin agar mendapat keringanan utang adalah wajar. Sebagai Presidensi G20 dengan berbagai sumber daya dan predikat investment grade Indonesia dianggap mewakili negara-negara yang tidak mampu.
"Memang harus dibantu (keringanan) karena jika suatu lembaga yang berutang, dalam hal ini negara, keberatan dengan beban utangnya akibat suku bunga, beban pandemi, dan krisis lainnya, maka dikhawatirkan negara-negara itu bisa menjadi default seperti Sri Lanka. Kalau sampai banyak negara yang jatuh gagal bayar karena krisis global ini, dampaknya juga akan dirasakan lembaga donor atau negara-negara maju lainnya," kata Leo.
Halaman Selanjutnya....
Redaktur : Vitto Budi
Komentar
()Muat lainnya