Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pelestarian Lingkungan I Permendag Nomor 31 Tahun 2016 Mesti Direvisi

RI Akan Reekspor Sampah Plastik

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Pemerintah perlu mengevaluasi kembali perusahaan yang memiliki izin impor plastik.

JAKARTA - Pemerintah Indonesia akan melakukan reekspor sampah plastik yang masuk secara ilegal. Selian itu, Menteri Perdagangan diminta merevisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 Tahun 2016 tentang Ketentuan Impor Limbah Nonbahan Berbahaya dan Beracun guna mencegah masuknya sampah plastik impor ilegal.

"Sampah yang masuk ke Indonesia, yang ada plastik itu, pasti tidak legal," kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, usai melakukan halalbihalal dengan jajarannnya, di Jakarta, Senin (10/6).

Siti mengatakan masuknya sampah-sampah plastik secara ilegal ke Indonesia sebenarnya bukan baru pertama terjadi. Pada 2015-2016, Indonesia juga sempat melakukan reekspor puluhan kontainer.

"Langkah-langkahnya (reekspor) sudah bisa dilakukan. Hari ini akan dirapatkan di tingkat Dirjen. Pasti kita akan rapat dengan Bea Cukai, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, dan Menteri Perdagangan," ujar Siti.

Sebelumnya Peneliti ICEL, Fajri Fadillah, mengatakan dua aturan tentang sampah impor yaitu Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31/M-DAG/PER/5/2016 tentang Impor Limbah Nonbahan Berbahaya dan Beracun sudah cukup kuat untuk mengontrol impor limbah. Namun implementasinya yang masih perlu diawasi.

"Pemerintah perlu mengevaluasi kembali perusahaan yang memiliki izin impor plastik dan paper scrap, apakah sudah sesuai perizinan, dan apakah praktik yang mereka lakukan tidak mencemari lingkungan," kata Fajri.

Indikasi impor sampah plastik ini ditemukan secara nyata di beberapa daerah di Indonesia, seperti Gresik, Jawa Timur. Beberapa bentuk sampah seperti serpihan plastik bercampur kertas yang tidak bisa didaur ulang, yang biasanya digunakan untuk bakar tahu atau bahan bakar lainnya, serta sampah plastik, yang bentuknya beragam berupa jenis botol, sachet, kemasan makanan, personal care, serta produk rumah tangga ditemukan di sana.

Pemerintah, kata dia, seyogianya mengusut tindakan impor sampah plastik tersebut, sampai mencabut persetujuan impor terhadap importir produsen kertas yang melakukan pembiaran terhadap sampah plastik yang terjadi.

Impor sampah plastik yang terjadi di Gresik, Jawa Timur, merupakan kegiatan yang dilarang dan diancam pidana menurut Pasal 29 Ayat (1) Huruf b jo Pasal 37 Ayat (1) UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

"Penyidik harus mengusut tindakan impor sampah plastik tersebut. Selain itu, Menteri Perdagangan harus mencabut persetujuan impor terhadap importir produsen kertas yang melakukan pembiaran terhadap sampah plastik yang mereka impor. Lebih lanjut lagi, permohonan persetujuan impor harus ditinjau ulang oleh Mendag dengan mengonsultasikannya dengan Ditjen PSLB3 KLHK," kata Fajri.

Pada 2018, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan peningkatan impor sampah plastik Indonesia sebesar 141 persen (283.152 ton), angka ini merupakan puncak tertinggi impor sampah plastik selama 10 tahun terakhir, di mana pada 2013 impor sampah plastik Indonesia sekitar 124.433 ton. Namun, peningkatan impor sampah plastik tidak dibarengi dengan angka ekspor, malah pada 2018 angka ekspor menurun 48 persen (98.450 ton).

Angka itu menandakan ada 184.702 ton sampah yang masih ada di Indonesia, di luar beban pengelolaan sampah domestik di negara sendiri, ujar Fajri.

Revisi Permendag

Dalam kesempatan tersebut, Siti Nurbaya meminta Menteri Perdagangan merevisi Permendag Nomor 31 Tahun 2016 tentang Ketentuan Impor Limbah Nonbahan Berbahaya dan Beracun guna mencegah masuknya sampah plastik impor ilegal.

Menurut dia, revisi perlu dilakukan untuk melakukan penegasan secara spesifik HS Code-HS Code dari barang apa saja yang bisa masuk Indonesia.

"Permendag tersebut harus lebih spesifik, mengingat definisi sampah, plastik, maupun kertas juga menjadi perdebatan panjang dengan perindustrian dan perdagangan. Yang penting spesifikasi HS Code harus jelas ," ujar dia.

eko/Ant/E-3

Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top