Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Proses Legislasi

Revisi UU TNI dan Polri Jangan Terburu-buru

Foto : ANTARA/Fath Putra Mulya.

Tangkapan layar - Ketua Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia PP Muhammadiyah Trisno Raharjo saat diskusi Revisi RUU Polri dan RUU TNI, Apakah Mengancam Demokrasi? diikuti secara daring di Jakarta, Rabu (12/6).

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Ketua Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Pengurus Pusat Muhammadiyah Trisno Raharjo mengingatkan agar penyusunan revisi Undang-Undang TNI dan Undang-Undang Polri tidak dilakukan dengan terburu-buru.

"Tidak pada tempatnya kalau penyusunan undang-undang dilakukan buru-buru, apalagi pada akhir masa jabatan," ucap Trisno dalam diskusi Revisi RUU Polri dan RUU TNI, Apakah Mengancam Demokrasi? diikuti secara daring di Jakarta, Rabu (12/6).

Dia pun berkaca pada revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tahun 2019 silam. "Revisi itu yang membuat KPK jadi seperti sekarang karena dilakukan pada masa akhir jabatan," tuturnya.

Di samping itu, Trisno juga mengatakan bahwa DPR harus menunjukkan kepatuhan mereka terhadap peraturan perundang-undangan. "Ini penting untuk kepentingan masyarakat banyak, bukan untuk kelompok atau kepentingan tertentu," katanya.

Lebih lanjut, dalam keterangan tertulisnya, Trisno mengatakan bahwa Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah berpandangan sebaiknya revisi UU TNI dan UU Polri diserahkan kepada Anggota DPR RI periode 2023-2029.

Sementara itu, terkait pengaturan kewenangan melakukan penindakan, pemblokiran, atau pemutusan dan upaya perlambatan akses ruang siber oleh Polri dinilai perlu dilaksanakan dengan bertanggung jawab, sehingga perlu mendapatkan izin pengadilan.

Kemudian, Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah menilai pengaturan penyadapan dalam revisi UU Polri merupakan bentuk pelanggaran privasi. Menurutnya, diperlukan akuntabilitas pengaturan penyadapan serta prinsip-prinsip penyadapan harus menghormati hak asasi manusia (HAM).

Di samping itu, mengenai ketentuan dalam revisi UU TNI yang membolehkan prajurit aktif menduduki jabatan sipil, Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah menyebut sebaiknya klausul tersebut dihapuskan.

Di sisi lain, perihal perpanjangan usia kedinasan prajurit TNI dan Polri dinilai perlu dipertimbangkan dengan sebaik-baiknya, serta dihubungkan dengan pengaturan terkait jabatan dan tugasnya dilakukan dengan mengutamakan fungsi perlindungan dan pelayanan Masyarakat.


Redaktur : Sriyono
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top