Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Perubahan UU ITE - Semua Produk Legislasi yang Belum Menjadi UU itu Dibatalkan

Revisi UU ITE Terkendala Waktu

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Kasus yang menimpa Baiq Nuril Maknun, korban pelecehan seksual yang malah menjadi terdakwa kasus penyebaran konten asusila, sedang menjadi perhatian publik. Akibatnya, banyak pihak yang mendorong parlemen agar segera merevisi Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), yang dianggap menjadi biang keladi atas dakwaan terhadap Baiq Nuril. Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Satya Widya Yudha, menyatakan bahwa revisi UU ITE pada periode DPR kali ini sulit untuk terwujud. Pasalnya, waktu DPR periode 2014-2019 hanya tersisa sekitar 3 bulan lagi, sehingga tidak cukup untuk pembahasan revisi UU ITE.

"Begini, masa waktu daripada DPR sekarang ini hingga sampai akhir September 2019. Sehingga tidak mungkin kita melakukan perbaikan-perbaikan terutama seperti revisi UU ITE dalam waktu yang sangat mepet seperti waktu yang sekarang ini," ujarnya saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (9/7).

Satya menjelaskan, pembahasan terkait revisi UU ITE juga tidak bisa dilakukan pada periode ini. Sebab, hasil pembahasan nantinya akan sia-sia karena tidak bisa dilanjukan pada periode selanjutnya, karena pembahasan revisi UU akan dimulai dari nol kembali pada DPR periode 2019-2024. Hal ini merujuk pada UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Peraturan Perundang-undangan yang tidak memungkinkan pembahasan RUU dapat dilanjutkan di periode berikutnya. "Semua produk legislasi yang belum menjadi UU itu dibatalkan. Tidak ada ceritanya produk legislasi itu di carry for work, dilanjutkan itu tidak ada," ucapnya.

Agar tidak terjadi kasus serupa, Politikus Partai Golkar tersebut menyebut bahwa pihaknya telah meminta kepada aparat penegak hukum untuk secara bijaksana melihat permasalahan ini tidak hanya dari aspek pasal per pasal, namun dapat melihat aspek sosial. Menurutnya, apabila suatu kasus itu dirasa tidak memenuhi rasa keadilan, tentunya penanganannya akan berbeda. "Dan saya memohon kepada anggota dewan yang baru nanti periode 2019-2024 untuk menangkap isu ini dan memprioritaskan," imbuhnya.

Kawal Kasus Baiq

Sementara itu, Anggota Komisi III DPR RI, Arteria Dahlan, mengatakan bahwa pihaknya akan mengawal kasus yang menimpa Baiq Nuril jika yang bersangkutan dan kuasa hukumnya akan datang ke Komisi III untuk meminta bantuan. Kendati demikian, ia juga meminta semua pihak menghormati segala putusan Mahkamah Agung (MA). "Kami belum tahu upaya hukum apa yang akan diajukan, tapi intinya komisi III selalu membuka diri. Kalau dilihat dari rekam jejaknya bukan hanya saat PK, Komisi III sudah kawal saat utusan itu di PN tempat asalnya lalu saat kasasi di MA," tuturnya.

Sebelumnya, Ketua DPR RI, Bambang Soesatyo, mendorong Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mempertimbangkan pemberian amnesti kepada mantan tenaga SMAN 7 Mataram, Baiq Nuril Maknum, korban pelecehan seksual yang terjerat kasus pidana berkaitan dengan UU ITE. Pengajuan amnesti tersebut dilakukan setelah Mahkamah Agung (MA) menolak gugatan peninjauan kembali (PK) yang diajukan Baiq Nuril dalam kasus penyebaran konten bermuatan asusila.

"Kami dari DPR melihat kasus ini ada baiknya presiden bisa mempertimbangkan untuk memberikan amnesti pada Baiq Nuril karena dalam tanda petik kami melihat dia ini adalah korban. Sehingga perlu lebih jeli lagi upaya hukum untuk melihat kasusnya ini," ujar Bamsoet saat ditemui di Senayan, Jakarta, Senin lalu. tri/AR-3

Komentar

Komentar
()

Top