Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Realitas Virtual Dapat Jelaskan Terjadinya "Deja Vu"

Foto : Istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Fenomena Deja vu menjadi salah satu perhatian bagi para ahli ilmu saraf dalam waktu lama. Simulasi dengan memanfaatkan teknologi realitas virtual (virtual reality) akan segera mengungkapkan hal ini.

Setiap orang mungkin pernah mengalami keadaan yang disebut dengandeja vudalam bahasa Prancis ataualready seendalam Bahasa Inggris yang artinya sudah dilihat.Deja vusendiri merupakan fenomena berupa sensasi kuat bahwa suatu peristiwa atau pengalaman yang saat ini sedang dialami sudah pernah dialami di masa lalu.

Deja vuadalah suatu perasaan telah mengetahui dan pernah hidup melalui sesuatu. Di masa lalu, hal itu telah menentang filsuf untuk menjelaskannya meski masih belum memuaskan.

Istilahdeja vudimulai pada akhir 1800-an oleh ÉmileBoirac, seorang peneliti psikis abad ke-19 dan parapsikolog dengan minat pada kewaskitaan khas era Victoria. Pada 1876, ia menulis ke jurnal filsafat Prancis untuk menggambarkan pengalamannya tiba di kota baru tetapi merasa seolah-olah ia pernah mengunjunginya sebelumnya.

Menurut Boirac,deja vudisebabkan oleh semacam gema atau riak mental bahwa pengalaman barunya hanya mengingat ingatan yang sebelumnya telah dilupakan. Sementara teori ini masih dianggap masuk akal, upaya selanjutnya untuk menjelaskan pengalamandeja vucenderung ke arah yang lebih aneh.

Namun beberapa penjelasan ilmiah dalam bidang ilmu saraf atau neurologi terus bermunculan untuk menemukan apa yang menjadi penyebabnya.Orang mengira mungkin itu berasal dari disfungsi mental atau mungkin sejenis masalah otak. Atau mungkin itu adalah gangguan sementara dalam operasi normal ingatan manusia.

Namun penjelasan pada ranah sains yang paling memuaskan datang dari Alan S Brown seorang profesor bidang psikologi di Dedman College, Southern Methodist University. Ia memutuskan untuk meninjau semua yang telah ditulis peneliti tentangdeja vusampai saat ini. Banyak dari apa yang bisa dia temukan memiliki rasa paranormal, berkaitan dengan hal-hal supernatural hal-hal seperti kehidupan masa lalu atau kemampuan psikis.

Tetapi dia juga menemukan penelitian yang mensurvei orang-orang biasa tentang pengalamandeja vumereka. Dari semua makalah ini, Brown dapat mengumpulkan beberapa temuan dasar tentang fenomenadeja vu.

Misalnya, Brown menetapkan bahwa kira-kira dua pertiga orang mengalamideja vudi beberapa titik dalam hidup mereka. Dia menentukan bahwa pemicudeja vuyang paling umum adalah adegan atau tempat, dan pemicu paling umum berikutnya adalah percakapan.

Dia juga melaporkan petunjuk sepanjang satu abad atau lebih literatur medis tentang kemungkinan hubungan antaradeja vudan beberapa jenis aktivitas kejang di otak. Ulasan Brown membawa topikdeja vuke ranah sains yang lebihmainstream.

Paparannya pada jurnal ilmiah yang cenderung dibaca oleh para ilmuwan yang mempelajari kognisi, dan juga dalam sebuah buku yang ditujukan untuk para ilmuwan. Karyanya berfungsi sebagai katalis bagi para ilmuwan untuk merancang eksperimen untuk menyelidikideja vu.

Pengujian di Lab Psikologi

Didorong oleh karya Brown, tim peneliti yang dipimpin oleh Anne Cleary, seorang profesorCognitive Psychology dari Colorado State University, mulai melakukan eksperimen yang bertujuan menguji hipotesis tentang kemungkinan mekanismedeja vu.

"Kami menyelidiki hipotesis hampir seabad yang menyarankandeja vudapat terjadi ketika ada kemiripan spasial antara adegan saat ini dan adegan yang tidak diingat dalam ingatan Anda. Psikolog menyebut ini hipotesis keakraban Gestalt (konfigurasi)," ujar dia dalam tulisannya diThe Conversation.

"Misalnya, bayangkan Anda melewati pos perawatan di unit rumah sakit dalam perjalanan untuk mengunjungi teman yang sakit. Meskipun Anda belum pernah ke rumah sakit ini sebelumnya, Anda dikejutkan dengan perasaan yang Anda miliki," lanjut dia.

Penyebab yang mendasari pengalamandeja vuini bisa jadi karena tata letak pemandangan, termasuk penempatan furnitur dan benda-benda tertentu di dalam ruang. Posisinya kemungkinan memiliki tata letak yang sama dengan pemandangan berbeda yang dialami di masa lalu.

Mungkin letak ruang perawat perabotan, barang-barang di konter, cara menghubungkan ke sudut lorong sama dengan bagaimana satu set meja penyambutan tamu diatur relatif mirip dengan tanda-tanda dan perabotan di lorong di pintu masuk ke acara sekolah yang dihadiri setahun sebelumnya.

"Menurut hipotesis keakraban Gestalt, jika situasi sebelumnya dengan tata letak yang mirip dengan yang sekarang tidak muncul dalam pikiran, Anda mungkin hanya memiliki perasaan keakraban yang kuat untuk situasi saat ini," ujar dia.

Untuk menyelidiki ide ini di laboratorium, tim Cleary menggunakan realitas virtual (virtual reality) untuk menempatkan orang di dalam adegan. Dengan cara itu, tim dapat memanipulasi lingkungan tempat orang-orang berada beberapa adegan berbagi tata letak spasial yang sama sementara sebaliknya menjadi berbeda.

Seperti yang diperkirakan,deja vulebih mungkin terjadi ketika orang-orang berada dalam sebuah adegan yang memiliki susunan elemen spasial yang sama dengan adegan sebelumnya yang mereka lihat tetapi tidak mereka ingat.

"Penelitian ini menunjukkan bahwa salah satu faktor yang berkontribusi terhadapdeja vudapat berupa kemiripan spasial dari adegan baru dengan adegan dalam memori yang gagal untuk secara sadar dipanggil ke pikiran saat ini," ujar dia.

Namun, bukan berarti kemiripan spasial menjadi satu-satunya penyebabdeja vu. Sangat mungkin, banyak faktor dapat berkontribusi pada apa yang membuat suatu adegan atau situasi terasa akrab.

"Penelitian lebih lanjut sedang dilakukan untuk menyelidiki kemungkinan faktor tambahan yang berperan dalam fenomena misterius ini," kata dia.hay/I-1

Bukan Pengalaman Nyata

Deja vubisa saja berkaitan dengan memori dan ilusi. Namun yang menentukan dari pengalamandeja vuyang normal adalah kemampuan untuk membedakan bahwa hal itu tidak nyata.

Saat menghadapideja vu, otak menjalankan semacam pemeriksaan indera, mencari bukti objektif dari pengalaman sebelumnya dan kemudian mengabaikannya hanya sebuah sebagai ilusi.

Namun demikian ada beberapa orang yang mengalami kategorideja vudimana mereka seakan pernah mengalami hal itu di masa lalu, meski sebenarnya sama sekali tidak mengalaminya.

Profesor Chris Moulin, salah satu pakar terkemuka tentang pengalamandeja vu, menggambarkan seorang pasien yang ditemuinya saat bekerja di klinik memori di sebuah rumah sakit di Bath, Inggris. Pada 2000, Moulin menerima surat dari dokter umum lokal yang merujuk mantan insinyur berusia 80 tahun berinisial AKP.

Sebagai akibat dari kematian sel otak bertahap yang disebabkan oleh demensia, AKP menderitadeja vuyang kronis dan terus-menerus. Akibatnya AKP mengaku berhenti menonton televisi atau membaca koran karena tahu apa yang akan terjadi.

"Istrinya mengatakan bahwa dia adalah seseorang yang merasa seolah-olah segala sesuatu dalam hidupnya telah terjadi sebelumnya," kata Moulin yang bekerja di Laboratoire de Psychologie et NeuroCognition CNRS di Grenoble, Prancis, seperti dikutipScience Focus.

AKP menolak ide untuk mengunjungi klinik tersebut karena dia merasa sudah pernah kesana, padahal belum pernah. Saat pertama kali diperkenalkan ke Moulin, pria tersebut bahkan mengaku bisa memberikan detail spesifik dari kesempatan yang pernah mereka temui sebelumnya.

AKP memang mempertahankan beberapa kesadaran diri. "Istrinya akan bertanya bagaimana dia bisa tahu apa yang akan terjadi dalam program televisi padahal ia belum pernah melihatnya sebelumnya," kata Moulin.

Moulin mengatakan,deja vudisebabkan oleh rasa keakraban, daripada hanya merasa seperti ada sesuatu yang memiliki perasaan di masa lalu tentangnya, sesuatu yang terlintas dalam pikiran memiliki karakteristik fenomenologis, sehingga tampak seperti sebuah kenangan nyata.

Buku Sigmund Freud berjudulThe Psychopathology of Everyday Life(1901) paling terkenal untuk mengeksplorasi sifatFreudian slip, tetapi juga membahas cacat lain dalam proses ingatan karena buku tersebut juga mendokumentasikan pengalamandeja vuseorang pasien perempuan.

Saat memasuki rumah seorang teman untuk pertama kalinya, perempuan tersebut merasa bahwa dia pernah berkunjung sebelumnya dan mengaku mengetahui setiap ruangan berturut-turut di rumah tersebut sebelum dia berjalan melewatinya.

Apa yang dialami pasien Freud saat dia berjalan melewati rumah sekarang akan digambarkan secara khusus sebagaideja visiteatau 'sudah pernah mengunjungi'. Freud menghubungkan perasaan pasiennya tentangdeja visitedengan manifestasi dari fantasi yang ditekan yang hanya muncul ketika perempuan itu menghadapi situasi yang analog dengan keinginan bawah sadar.

"Definisi ilmiah yang diterima darideja vudirumuskan oleh neuropsikiatri Afrika Selatan bernama Vernon Neppe pada 1983 sebagai kesan subjektif yang tidak pantas dari keakraban pengalaman sekarang dengan masa lalu yang tidak ditentukan," kata dia.

Dia juga mengidentifikasi 20 bentuk pengalamandejavuyang terpisah karena tidak semuanya berhubungan dengan penglihatan. Salah satu pasien Chris Moulin, seorang pria yang buta sejak lahir namun mengaku mengalamideja vu. Sedangkan deskripsi Neppe tentang pengalamandeja vumeliputideja senti(sudah pernah merasakan) dandeja entendu(sudah pernah mendengar). hay/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top