Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Dana Pensiun | Hingga Agustus 2021, Sebanyak 1,49 Juta Kasus Klaim JHT Didominasi Korban PHK

Regulasi JHT Beratkan Pekerja

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pemerintah meninjau ulang aturan baru terkait Jaminan Hari Tua (JHT) yang baru dapat dicairkan ketika pekerja memasuki usia pensiun 56 tahun. Sebab, pencairan JHT dibutuhkan pekerja yang menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK), terutama di tengah pandemi saat ini.

Anggota Komisi IX DPR, Kurniasih Mufidayati, menyatakan sebagai dana yang diambil dari pekerja maka pada hakikatnya program dana JHT adalah hak pekerja. "Jika hak untuk menggunakan dibatasi harus sampai berusia 56 tahun maka peraturan ini akan memberatkan pekerja yang membutuhkan jaring pengaman sosial di waktu yang sulit seperti saat ini," ujarnya dalam keterangan di Jakarta, Minggu (13/2).

Seperti diketahui, Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2/2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua. Beleid terbaru mengatur pencarian JHT 100 persen hanya bisa dilakukan saat usia pensiun 56 tahun. Pencarian JHT sebelum usia 56 bisa dilakukan dengan beberapa persyaratan dan kondisi.

Sebelumnya, dalam Permenaker 19/2015, JHT dibayarkan secara tunai dan sekaligus setelah melewati masa tunggu satu bulan terhitung sejak tanggal pengunduran diri atau tanggal PHK.

Menurut data BPJS Ketenagakerjaan, hingga Agustus 2021, ada 1,49 juta kasus klaim JHT didominasi korban PHK dan pengunduran diri dengan peserta rentang di bawah 30 tahun atau usia produktif.

"Artinya, pekerja yang mencairkan JHT karena memang butuh karena di-PHK dan mundur dari perusahaan karena dampak pandemi. Mereka menggunakan dana JHT untuk bertahan sembari berusaha mencari pekerjaan baru. Kalau aturan JHT kini hanya bisa dicarikan saat usia pensiun, jaring pengaman untuk mereka yang di-PHK belum ada," jelas Mufida.

Pada sisi lain, menurut legislator dari Fraksi PKS ini, sudah ada jaminan pensiun bagi pekerja penerima upah yang manfaatnya bisa dirasakan saat usia pensiun yang menjadi alasan pemerintah mengubah aturan pencairan JHT ini. Menurut Mufida, peraturan ini tidak sensitif atas kondisi masyarakat saat ini.

Sangat Merugikan

Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) menilai kebijakan pemerintah tersebut merugikan pekerja. "Pemerintah jangan membuat kebijakan yang merugikan pekerja dan rakyat Indonesia. JHT adalah hak pekerja karena iurannya dibayarkan oleh pemberi kerja dan pekerja itu sendiri," kata Sekretaris Jenderal ASPEK Indonesia, Sabda Pranawa Djati, di Jakarta, Sabtu (12/2).

Menurut ASPEK Indonesia, aturan terbaru melalui Permenaker 2/2022 yakni JHT baru dapat dicairkan ketika pekerja memasuki usia pensiun 56 tahun sangat merugikan pekerja yang terkena PHK. Hal itu karena dana JHT bisa digunakan untuk modal usaha bagi para pekerja terkena PHK, terlebih di tengah pandemi Covid-19 yang menyebabkan banyak pekerja sulit mendapat pekerjaan baru.

"Banyak juga pekerja yang di PHK tanpa mendapatkan pesangon antara lain karena dipaksa untuk mengundurkan diri dari perusahaan sehingga pekerja sangat berharap bisa mencarikan JHT yang menjadi haknya," jelasnya.

Baca Juga :
Sinergi Bisnis

Sementara itu, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, menilai kebijakan baru JHT yang masuk dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022 ini bisa dikeluarkan karena sudah ada JKP.

"Aturan ini bisa keluar karena saat ini sudah ada juga JKP yang diperuntukkan bagi masyarakat yang kehilangan pekerjaan sehingga mereka yang terkena PHK bisa memanfaatkan fasilitas ini," katanya di Jakarta, akhir pekan lalu.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Muchamad Ismail, Antara

Komentar

Komentar
()

Top