Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Java Jazz 2018

Rayakan Jazz di Era Milenial

Foto : KORAN JAKARTA/M YAZID
A   A   A   Pengaturan Font

Gelaran Java Jazz 2018 telah usai digelar. Bertajuk 'Celebrate Jazz in Diversity', BNI Java Jazz Festival 2018 menghadirkan sejumlah musisi ternama dari dalam maupun luar negeri. Seperti Daniel Caesar, Lauv, Goo Goo Dolls, Andien, Dira Sugandi, Java Jive, Maliq and D Essential dan masih banyak yang lainnya seakan-akan begitu menghipnotis pencinta musik jazz sejak hari pertama, Jumat (2/3) hingga Minggu (4/3) di Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta Pusat.

Panitia BNI Java Java Jazz Festival mengusung tema Celebrate Jazz in Diversity di tahun ini, bisa jadi untuk merayakan jazz dalam perbedaan. Jika menggunakan kacamata biasa, tema itu mengisahkan tentang jazz yang merupakan bentuk akulturasi budaya dan musik jazz punya banyak ragam. "Jazz itu," kata Dewi Gontha, Direktur Utama PT. Java Festival Production, "musik yang dewasa dan punya banyak turunan."

Jika dilihat dengan kacamata yang lebih besar, keberagaman dan perbedaan itu relevan dengan kondisi Indonesia yang pelan-pelan makin tergerus oleh intoleransi dan rasisme. Sama seperti tema keberagaman, tahun ini pun bintang tamu yang diusung berasal dari lintas-genre.

Nama langganan yang nyaris tiap tahun tampil di Java Jazz adalah Ron King Big Band. Tahun ini pun, band asal Los Angeles ini akan kembali tampil. Nama lain adalah Lee Ritenour, gitaris jazz legendaris yang sudah bermain session lebih dari 3.000 kali. Dionne Warwick, biduanita penuh pesona itu, juga akan naik panggung.

Dari Indonesia, ada nama-nama seperti Maliq and D'Essential, Glenn Fredly, Kunto Aji, Endah N Rhesa, Fourtwnty, Mondo Gascaro, juga senior seperti Fariz RM dan Java Jive. "Tahun ini total ada 10 panggung dengan kurang lebih 100 penampilan," kata Dewi.

Selain nama-nama yang sudah sering tampil di Java Jazz itu, tahun ini ada nama Goo Goo Dolls yang cukup mengejutkan. Band ini mencapai masa keemasan di era 90-an. Saat itu lagu "Iris" yang jadi lagu latar film City of Angels, meledak dan dianggap menjadi salah satu lagu yang mendefinisikan era 90-an.

Untuk pertama kalinya, band asal Buffalo, New York ini tampil di Indonesia. Ada pula nama Daniel Caesar di deretan penampil khusus. Artis muda Lauv juga turut menjadi penampil khusus di gelaran Java Jazz tahun ini. Aksi memukau band asal Amerika Serikat lainnya, Incognito, juga berhasil menyedot perhatian penonton di panggung utama BNI Hall D2.

Kedatangan penampil khusus ini menjadi pembeda dengan pertunjukan tahun lalu. Menurut Dewi, banyak orang yang meminta pertunjukan khusus diadakan lagi. Alasannya: penonton lebih selektif, jumlahnya lebih sedikit, sehingga menontonnya pun lebih nyaman.

Tak hanya itu perbedaannya. Tahun lalu, ada 14 panggung. Tahun ini, panggung berkurang jadi 10. Dewi mengatakan jumlah panggung yang lebih sedikit itu agar penonton lebih berkonsentrasi ke penampil. Sepuluh panggung juga dianggap jumlah yang pas supaya penonton tak terlalu capai berpindah-pindah panggung dan kehilangan fokus.

Seperti biasa, ada pula kritik tentang kenapa Goo Goo Dolls yang bukan jazz menjadi penampil utama. Pertanyaan seperti itu juga harus dijawab sama pula. Dalam Potensi Pariwisata Musik Sebagai Alternatif Pariwisata Baru di Indonesia: Contoh Kasus Java Jazz (2016), dijelaskan bahwa festival musik adalah sebuah industri. Agar industri itu berjalan dengan berkesinambungan, diperlukan perluasan gagrak musik agar penonton juga makin beragam. Bahkan nama-nama seperti Black Sabbath, Led Zeppelin, hingga Green Day, pernah tampil di festival jazz besar. yzd/S-2


Redaktur : Sriyono

Komentar

Komentar
()

Top