Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Putusan Janggal, Anak Pahlawan Nasional Adukan Hakim PN dan PT ke Komisi Yudisial

Foto : Koran Jakarta/M. Fachri

Kuasa Hukum dari ahli waris Alm. Dr. Raden Soeharto, Muhammad Ridho Hakiki (tengah), Henry Apriyando (kanan), dan Mochamad Taufiqurrohman (kiri) membawa berkas laporan untuk diserahkan ke Komisi Yudisial (KY), Jakarta, Rabu (11/9).

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Perjuangan Pratiwi Hutomo (85), putri kedua dari Pahlawan Nasional Dr. Raden Soeharto yang dikenal sebagai dokter pribadi presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno dan pernah menjabat sebagai Menteri Perdagangan, terus berlanjut seperti tidak ada ujungnya. Padahal, sudah sangat jelas yang diperjuangkannya, yakni kepemilikan sebidang tanah warisan keluarganya seluas 77 meter, di Jalan Percetakan Negara VI, Rawasari, Cempaka Putih, Jakarta Pusat adalah miliknya sendiri, bukan milik yang diakui oleh Suparji, tanpa memiliki satu pun bukti yang sah.

Lebih Aneh lagi, usaha hukum yang dilakukan pemilik yang sah, yakni Pratiwi Hutomo melalui kuasa hukumnya, Dr. Muhammad Ridho Hakiki, S.H., M.H., dikalahkan Pengadilan Negeri (PN) dan Pengadilan Tinggi (PT)

"Ini sangat jelas mengandung keanehan, dan patut diduga ada sesuatu di kedua pengadilan tersebut. Hari ini saya mengadukan kejanggalan kedua hakim di pengadilan itu ke Komisi Yudisial (KY). Kami minta KY menelaah dugaan kecurangan itu," ungkap Ridho, usai melaporkan dua lembaga hukum itu ke KY, Rabu (11/9/2024).

Ridho yang didamping rekannya, Henry Apriyando, S.H., M.H., dan Mochamad Taufiqurrohman, S.H., menyatakan bahwa laporan sudah diterima. Dari KY, diminta untuk menunggu karena akan dilakukan verifikasi terlebih dahulu, apakah memang benar ada pelanggaran kode etik, seperti yang dilaporkan.

Ridho menjelaskan, dahulu, tanah tersebut merupakan bagian dari tanah yang lebih luas, yakni 1.160 meter persegi, namun menyusut akibat proyek MH Thamrin pada masa Gubernur Ali Sadikin. Kini, tanah tersebut telah dikuasai pihak lain dan dibangun menjadi dua gubuk kecil yang digunakan sebagai warung.

Menurut kliennya (Pratiwi), aku Ridho, perjuangannya ini bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga demi menjaga warisan dan kehormatan orangtuanya. Ia berencana menyerahkan tanah tersebut kepada masyarakat setempat untuk digunakan sebagai Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA), agar bisa dimanfaatkan untuk kegiatan sosial yang membawa manfaat bagi warga sekitar.

"Tanah itu akan digunakan untuk kegiatan sosial warga di sini supaya pahalanya mengalir terus ke orang tua kliennya," ujar Ridho.

Namun, upaya Pratiwi untuk mendapatkan kembali haknya atas tanah tersebut menghadapi jalan buntu di pengadilan. Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat dan Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta sama-sama memberikan putusan Niet Ontvankelijke Verklaard (NO), yang menyatakan bahwa tuntutan Pratiwi tidak dapat diterima. Padahal, Badan Pertanahan Nasional (BPN) telah mengeluarkan surat yang menyatakan bahwa tanah tersebut adalah milik Dr. Raden Soeharto.

Pratiwi pun kini 'mencolek' Menteri ATR/BPN, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) agar dapat membantunya menyelesaikan masalah ini. Ia yakin AHY dapat memberikan solusi atas sengketa yang sudah berlangsung lama ini.

"Saya percaya AHY sebagai Menteri BPN bisa membantu dalam menyelesaikan masalah ini. Apalagi ini melibatkan keluarga Pahlawan Nasional," ujar Ridho.

Diketahui, perjuangan Pratiwi dimulai setelah ia menemukan dokumen-dokumen milik ayahnya yang meninggal pada 30 November 2000. Dalam dokumen tersebut, Dr. Raden Soeharto menghibahkan tanah itu kepada anak pertamanya, Semiarto Suharto melalui Akta Hibah tertanggal 14 Agustus 1971

sesuai Surat No 1024/11-31.300/IV/2015 . Namun, Pratiwi baru menyadari bahwa tanah tersebut telah diklaim oleh pihak lain saat membuka dokumen tersebut.

Kini, Pratiwi bersama kuasa hukumnya, Dr. Muhammad Ridho Hakiki, S.H. M.H.sudah mengajukan pengaduan ke Komisi Yudisial (KY) untuk mengusut tuntas kasus ini.

"Supaya kasus ini menjadi terang benderang, dan Ibu Pratiwi kembali memperoleh haknya," tegas Ridho.


Redaktur : -
Penulis : -

Komentar

Komentar
()

Top