Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Program Legislasi

Rampungkan Segera RUU Kekerasan Seksual

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Jakarta - Pembahasan dan penyelesaian Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual harus diprioritaskan. Bahkan, diharapkan bisa diselesaikan serta disahkan sebelum digelarnya pemilihan presiden. Sebab regulasi itu sangat diperlukan.

Demikian yang mengemuka dalam diskusi bertajuk, "Konsolidasi dan Pendalaman Rancangan UU Penghapusan Kekerasan Seksual," yang digelar di Gedung Persekutuan Gereja- Gereja Seluruh Indonesia di Jakarta, Selasa (4/12).

Salah seorang pembicara Maria Ulfah Anshor mewakili Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI), berharap di tahun politik ini, kinerja legislasi DPR tidak kendor. Salah satu RUU yang harus diprioritaskan adalah RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Ia berharap RUU ini bisa selesai di tahun 2019, atau sebelum pemilihan presiden digelar.

"Saya pikir, RUU ini sangat penting. Harusnya bagi anggota dewan, ini jadi momentum untuk meningkatkan citranya menunjukan bahwa prestasi mereka tak terganggu oleh pemilu," kata Maria.

Paling lambat awal tahun depan, lanjut Maria, pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual sudah dimulai. Kalau awal tahun, tidak juga dibahas, ia khawatir pembahasan akan molor. Sementara RUU ini sangat urgen, di tengah kondisi buruknya penanganan kasus kekerasan seksual di Indonesia. Khususnnya penegakan hukum yang masih mengandalkan UU KUHP sebagai payung hukum.

Dengan hadirnya RUU ini, setidaknya ada payung hukum yang bersifat spesialis. "KUHP sendiri banyak menyimpan problem, misalnya dalam KUHP tidak memiliki definisi serta bentuk-bentuk kekerasan seksual," kata Maria Ulfah yang juga aktivis Fatayat NU. Karena itu, ia mendesak RUU Penghapusan Kekerasan Seksual diprioritaskan. Sehinggatahun depan bisa disahkan.

Dengan begitu, Indonesia memiliki payung hukum untuk melindungi korban kekerasan seksual. "RUU ini harus disahkan agar kita memiliki hukum yang kuat serta bisa melindungi korban dengan tetap bisadengan tetap bisa menjerakan pelaku," katanya.

Maria Ulfah menambahkan, anggota dewan dan pemerintah harus peka terhadap kondisi saat ini, dimana kasus kekerasan terhadap perempuan masih marak terjadi.

Untuk mengurangi itu, diperlukan regulasi spesifik yang mengatur itu. Apalagi desakan akan perlunya UU Penghapusan Kekerasan Seksual sudah digaungkan sejak lama.

"Karena ini sudah sekian lama," katanya. Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VIII dari Fraksi Partai Gerindra Sodik Mudjahid, mengatakan bahwa komisinya akan memprioritaskan penyelesaiam RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.

Bahkan, ia optimistis RUU tersebut akan rampung pada masa bakti DPR periode 2014-2019. "Saya sebagai wakil pimpinan komisi akan terus mendorong pembahasan RUU yang telah dimulai sejak 2016 lalu. Saya optimistis semua UU yang jadi janji Komisi VIII ini bisa selesai," kata Sodik. ags/AR-3

Penulis : Agus Supriyatna

Komentar

Komentar
()

Top