Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis
Krisis Global I G20 Diimbau Bersatu Mengatasi Masalah Global yang Multidimensi

RI Harus Dorong Pengampunan Utang Negara Miskin

Foto : Sumber: Global Food Security Index 2021 –Litbang K
A   A   A   Pengaturan Font

» Jutaan orang yang terdampak konflik mendambakan terpenuhinya kebutuhan dasar.

» Proteksionisme oleh beberapa negara produsen harus dihapus agar tidak memperburuk inflasi.

JAKARTA - Negara-negara kelompok 20 (G20) diimbau agar bersatu mengatasi permasalahan global yang multidimensi dan saling terkait. Seruan tersebut disampaikan Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, dalam opening remarks secara virtual pada pertemuan Sherpa ke-2 di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur.

"Pada hari ini, kita memiliki tanggung jawab untuk memikirkan orang lain dan memberikan solusi yang nyata," kata Airlangga dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Senin (11/7).

Menurut Menko, jutaan orang yang terkena dampak konflik antarnegara mendambakan terpenuhinya kebutuhan dasar, seperti makanan, tempat tinggal, dan keamanan, yang sempat hilang karena konflik atau perang.

Dia khawatir, inflasi serta ketahanan pangan dan energi akan menghambat ekonomi global sekaligus mempersulit upaya pencapaian target sustainable development goals (SDGs).

"Rasa kemanusiaan harus dikedepankan dan menjadi yang utama dalam pertemuan Labuan Bajo. Tanggung jawab kita adalah memberikan solusi untuk mengatasi keluhan mereka, memberikan harapan untuk kehidupan yang lebih baik," kata Airlangga.

Dengan rasa kemanusiaan itu, semua identitas ditanggalkan sehingga G20 dapat memberikan jalan bagi stabilitas, pemulihan, dan kemakmuran global.

Presidensi G20 Indonesia diharapkan mendapat dukungan dari seluruh negara anggota G20 untuk membuat konsensus bagi aksi yang praktis dan konkret untuk menunjukkan bahwa G20 benar-benar merupakan forum ekonomi utama, termasuk di dalamnya tiga prioritas Presidensi, yakni kesehatan global, transformasi ekonomi berbasis digital, dan transisi energi.

Perlu Dimitigasi

Menanggapi hal itu, Direktur Celios, Bhima Yudisthira, mengatakan dampak dari krisis perlu segera dimitigasi dalam skala kerja sama internasional. Pemerintah Indonesia bisa terus mendorong pengampunan utang bagi negara berkembang dan negara miskin yang mengalami tekanan akibat pandemi.

Dengan debt relief maka negara-negara yang sedang terjerat beban pembayaran bunga dan pokok utang bisa mulai menata kembali ekonominya. "Beberapa negara seperti Sri Lanka yang default atau gagal bayar utang dan mungkin segera disusul oleh Myanmar dan Laos, tentu spill over effect-nya akan berdampak ke Indonesia," kata Bhima.

Selain pengampunan utang, upaya lain adalah mendorong dihapuskannya proteksionisme dagang yang merugikan, misalnya pembatasan gandum yang dilakukan oleh India karena sangat memukul konsumen hampir di seluruh penjuru dunia.

"Tidak boleh ada negara yang egois kalau dasarnya adalah rasa kemanusiaan dan solidaritas dalam menghadapi resesi ekonomi global. Dengan menghapus proteksionisme yang berlebihan, tentu krisis pangan bisa dicegah dan jutaan orang yang kelaparan bisa ditolong," ungkap Bhima.

Sementara itu, Peneliti Ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda, mengatakan inflasi akan menyebabkan harga pangan dan energi semakin tinggi sehingga masyarakat makin sulit menjangkaunya.

Sebab itu, dibutuhkan campur tangan pemerintah untuk mengendalikan inflasi yang sekarang cenderung meningkat. "Dalam bentuk yang lebih luas, bisa diimplementasikan di G20 dengan kerja sama global untuk sama-sama menekan inflasi global yang akan berdampak ke inflasi domestik," kata Nailul.

Dihubungi terpisah, Pakar Pertanian dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Surabaya, Ramdan Hidayat, mengatakan imbauan agar negara-negara G20 mengedepankan rasa kemanusiaan dalam mengatasi krisis pangan berarti negara-negara harus mengutamakan kebutuhan pangan bagi manusia, di atas energi yang memiliki nilai bisnis lebih tinggi.

"Ada ketidakpastian pangan harus diatasi dengan lebih humanis, terutama mengedepankan bahan pangan untuk kebutuhan manusia daripada energi. Seperti yang kita ketahui, bahan pangan seperti kedelai dan kacang-kacangan saat ini bisa diproses menjadi bio solar, dan bio premium yang harganya lebih mahal," kata Ramdan.

Sebab itu, setiap negara harus mengatur prioritas bahwa komoditas-komoditas terkait energi harus didahulukan untuk pangan, terutama ke negara-negara yang mengalami krisis paling parah.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top